Renungan Harian
Renungan Harian Kristen Protestan Minggu (19/5), "Membangun Budaya yang Tunduk pada Kehendak Allah"
Renungan Harian Kristen Protestan Minggu (19/5), "Membangun Budaya yang Tunduk pada Kehendak Allah"
Renungan Harian Kristen Protestan Minggu 19 Mei 2019
Oleh: Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh Ma
--
Membangun Budaya yang Tunduk pada Kehendak Allah
Menurut penafsir Jerman abad ini Udo Schnele (Lihat Udo Schnele, Einleitung in das Neue Testament, 5. Auflage, Vandenhoeck & Ruprecht, Goettingen, 2005, hlm., 353) untuk memahami teks Surat Efesus kita harus memahami situasi dan realita yang dihadapi oleh jemaat penerima surat ini.
Karena berdasarkan situasi dan kondisi riil jemaat itulah sipenulis surat memberikan nasehat-nasehat dan pemikiran teologisnya yang berharga.
Realita yang ada dalam jemaat Efesus adalah ketegangan antara jemaat kristen berlatar belakang Yahudi dan yang berlatar belakang Kafir (Efesus 2:11; 3:1; 4:17).
Meredakan keteganngan itu sipenulis surat Efesus menawarkan konsep teologis tentang gereja yang dibangun di atas Kristus untuk mempersatukan dua suku bangsa yang berbeda itu, dimana keduanya telah dipersatukan menjadi soma christou (bahasa Yunani yang artinya tubuh Kristus lihat Efesus 4:12, Roma 7: 4; 12:5; 1 Korintus 10:16; 12:27).
Kristus adalah kepala gereja. “Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada.
Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu” (Efesus 1:22, 23; bandingkan 5:23). Tidak ada gereja tanpa Kristus, dan begitu pula Kristus tidak tanpa gereja.
Allah telah menyatakan Hikmat dan KuasaNya melalui gereja (Efesus 3:10), tetapi bukan kemuliaan gereja yang dicari tetapi kemuliaan Kristus (Efesus 3:21).
Sehingga pemikiran tentang gereja (Ekklesiologi) dalam surat Efesus bukan dalam pengertian ecclesia triumphans (gereja yang mulia, yang glamour, yang penuh kemenangan, tetapi tetapi gereja yang relevan dengan injil atau gereja yang mempratekkan injil kabar baik dalam kehidupan sehari-hari yang dilandaskan pada kasih dan pengorbanan Kristus di salib.
Metafora pertumbuhan karena itu di ajukan oleh sipenulis surat Efesus untuk meredakan ketegangan antara orang Kristen Yahudi dan orang Kristen kafir di dalam jemaat Efesus tersebut.
Melalui karya pendamaian Kristus pertentangan antara orang Yahudi dan orang Kafir telah dihapus (Efesus 2:11-13 dan 2:19-22) dan mereka dipanggil untuk bertumbuh bersama untuk saling memperlengkapi dan saling melayani.
“11 Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya "sunat", yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, 12 bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. 13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh", sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus” (Efesus 2:11-13).
“19 Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, 20 yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. 21 Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. 22 Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh” (Efesus 2:19-22).
Kristus adalah Juruselamat gereja (bandingkan 5:23) dan karena itu gereja tidak hanya mewartakan keselamatannya, tetapi juga harus mempraktekannya dan hidup dari keselamatan itu.
Hukum Taurat yang dipakai sebagai alasan untuk membatasi kedua suku bangsa berbeda itu telah kehilangan kekuatan dan maknanya karena Kristus dan demikian perseteruan di antara mereka dihilangkan.
“14 Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, 15 sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera,” (Efesus 2:14, 15).
Menjadi manusia baru di dalam Kristus inilah menjadi dasar penting nasehat-nasehat dalam surat Efesus. Bagaimana ciri-ciri dari manusia baru itulah yang dijelaskan dengan baik dalam teks bacaan kita hari ini dari Efesus 5:1-21.
Enam hal penting menjadi ciri dari manusia baru pertama, gereja sebagai suatu persekutuan yang hidup dalam kasih dan rela berkorban, kedua gereja adalah persekutuan yang bertumbuh bersama, ketiga gereja sebagai persekutuan yang berada dalam proses pematangan, keempat gereja sebagai persekutuan yang hidup dalam kearifan budaya yang baik sebagai ciri anak-anak terang, kelima gereja sebagi persekutuan yang mempergunakan waktu dengan baik, dan keenam gereja sebagai persekutuan yang hidup dalam berpengharapan kepada masa depan.
1. Hidup dalam kasih dan pengorbanan. Ini ciri gereja yang penting bahwa gereja sebagai suatu persekutuan yang hidup dalam kasih dan mempraktekan nilai rela berkorban seperti yang ditunjukan Kristus. Kristus sebagai model dan teladan semua hubungan dan relasi dalam gereja. “Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih 2 dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.“
Pola hidup Kristus yang berkarya bagi kebaikan, dan rela berkorban bagi orang lain haruslah menjadi cerminan bagi semua relasi sosial dalam jemaat Efesus: relasi suami dan istri (Efesus 5:22-33); relasi anak-anak dan orang tua (Efesus 6:1-4); relasi hamba dan tuan (Efesus 6:5-9),
2. Bertumbuh bersama. Gereja adalah persekutuan yang bertumbuh bersama dari orang-orang yang datang dari latarbelakang yang berbeda, dimana semuanya sama kedudukannya sebagai tubuh kristus yang saling memperlengkapi satu dengan yang lain (Efesus 4:12). Tidak ada anggota gereja yang begitu hebat dan sempurna yang tidak membutuhkan orang lain, tetapi semuanya saling membutuhkan satu dengan yang lain.
3. Hidup dalam proses pematangan. Gereja sebagai persekutuan yang berada dalam proses pematangan. Gereja bukanlah kumpulan orang suci seperti malainkan orang-orang berdosa yang berada dalam kegelapan (Efesus 5: 3-6) tetapi dipanggil untuk hidup dalam terang anugerah dan penebusan Kristus (Efesus 5:8). Proses pematangan itu dimulai jika orang sadar akan praktek hidupnya yang dulu dan bertekad untuk membangun hidupnya dalam terang Kristus.
4. Hidup arif dan bijaksana. Gereja sebagai persekutuan yang dipangil unutk hidup arif dan dan bijaksana. Kearifan dan kebijksanaan ditunjukkan praktek budaya yang baik sebagai ciri anak-anak terang. “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif” (Efesus 5:15). Budaya kita tentu ada yang baik (yang disebut dengan kearifan lokal), tetapi semuanya tetap harus diuji dalam terang Injil Kristus.
5. Hidup disiplin. Gereja sebagi persekutuan yang mempergunakan waktu dengan baik sebagai ciri kehidupan gereja yang disiplin dan berkualitas. Orang hanya bisa maju kalau mampu mempergunakan setiap waktu yang Tuhan karuniakan demi pengembangan dirinya dan masyarakat dimana ia hidup. Orang yang mabuk tidak akan membedakan mana waktu siang dan waktu malam, mana waktu kerja dan mana waktu tidur, mana waktu memuji Tuhan dan mana waktu memuji diri atau memaki-maki, etc (Efesus 5: 16-19).).
6. Hidup berpengharapan. Gereja sebagai persekutuan yang hidup dalam berpengharapan kepada masa depan kepada Kristus yang akan datang kembali. Janji kekal Kristus untuk hidup bersamaNya yang memampukan orang beriman untuk sabar dan tabah menghadapi apapun cobaan hidupnya. Ia menjadi kuat karena Kristus dan mampu menghadapi godaan iblis dan kuasa-kuasa jahat lainnya dengan berdoa dan berjaga-jaga sambil mengenakan perlengkapan senjata rohani(Efesus 6:10-24).
Jadi yang membedakan orang yang sudah diselamatkan dan diberikan anugerah Allah dalam hidup adalah pilihan-pilihan hidup yang diambil. Sukses atau gagal, senang atau susah, selamat atau binasa adalah pilihan bebas manusia.
Mari membiasakan diri untuk membangun budaya dan gaya hidup yang tunduk kepada kehendak Allah. *******