Renungan Harian
Renungan Harian Kristen Protestan Rabu 15 Mei 2019: "Semakin Dipukul Justru Semakin Melenting"
Renungan Harian Kristen Protestan Rabu 15 Mei 2019: "Semakin Dipukul Justru Semakin Melenting"
Renungan Harian Kristen Protestan Rabu 15 Mei 2019
Oleh: Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh Ma
--
Semakin Dipukul Justru Semakin Melenting
Dalam bukunya The Winning Attitude (lihat John C. Maxwell, The Winning Attitude, Membangun sikap pemenang, Micpublishing, 2012, hlm., 45), John C. Maxwell mengatakan bahwa “Hidup itu ibarat gerindra-bahan-bahan yang membentuk diri Anda akan menentukan apakah Anda akan tergilas atau terasah”.
Lebih jauh dengan mengutip Sidlow Baxter yang mengatakan “apa yang membedakan rintangan dan peluang? Cara kita menyikapinya. Setiap peluang punya kesulitannya sendiri dan dalam setiap kesulitan selalu ada peluang”, John C. Maxwell mendorong para pembaca setianya untuk tidak menyerah dengan kegagalan dan situasi sulit.
Menurutnya ketika berhadapan dengan situasi sulit, orang yang sikapnya hebat akan memetik manfaat sebesar-besarnya dari hal terburuk yang ia alami.
“Tidak ada masyarakat yang pernah membentuk orang-orang yang kuat pada masa damai. Kesulitan adalah harta bagi orang-orang yang sikapnya hebat.
Layang-layang membubung tinggi karena melawan arah angin, bukan karena mengikuti arah angin”, demikian John C. Maxwell.
Kesulitan dan tantangan yang dialami orang beriman justru adalah peluang dan bukan hambatan untuk membuktikan kemurnian iman orang percaya.
Kesulitan dan tantangan bukan untuk menggilas, tetapi justru untuk mengasah iman orang percaya. Hal inilah juga yang diungkapkan oleh penulis 1 Petrus 1:3-12.
Menjadi seorang pemenang di masa sulit lebih menantang dari pada menjadi pemenang di masa damai.
Karena itu bagi penulis surat 1 Petrus ketika orang percaya mengalami pencobaan iman itu malah justru haruslah disambut dengan penuh kegembiraan dan ucapan syukur.
“Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya”.
Menurut Udo Schnelle (lihat Udo Schnelle, Einleitung in das Neue Testamen, Vandenhoeck & Ruprecht, Goettingan 2015, hlm., 450), sipenulis surat 1 Petrus ini mencoba menghibur jemaat yang berada dalam suatu situasi dimana mereka mengalami penindasan, dianiaya oleh karena iman mereka (1 Petrus 4:16).
Si penulis menghubungkan penderitaan mereka dengan penderitaan Kristus.
Penderitaan Kristus dapat dijadikan sebagai model bagi mereka untuk bertahan dalam penderitaan yang sedang dihadapi mereka (lihat 1 Petrus 2:21-25; 3:18; 4:1).
21 Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.
22 Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.
23 Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.
24 Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.
25 Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.
3:18 Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,
4:1 Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa.
Bagi sipenulis surat 1 Petrus ini penderitaan-penderitaan dan dukacita yang dialami orang beriman sifatnya sementara saja; hanya untuk waktu yang singkat, hanya untuk sebentar saja.
Hidup itu sendiri hanya sebentar, dan kesedihan-kesedihannya tidak akan terus berlangsung melebihinya. Mata fisik bisa melemahkan ketika melihat pada penderitaan dan pencobaan tetapi mata iman memberi kekuatan karena berharap pada Kristus.
Bagi Rasul Petrus penderitaan yang dialami orang beriman itu ada maksudnya.
Maksud dari penderitaan-penderitaan adalah untuk membuktikan kemurnian iman mereka. Adapun sifat dari pembuktian iman itu adalah jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api 1 Petrus 1:7).
Penderitaan orang Kristen yang sungguh-sungguh dimaksudkan untuk menguji bukan menghancur iman. Iman mereka diasah dan bukan digilas.
“Ujian iman, adalah penyelidikan atas manusia, melalui suatu penderitaan, untuk membuktikan nilai dan kekuatan imannya. Jika tidak ada iman, maka tidak ada hal lain yang baik secara rohani dalam diri kita.
Jika iman ditopang, maka semua yang lain akan berdiri teguh. Iman orang baik diuji, supaya ia sendiri bisa mendapat penghiburan dari imannya, Allah mendapat kemuliaan darinya, dan orang lain mendapat manfaat darinya” (Matthew Henry Commentary).
Ungkapan menarik dari dari Rasul Petrus dalam teks kita ini adalah bahwa iman yang dimurnikan itu jauh lebih berharga daripada emas yang dimurnikan.
Di sini ada dua perbandingan antara iman dan emas, dan antara pemurnian iman dan pemurnian emas.
Emas adalah logam yang paling berharga, murni, berguna, dan tahan lama dari semua jenis logam. Demikian pula halnya iman di antara kebajikan-kebajikan kristiani. Iman tetap ada sampai ia mengantarkan jiwa ke sorga, dan kemudian menghasilkan kebersamaan yang mulia antara jiwa dan Allah untuk selama-lamanya.
Akan tetapi dan ini yang luar biasa brilian dari sang penulis teks ini “bahwa menguji iman itu jauh lebih berharga daripada menguji emas. Dalam kedua pengujian itu ada pemurnian, pemisahan ampas, dan penyingkapan keindahan dan kebaikan dari barang yang diuji.
Emas tidak bertambah banyak dan berlipat ganda dengan diuji dalam api, malah semakin mengecil. Tetapi iman menjadi teguh, bertumbuh, dan berlipat ganda melalui segala perlawanan dan penderitaan yang dihadapinya.
Emas pasti binasa pada akhirnya, emas yang fana, tetapi iman tidak akan pernah binasa” (lihat Matthew Henry Commentary)
Pembaca yang budiman kita dapat menarik lima makna penting dari teks kita ini. Pertama, bahwa bertahan dalam penderitaan dipandang sebagai suatu keuntungan dan bukan kerugiaan.
Karena pencobaan iman ini akan terbukti menguntungkan bagi orang Kristen ketika Kristus datang kembali. Itu artinya penderitaan tidak boleh membuat orang Kristen berhinti berharap atau mengkhianati imannya, tetapi terus bertahan hingga Kristus datang menjemputnya.
Kedua, pencobaan iman yang dialami orang beriman justru dipandang sebagai alat untuk memuliakan Kristus sebab diri-Nya dinyatakan di dalam penderitaan mereka (bdg. Paulus di Gal. 3:1).
Penderitaan tidak membuat kesaksian tentang Kristus tergilas, tetapi justru mengasah agar bagaimana kesaksian tentang Kristus lebih efektif disampaikan kepada dunia.
Ketiga, pencobaan iman yang dialami orang Kristen harus dilawan bukan dengan cara duniawi, tetapi dilawan dengan memakai pola hidup Kristus.
Ketika menderita Yesus tidak membuat dosa baru terhadap para penganiayanya, tetapi ia mengalahkan dosa dengan penderitaannya dengan penuh kesabaran dan ketenangan.
Dan inilah yang disebut sikap pemenang. Orang beriman beriman harus menunjukkan sikap pemenang ketika mengalami penderitaan dan pencobaan. Dan bukan sikap kalah atau pengecut atau menyerah kalah dengan ketidak adilan dan ketidak jujuran atau kecurangan dari pihak lawan.
Keempat, pencobaan dan penderitaan bisa jadi sebagai pukulan yang datang menghantam tubuh orang beriman, dan hal itu bisa saja menyakitkan, dan mendatangkan luka.
Penderitaan dan pencobaan tidak boleh membuat kita membeku seperti es batu yang ketika dipukul akan hancur dan mencair, tetapi hendaknya kita seperti bola karet yang semakin dipukul justru semakin melenting dan melambung.
Lentingan dang lambungan semakin tinggi seirirng dengan semakin besarnya pukulan yang dterima.
Kelima, pencobaan dan penderitaan yang dialami orang beriman membuat orang beriman seakan tidak bisa bebas bergerak. Ia membuat orang beriman seperti dihimpit dengan batu-batu besar yang menindih.
Ketika Tuhan mengisinkan semua pencobaan dan penderitaan orang beriman terjadi, sebetulnya Tuhan sedang menanam akar-akar iman orang percaya diatas dasar batu-batu karang Kupang kasar dan yang tajam, batu-batu cadas yang kasar dan panas, dimana ketika akar-akarnya dan batangnya telah jauh masuk ke dalam, maka sulit bagi orang lain datang untuk mencabutnya seperti mencabut diatas tanah gembur.
Dalam kelima makna inilah maka tak heran jika si penulis mengatakan bergembira dan bersyukurlah jika kita diisinkan Tuhan untuk mengalami penderitaan dan pencobaan-pencobaan hiduo.
*******