Renungan Harian Kristen Selasa 7 Mei 2019 '' Memiliki Naluri Kepedulian Bagi Domba-domba Terlantar''
Renungan Harian Kristen Selasa 7 Mei 2019 '' Memiliki Naluri Kepedulian Bagi Domba-domba Terlantar''.
Renungan Harian Kristen Protestan
Selasa 7 Mei 2019
Oleh: Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh
'' Memiliki Instink dan Naluri Kepedulian Bagi Domba-domba Terlantar''
Tiga karakteristik utama dari misi pelayanan Yesus Menurut R.E. Nixon (Lihat R.E. Nixon, Matthew, dalam New Bible Commentary, Third Edition, Guthrie, dkk, Inter Varsity Press, Leicester-England, 1970,hlm., 828) adalah: mengajar, memberitakan Injil Kerajaan Allah (KA) dan menyembuhkan.
Tiga karakteristik ini tergambar dengan jelas dalam bacaan renungan kita hari ini Matius 9:35-38. Khususnya dalam Matius 9:35 si penulis Injil mengatakan “Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa;
Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan.”
Penegasan ini sebetulnya pengulangan dari Matius 4:23 bahwa misi pelayanan Yesus yang betumpu pada tiga karakteristik: mengajar, memberitakan Injil Kerajaan dan menyembuhkan berlaku untuk semua area Galilea baik kota dan desa.
Dari hasil perjalanan ke banyak tempat itulah Yesus mendapati bahwa kebutuhan akan pengajaran, dan pemberitaan Injil KA serta penyembuhan dari segala penyakit dan kelemahan banyak, tetapi para pekerja yang mau sungguh-sungguh untuk tugas-tugas itu hanya sedikit.
Yesus mengumpamakan sebagai tuaian: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit" (Matius 9:37).
Melihat akan hal ini Yesus sangat prihatin dan tergerak hatiNya oleh belas kasihan.
Banyak orang di berbagai tempat membutuhkan, pengajaran, pemberitan Injil KA, pertolongan dan kesembuhan dari penyakit dan kelemahan mereka, tetapi tidak semua bisa terlayani dengan baik.
Banyak yang telantar “seperti domba yang tidak bergembala”.
Karena ini Yesus mengatakan kita membutuhkan lebih banyak pekerja untuk tugas-tugas itu, dan kita dapat memohonkannya kepada Tuhan Allah pencipta untuk menghadirkan para pekerja untuk tugas tersebut (Matius 9:38).
Bagi si penulis Injil Matius belas kasihan dan keprihatian Yesus ini muncul dan termotivasi oleh dua hal penting.
Pertama, masih banyak orang entah di kota dan desa-desa yang tidak terlayani dengan baik, mereka terlantar sepeti domba-domba yang tidak diperhatikan.
Kedua, keterlantaran mereka oleh karena kinerja para gembala yang seharusnya memperhatikan mereka, tetapi itu tidak terjadi karena mereka tidak becus atau tidak bisa diandalkan dalam tugas kegembalaan mereka (Matius 9:36).
Dalam teologi etis-politik Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru istilah para gembala diidentikan dengan para pemimpin dan domba adalah simbol untuk rakyat.
Dan ketika para pemimpin gagal mensejahterahkan rakyatnya, maka para pemimpin itu akan berhadapan dengan Tuhan Allah sendiri.
Karena Tuhan Allah sendiri yang mengangkat mereka sebagai gembala dan Ia sendiri yang akan menuntut pertanggungjawaban etis moral pula.
Itulah sebabnya menurut Yesus dalam situasi yang demikian orang hanya bisa berharap dan berdoa kepada Allah untuk memberikan para pekerja, atau memberikan para pemimpin untuk tugas yang dimaksudkan.
"Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:38).
Jadi sebetulnya motivasi untuk peduli kepada domba-domba atau rakyat yang terlantar bukan hanya dari kalangan para murid Yesus, bukan hanya kalangan agamawan, bukan hanya kalangan gereja, bukan hanya kalangan cendikiawan, bukan hanya kalangan kelompok-kelompok peduli masyarakat (LSM, etc.,), tetapi semua orang termasuk para pemimpin bangsa.
Penekanan ini seperti yang ditekankan dalam Bilangan 27:16-17:
“Biarlah TUHAN, Allah dari roh segala makhluk, mengangkat atas umat ini seorang
yang mengepalai mereka waktu keluar dan masuk, dan membawa mereka keluar dan masuk, supaya umat TUHAN jangan hendaknya seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala.”
Ungkapan domba-domba yang seakan-akan tanpa gembala sebetulnya merupakkan kritik kepada para pemimpin dalam segala tingkatan dan lingkup yang tidak becus bekerja secara sungguh-sungguh bagi rakyatnya.
Ini juga yang menjadi kritikan Nabi Mikha kepada Raja Israel, raja Ahab sebagaimana dikisahkan dalam 1 Raja 22.
“"Telah kulihat seluruh Israel bercerai-berai di gunung-gunung seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala, sebab itu TUHAN berfirman: Mereka ini tidak punya tuan; baiklah masing-masing pulang ke rumahnya dengan selamat."” (1 Raja-raja 22:17).
Pembaca yang budiman kata-kata Yesus dalam injil Matius 9:35-38 ini menantang kita untuk bertindak, untuk melihat domba-domba yang terlantar baik di kota-kota dan desa-desa di seluruh negeri.
Dalam konteks NTT kisah pilu tentang ketidak adilan yang dialami Adelina Sau merupakan salah satu contoh “domba yang tak terurus dengan baik, yang terlantar tanpa gembala”.
Itulah yang memicu gelombang protes di Kupang Senin, 6 Mei 2019 oleh sebab berbagai elemen masyarakat berdemo dan mengajukan protesnya.
Mengapa tidak, Adelina Sau seorang tenaga Kerja Wanita (TKW) tewas dibunuh oleh majikann, MAS Ambika, 61 tahu di Penang, Malaysia, namun pengadilan setempat justru membebaskan sang majikan tersebut.
Bersama seluruh elemen masyarakat yang peduli masalah kemanusiaan dan hak asasi manusia juga ibunda Adelina Sau turut hadir dan menuntut keadilan untuk almarhum putrinya ( https://www.google.com/url?client=internal-uds-cse&cx=partner-pub-7486139053367666:7016215912&q=http://kupang.tribunnews.com/2019/05/06/ibunda-tkw-korban-kekerasan-adelina-sau-teteskan-airmata-saat-demo-di-kantor-gubernur-ntt&sa=U&ved=2ahUKEwjf6JSSq4jiAhUV73MBHVj0AaEQFjAAegQIBRAC&usg=AOvVaw2Ia8VEmYbAm3HDjYPepSe5).
Dalam bahasa Yesus Adelina Sau bagaikan domba, yang berkeliaran sampai ke Malaysia untuk mencari “rumput” untuk dimakan, tetapi disana dia diterkam oleh serigala buas, sementara gembala yang seharusnya menyiapkan rumput di kampungnya sendiri, tidak mampu menyiapkannya, dan bahkan ketika dia matipun tidak ada yang peduli padanya.
Demo kelompok-kelompok dan elemen masyarakat peduli Adelina Sau menuntut pemerintah daerah Provisi NTT dan juga pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden Jokowi dan Wapres Yusuf Kalla dan jajaran kabinetnya dan semua pihak yang terkait dengan pemerintahan untuk bertindak dan sebagai gembala yang peduli pada dombanya yang terlantar yang mencari makan di negeri orang dan yang mati secara tragis karena serigala buas.
Adelina hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak orang yang yang tidak memiliki gembala yang menuntun mereka mendapatkan apa yang layak untuk kehidupan mereka di kampungnya sendiri atau di negerinya sendiri yang kaya dan berlimpah sumber daya alam.
Tantangan Yesus dalam Matius 9:35-38 sebetulnya tantangan untuk semua orang yang menjalankan tugas sebagai gembala, termasuknya juga gereja dan orang-orang percaya.
Mungkin kita berpikir, bahwa itu akibat dari orang-orang seperti Adelina, mengapa mengambil resiko mencari kerja di luar negeri; atau kita berpikir bahwa bukankan setiap orang bebas dan bertanggung jawab atas diri mereka sendiri, bahwa mereka tidak mau hidup dalam kawanan domba yang lain dan yang telah mengambil resikonya sendiri untuk meninggalkan gembalanya di kampung halamannnya, maka itu kesalahan mereka sendiri yang harus mereka juga tanggung sendiri.
Kalau kita berpikir demikian, kita keliru, karena Yesus mengatakan orang-orang seperti Adelina adalah domba-domba yang terlantar, tugas kita (pemerintah, gereja, LSM, pegiat pemberdayaan masyarakat) adalah menyiapkan tempat yang aman bagi domba-domba itu, menyiapkan makanan mereka, menjaga mereka dai incaran serigala jahat yang berkeliaran dimana saja.
Bukan hanya Adelina, tetapi juga banyak yang menderita tanpa daya akibat penyakit, depresi, putus asa, atau mencari cara-cara jahat untuk bertahan hidup dengan mengorbankan orang lain.
Atau mereka yang terpaksa bunuh diri karena tidak dapat melihat lebih jauh masa depan yang lebih baik.
Banyak warga kita atau masyarakat kita seumpama domba-domba yang terlantar akibat gagal panen, kurang gisi, stunting, kelaparan akibat kekeringan, bencana alam, penganiyaan dan perang.
Mereka semuanya yang bagaikan kawanan domba yang babak belur dengan kesulitan hidup akibat krisis ekonomi, rupiah yang anjlok, dan berbagai masalah lainnya.
Kepada Mereka semua Yesus tergerak hatinya dan peduli dan mengajak kita juga peduli dan mengambil langkah-langkah konkrit agar mereka ditolong dan mencegah jangan ada lagi korban orang-orang semacam itu lagi.
Semua orang yang diberi wewenang oleh Tuhan untuk memerankan peranan gembala harus memiliki instink dan naluri kepedulian dan berbela rasa yang kuat untuk bukan hanya memberikan makanan terbaik bagi domba-dombanya, tetapi juga bagaimana melindungi mereka.
Para gembala dipilih untuk menjalankan tugas untuk melindungi domba-dombanya, jika mereka tidak becus, Tuhan akan mengangkat orang lain menggantikannya.
Supaya berhasil para gembala haruslah memiliki instink dan naluri kepedulian dan berbela rasa yang kuat seperti Yesus, yang memiliki belaskasihan, karena seperti Yesus mereka diutus Tuhan Allah Pencipta untuk menjaga kawanan dombaNya, bahkan bila perlu mengorbankan harga diri dan nyawa mereka untuk domba-domba tersebut (Markus 6:4, Yohanes 10:11).
Saya kira ini juga harus menjadi doa kita semua: Tuhan jadikanlah kami kuat dan rela membuka hati untuk melihat panggilanmu, bahwa “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit; untuk mampu dan berkualitas untuk mengajar, memberitakan Injil Kerajaan Allah dan mampu menyembuhkan bukan hanya luka-luka dan penyakit batin kami, tetapi juga luka-luka dan penyakit batin masyarakat dan bangsa kami. (*)