Renungan Harian

Renungan Harian Kristen Protestan Kamis 2 Mei 2019: "Ketika Kita Disuruh Untuk Memilih"

Renungan Harian Kristen Protestan Kamis 2 Mei 2019: "Ketika Kita Disuruh Untuk Memilih"

Editor: Eflin Rote
istimewa
Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh MA 

Renungan Harian Kristen Protestan Kamis 2 Mei 2019

Oleh: Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh Ma

Ketika Kita Disuruh Untuk Memilih

Sesuatu yang baru entah itu pikiran atau ide-ide baru, penemuan baru, selalu mendapat reaksi entah itu positif maupun negatif.

Kita ambil contoh pada waktu air mineral baru pertama kali diperkenalkan di kota Kupang, banyak orang kasi komentar, ini air putih sa ju jual? (bahasa Kupang artinya Hanya air putih saja juga orang jual)? Siapa yang mau beli? Orang dong sudah gila ko mau jual air putih?

Tenyata sekarang setelah air mineral dikenal banyak orang, hampir semua acara memakai air mineral jenis  Aqua, Aquamor, Viquam, dan lain sebagainya, bahkan air isi ulang menjamur di mana-mana.  

Orang merasa lebih praktis daripada harus masak air berpanci-panci untuk pesta, lebih baik beli ari dalam kemasan. Praktis dan cepat.

Tapi masih ada sebagian orang yang masih fanatik, tetap setia dengan air yang dimasak sendiri. Ia merasa baru minum air kalau yang dimasak sendiri hingga mencapai titik didih.

Contoh lain yaitu toko online, dimana orang dapat menjual dan membeli barang secara online.

Semula ide ini dianggap tidak masuk akal dan sulit untuk direalisasi.

Namun dengan berkembang jaringan internet, maka toko online atau belanja online banyak diminati oleh banyak orang selain praktis juga para pelanggan bisa membeli barang yang diingin dari kota mana saja bahkan dari negara mana saja secara cepat dan aman.

Contoh-contoh ini memperlihatkan bahwa meskipun pikiran-pikiran dan ide-ide, ataupun penemuan-penemuan baru itu baik dan menguntungkan, tetapi belum tentu bisa diterima dengan baik. Selalu menimbulkan pro dan kontra (menimbulkan pertentangan).

Tampilnya Yesus di panggung sejarah dengan ajaran-ajaranNya yang baru juga menimbulkan pro dan kontra di kalangan orang-orang Yahudi.

“Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu. Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian (Lukas 6:29-33).

Nilai-nilai lama, ajaran-ajaran yang lama, seperti mata ganti mata, gigi ganti gigi, justru ditentang oleh Yesus. Yesus malah mengajarkan bagaimana  mengasihi sesama seperti dirinya sendiri, bahkan musuh sekalipun mesti diampuni.

Yesus juga melarang keras adanya perceraian dalam pernikahan. Sementara orang-orang Yahudi lebih memilih untuk menceriakan istri mereka dengan alasan yang tidak mendasar dan bahkan alasan yang dicari-cari.

Ketika Taurat melarang bekerja  pada hari sabat, Yesus justru melakukannya dengan alasan yang sangat manusiawi, yaitu bahwa manusia harus mendapat tempat yang paling utama bukan Hukum.

Hukum diciptakan untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Aturan dibuat untuk kesejahteraan manusia dan bukan sebaliknya.

Ketika ahli Taurat dan orang Farisi tidak pernah menyentuh orang-orang sakit karena alasan kenajisan, Yesus justru menjamah dan menyembuhkan mereka.

Ia bahkan datang dan makan bersama dengan orang-orang berdosa. Ini sebuah nilai baru yang tidak biasa. Ini sebuah perubahan yang menimbulkan kontroversi.

Ajaran-ajaran baru yang dibawa oleh Yesus ini tentu menimbulkan pertentangan, oleh karena masih banyak orang yang ingin meneruskan nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang lama.

Dan karena itu bagi yang mau menerima dan mempraktekkan jaran-ajaran Yesus, akan mendapat tantangan oleh karena masih akan berhadapan dengan mereka yang masih mau meneruskan nilai-nilai lama. Hal inilah yang diamaksudkan oleh penulis Injil Lukas dalam Lukas 12:49-53:

49 "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala!

 50 Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!

51 Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan.

 52 Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga.

 53 Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya."

Menurut I.H. Marshall (lihat I.H. Marshall,   Luke, dalam New Bible Commentary, Third Edition, Guthrie, dkk, Inter Varsity Press, Leicester-Endgkand, 1970, hal. 909).  Apa yang ditekankan dalam teks ini adalah sebuah krisis bagi Israel.

Yesus membawa situasi krisis dalam pengertian mereka harus mengambil keputusan apakah menolak Yesus atau menerimanya dan mengakui Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Ke datangannya membawa pemisahan di antara orang-orang. Ke datanganya berarti menyalakan api ke dalam dunia. Kedatangannnya mendatangkan pertentangan di antara keluarga, dan akan nampak mana yang berpihak kepada Injil atau menolaknya.

Api Menurut Marshall adalah simbol bagi penyebaran Injil ke dalam dunia atau juga sebagai lambang dari kuasa Roh Kudus. Sedangkan air simbol dari kemalangan. Di tenggelamkan di dalam air berarti berarti berada dalam penderitaan dan kesesakan.

“Selamatkanlah aku, ya Allah, sebab air telah naik sampai ke leherku!  Aku tenggelam ke dalam rawa yang dalam, tidak ada tempat bertumpu; aku telah terperosok ke air yang dalam, gelombang pasang menghanyutkan aku. Lesu aku karena berseru-seru, kerongkonganku kering; mataku nyeri karena mengharapkan Allahku” (lihat Mazmur 69:1-3).

Itulah sebabnya juga Menurut Marshall baptisan Yesus adalah simbol atau metafor  bagi penderitaan (bandingkan Markus 10:38 “Tetapi kata Yesus kepada mereka: "Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?").

Menarik juga memperhatikan keterangan dari Dethan dan Nelson (dalam Buku Pegangan Khotbah, Prinsip dan Teknik berkhotbah dalam Alkitab,  Inara Publishin, Kupang 2016,  halaman 36-37), dimana dijelasan tentang  istilah pedang dalam Injil  Markus 10:34 yang merupakan teks paralel dari Inji Lukas 12 ini.

Dikatakan bahwa ketika Yesus mengatakan, "Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang."

(Mt 10.34), Yesus bermaksud menekankan bahwa "pedang" bukanlah kekerasan atau peperangan, melainkan sebuah krisis yang menuntut keputusan kita (dalam hal ini, orang harus memutuskan di antara kesetiaan pada Injil Yesus Kristus dan norma-norma yang berlaku dalam keluarga patriarkhal pada zaman itu). 

Berulangkali kehadiran dan ajaran Yesus menantang para pendengarnya untuk mengambil keputusan dengan segera.

Mau pancing ikan atau pancing manusia?  Mau masak di dapur atau mau dengar ajaran Yesus?  Mau kaya atau mau selamat? Mau ikut orang tua atau ikut Yesus? Mau aman atau mau pikul salib?”.

Jadi kehidupan orang beriman selalu diperhadapkan dengan pilihan-pilihan apakah mau mengikut Yesus atau Iblis. Mau menjalanan Firmannya atau hidup sesuka hati menurut perasaan dan kemauan diri sendiri.

Walaupun sudah lama menjadi orang Kristen, tetapi tidak jarang kita mengalami pertentangan-pertentangan, baik dalam masyarakat, gereja bahkan keluarga. Semua ini membutuhkan keputusan. Keputusan harus diambil tiap-tiap hari, dan itu resiko dari mengikut Yesus.    

Ketika orang banyak dalam bacaan Lukas 12 ini dibuat syok oleh Yesus dengan pernyataannya yang kontroversial, kita juga turut syok ketika pertamakali membaca teks ini.

Orang banyak itu juga mungkin adalah gambaran dari kita selaku orang beriman pada masa kini. Kita juga berjumpa dengan sosok Yesus yang berbeda dengan sosok Yesus yang kita kenal.

Yesus yang kita kenal sebagai pembawa damai malah mengatakan sebagai pembawa pertentangan.

Yang pasti adalah  bahwa Yesus menantang kita untuk menjadi murid-muridnya yang lebih sungguh untuk mengambil keputusan bagi diri sendiri secara tepat, yaitu mengutamakan Kristus lebih dari apapun di dalam dunia. ******

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved