Atasi Stunting, Masyarakat Harus Ubah Pola Hidup

Dalam rangka menurunkan prevelensi Stunting di Nusa Tenggara Timur, masyarakat diminta untuk mengubah pola hidup.

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Ferry Ndoen
POS-KUPANG.COM/LAUS MARKUS GOTI.
Marroli J. Indarto, Kepala Subdirektorat Informasi dan Komunikasi Kesehatan, Direktorat Infokom PMK, Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) di Rumah Jabatan Walikota Kupang, Kamis (2/5/2019). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Dalam rangka menurunkan prevelensi Stunting di Nusa Tenggara Timur, masyarakat diminta untuk mengubah pola hidup.

Masalah utama stunting ialah soal pola atau prilaku hidup yang kurang sehat jadi pola hidup yang tidak sehat harus diubah," ungkap Marroli J. Indarto, Kepala Subdirektorat Informasi dan Komunikasi Kesehatan, Direktorat Infokom PMK, Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO).

Marroli mengatakan hal itu kepada POS-KUPANG.COM, di sela kesibukannya memberikan sosialisasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Dalam Rangka Penurunan Prevalensi Stunting di Aula rumah jabatan Walikota Kupang, Kamis (2/5/2019).

Ia mengatakan pemerintah tidak bisa bekerja sendiri untuk atasi stunting, butuh peran aktiv masyarakat, komunitas, organisasi, media untuk terus memberikan edukasi dan sosialisasi. "Dan ini harus dilakukan secara berkesinambungan. Dari riset kita, baru 60% masyarakat Indonesia yang tau soal stunting," ungkapnya.

BREAKING NEWS- Mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya Diperiksa Dua Jam Lebih di Kejati NTT

Di NTT, kata dia, sudah dilakukan beberapa wilayah di Manggarai dan saat ini di Kota Kupang. "NTT termasuk salah satu provinsi yang jumlah stuntingnya tinggi, tapi tahun ini secara nasional turun, dari 37% ke 30%," ungkapnya.

Ia menjelaskan, Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla bekerja keras menurunkan tingkat prevalensi stunting, dari 37,2% (Riskedas, 2013) menjadi 30,8% (Riskedas, 2018).

"Angka tersebut masih tinggi, artinya masih ada tiga dari sepuluh balita stunting di Indonesia. Namun, pemerintah optimis angkanya semakin turun karena ragam kebijakan intervensi penanggulangan stunting," ungkapnya.

Lanjutnya, Pemerintah melakukan intervensi dalam dua skema. Pertama, intervensi spesifik atau gizi dengan melakukan pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan anak, sumplementasi gizi, pemberian tablet tambah darah, dan konsultasi.

Kedua, intervensi sensitif atau non gizi seperti penyediaan sanitasi dan air bersih, lumbung pangan, alokasi dana desa, edukasi, sosialisasi dan sebagainya.

“Program pemerintah untuk menurunkan stunting meliputi berbagai aspek yaitu kesehatan maupun non kesehatan. Anggaran yang dialokasikan juga besar untuk menanggulangi isu ini. Namun, ragam program tidak akan berdampak banyak, bila tidak disertai pola pikir sehat. Untuk itu, harus ada perubahan perilaku dari masyarakat.” ungkapnya.

Marroli menambahkan, sosialisasi stunting ini penting untuk mencegah munculnya SDM yang tidak kompeten ketika menghadapi bonus demografi tahun 2030. Tahun itu, diperkirakan 68% penyangga ekonomi bangsa Indonesia adalah orang-orang produktif yang lahir saat ini.

"Pemerintah juga tidak ingin sumber daya manusia ini mundur sebelum pertandingan global karena kalah kompetisi akibat stunting," ungkapnya.

Ia mengatakan, sesuai Inpres Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, KOMINFO diamanatkan untuk mengkoordinir isu sektor menjadi narasi tunggal untuk disampaikan ke masyarakat. Khusus untuk stunting, KOMINFO menjadi koordinator

Kampanye nasional tersebut, kata dia, bersama Kementerian Kesehatan dan sepuluh institusi pemerintah lainnya, termasuk Pemerintah Daerah.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved