Renungan Harian

Renungan Harian Kristen Protestan, Rabu 1 Mei 2019: "Quality Time Bersama Anak-Cucu-Cece"

Renungan Harian Kristen Protestan, Rabu 1 Mei 2019: "Quality Time Bersama Anak-Cucu-Cece"

Editor: Eflin Rote
Dok Pribadi/Mesakh A.P. Dethan
Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA 

Renungan Harian Kristen Protestan Rabu 1 Mei 2019

Oleh: Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh

--

Quality Time Bersama Anak-Cucu-Cece

Ada nada pujian dan kebanggaan ketika Rasul Paulus  menulis surat kepada Timotius.  Pujian itu Paulus ungkapkan dalam 2 Timotius  3:10-12:

“Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku.Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra. Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari padanya.Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya”.

Sikap dan cara hidup Timotius berbeda dengan gambaran Paulus tentang orang-orang Kristen yang hidup seperti “pada masa akhir” atau pada masa menuju kiamat.

“Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang.

Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.

Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.

Jauhilah mereka itu! Sebab di antara mereka terdapat orang-orang yang menyelundup ke rumah orang lain dan menjerat perempuan-perempuan lemah yang sarat dengan dosa dan dikuasai oleh berbagai-bagai nafsu, yang walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran.

Sama seperti Yanes dan Yambres menentang Musa, demikian juga mereka menentang kebenaran. Akal mereka bobrok dan iman mereka tidak tahan uji. 

Tetapi sudah pasti mereka tidak akan lebih maju, karena seperti dalam hal Yanes dan Yambres, kebodohan merekapun akan nyata bagi semua orang” (2 Timotius 3:1-9).

Pilihan hidup Timotius berbeda dengan orang kebanyakan pada masa yang digambarkan Paulus itu.  Timotius justru menunjukkan keteladanan hidup dan bahkan sabar serta tahan menderita ketika ikut bersama Paulus dalam pekabaran injilnya.

“Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra” (2 Timotius 3:11).

Yang menarik adalah bahwa menurut Paulus sikap Timotius yang dewasa secara moral, berbudi pekerti yang baik, mau mengambil bagian dalam Pekabaran Injil dan bahkan siap untuk berkorban serta rela menderita ternyata merupakan hasil didikan dari orang-orang dekat Timotius sendiri, terutama neneknya Lois dan ibunya Eunike (1 Timotius 1:5).

Hal ini mau mengindikasikan bahwa perlakuan orang tua terhadap anak-anak dan cucu-cucu serta cece mereka sedikit banyak akan berpengaruh kepada kehidupan mereka pada masa dewasa.

Para ahli telah membuktikan melalui hasil riset mereka bahwa apa yang dialami seseorang pada masa kecil berpengaruhi besar terhadap masa dewasanya.

Anak-anak remaja yang sudah terbiasa merokok dan minum minuman keras serta telah mengenal seks bebas, pada masa dewasa mereka akan banyak mengalami persoalan dan kesukaran hidup dan mudah terlibat dalam tindakan-tindakan kriminalitas lainnya pada masa dewasa mereka.

Mengapa? Karena para ahli melihat sifat dasar anak-anak yang mempunyai kemampuan meniru yang luar biasa. Jika lingkungannya buruk mereka akan meniru yang buruk, tetapi jika lingkungannya baik, maka mereka akan meniru yang baik.

Ketika lahir seorang anak tidak dilengkapi dengan Kamus dan buku Gramar sebuah bahasa, tetapi dengan kemampuan meniru yang luar biasa mereka akan menguasai bahasa ibu mereka itu dengan sangat sempurna.

Pembaca yang budiman mungkin ini bisa menjadi potret kehidupan masyarakat kita. Atau mungkin saja potret ini ada dalam keluarga kita masing-masing.

Banyak anak yang mengalami berbagai persoalan.

Mereka tidak didengarkan, bahkan tidak dihargai. Mereka bekerja ketika masih di bawah umur dan saat dimana mereka harus sekolah; mereka mengalami kekerasan di tempat kerja, kekerasan dalam rumah tangga (maki-makian, pukulan menjadi hal yang biasa, pelecehan dari “senior” dan “orang yang lebih tua’ dari mereka).

Mereka tidak dibimbing untuk bertumbuh dalam iman kepada Tuhan.

Orang tua bahkan tidak dapat memberikan teladan kepada mereka. Akhirnya mereka menemukan dunia mereka melalui minuman keras, narkoba dan seks bebas.

Mereka bertumbuh menjadi anak-anak yang suka memberontak, suka membuat keonaran. Mereka bertumbuh dengan luka batin yang dalam.

Seandainya masa kecil mereka bisa terulang kembali, maka ada kesempatan kedua untuk memulihkan mereka.

Sayang sekali masa kecil kita semua tidak akan terjadi dua kali. Masa kecil setiap orang tidak pernah terulang kembali karena hanya sekali dalam hidup. Padahal apa yang dialami pada masa kecil, akan menentukan masa depan seseorang.

Pembaca yang budiman kesasadaran hal ini ada dalam diri orang tua Timotius, khususnya ibunya Eunike dan neneknya Lois dalam bacaan kita II Timotius 1:3-14.

Mereka mengisi masa kecil Timotius dengan membimbing dia mengenal dengan baik Kitab Suci dan memberikan teladan iman, sehingga Timotius kemudian bertumbuh menjadi anak yang beriman, memiliki hati nurani yang murni dan karena itu dipercaya oleh  Paulus untuk melanjutkan pelayananNya.

Johanes Calvin, salah seorang reformator gereja pernah menulis, bahwa: „ waktu kecil, Timotius dididik sedemikian rupa, sehingga kesalehan itu seakan-akan diteguknya bersama-sama air susu ibunya“.

Calvin mau katakan bahwa ibunya telah melakukan bagiannya yang terbaik, sehingga Timotius kemudian bertumbuh menjadi anak yang saleh, yang beriman dan takut akan Tuhan.

Dengan memberi gambaran seperti ini, itu bukan berarti kemudian Timotius menjadi manusia super seperti tokoh-tokoh dalam film layar Avengers: Ironman, Thor, Nomad, Groot, Black Panther, Captain Marvel, Iron Spider, Doktor Strange, Thanos, Black Widow, etc.

Tentu saja tidak. Timotius bukanlah manusia super dalam dongeng itu.

Timotius juga memiliki banyak kelemahan dan keterbatasan. Ia pemalu, kurang percaya diri dan sering sakit karena itu dalam 2 Timotius 1:6 Paulus mendorong Timotius untuk mengobarkan kasih karunia yang ada padanya. Karunia yang ada dalam diri Timotius disamakan dengan api yang perlu terus-menerus dikobarkan.

Paulus mendorongnya untuk tidak malu, juga tidak ada oang yang menganggapnya rendah, menggunakan karunia yang ada dalam dirinya, sebab jika karunia itu tidak dikembangkan, maka suatu waktu Tuhan akan menuntut kembali.

Paulus yakin bahwa iman yang kuat dalam diri Timotius itulah yang menjadi dasar yang kuat untuk melanjutkan pelayanannnya. Paulus bahkan berulang-ulang memujinya, dan menyapanya dengan sapaan anakku yang kekasih.

Paulus bahkan mendorongnya untuk siap untuk menghadapi pengajar-pengajar sesat.

Timotius akhirnya dapat melaksanakan tugas yang berat itu karena orang tuanya telah memberinya sesuatu yang penting, yaitu iman, teladan hidup yag baik, dan lingkungannya, terutama pertemuannnya dengan Rasul Paulus.

Pengalaman masa kecil Timotius ini menjadi pengalaman yang sangat berharga untuk kita renungkan bersama sebagai orang-orang tua Kristen masa kini bahwa pengalaman masa kecil anak-anak kita akan sangat menentukan masa depan mereka.

Sekali lagi saya tekankan penelitian telah membuktikan bahwa anak-anak yang sukses, yang kompeten secara sosial, berintegritas, dapat bekerja sama dengan teman sebayanya tanpa disuruh, membantu orang lain, memahami perasaan mereka, dan menyelesaikan masalah mereka sendiri, tidak suka mencari kambing hitam, jauh lebih mungkin untuk untuk sukses pada masa dewasa mereka.

Jadi kalau kita sebagai orang tua bisa memberikan perhatian cukup, cinta, dan kasih sayang kepada anak-anak kita, maka mengapa kita harus menahanya untuk dilakukan?

Karena karier dan kebahagian anak-anak kita pada masa dewasa sedikit banyak dipengaruhi oleh perlakuan kita pada masa kecil mereka.

Anak-anak kita bukanlah manusia yang sempurna. Mereka juga memiliki keterbatasan dan kelemahan (pendiam, pemalu, kurang percaya diri, sakit-sakitan, etcl).

Namun ketika kita sebagai orang tua memberikan waktu dan perhatian  yang  layak mereka terima, maka potensi-potensi diri yang ada dalam diri mereka (bakat, kemampuan untuk bernyanyi, bermain drama, berolahraga, menggambar, untuk menari, untuk melukis, kemampuan matematika, kemampuan fisika etc) bisa dimaksimalkan.  

Para orang tua modern harus dimulai dengan meluangkan waktu untuk membekali anak-anak mereka dengan Firman Tuhan, dengan mengajarkan nilai-nilai yang baik dalam hidup (kejujuran, integritas, siap kalah ataupun menang dalam komptesi apapun), melalui aktifitas sehari-hari.

Waktu makan bersama di meja makan mungkin bisa menjadi salah satu alternatif untuk berkomunikasi dengan mereka.

Memang harus diakui bahwa banyak keluarga yang tidak dapat menikmati suasana kekeluargaan pada saat makan bersama oleh karena kesibukan.

Ada kalanya terjadi orang tua (bapa dan ibu) keluar bekerja ketika anak-anak masih tidur dan ketika kembali ke rumah anak-anak mereka sudah tidur lagi, karena harus bangun bagi ke sekolah dan atau ke kantor.

Banyak keluarga tidak bisa menikmati makan bersama karena masing-masing sibuk dengan urusannya, padahal pada saat makan bersama, ada hal-hal penting yang bisa didiskusikan.

Oleh karena itu sebaiknya waktu liburan hendaknya digunakan para orang tua untuk membangun komunikasi dengan anak-anak mereka. Orang tua harus mampu menggunakan apa yang disebut para ahli pendidikan dengan “Quality Time”.

“Quality Time” menurut para ahli merupakan waktu berkualitas yang memiliki arti penting yang seseorang habiskan dengan orang-orang yang dikasihinya yang ada disekelingnya setiap harinya.

Dalam konteks percakapan kita yaitu bagaimana orang tua mampu mengembangkan waktu berkualitas bersama anak-anak mereka.

Makan malam bersama, nonton bersama, jalan pagi bersama di Car Free Day, makan siang bersama di tepi pantai; atau memandang matahari terbit dari puncak bukit tertinggi di wilayah Anda; memancing bersama atau berlibur bersama di pantai adalah contoh-contoh kecil yang orang tua bersama anak-anak mereka menghabiskan “Quality Time” mereka.

Pembaca yang budiman mungkin secara fisik anak-anak kita lemah, pemalu, tetapi saya yakin ketika mereka dibimbing dengan baik, mereka akan bertumbuh menjadi anak-anak yang percaya diri, terutama menjadi anak-anak yang jujur, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.

Terkadang sebagai orang tua kita kecewa karena anak-anak kita tidak seperti anak-anak orang lain yang yang cerdas dan nampak hebat; bisa tampil di depan umum, yang punya suara bagus, yang meiliki bakat seperti anak-anak berbakat di acara Indonesia mencari bakat di televisi etc.

Tiap anak dengak bakat yang Tuhan siapakan bagi mereka, karena peranan orang tua adalah bersama menemukan bakat anak-anak yang Tuhan siapkan itu.

Kita tak perlu menjadikan semua anak punya hobi yang sama atau harus meraih gelar bergensi yang orang tua bisa banggakan. Mungkin suaranya fals, tapi dia bisa membaca puisi, atau dia kuat dalam pelajaran matematika, atau menggambar.

Yang paling penting, para orang tua mampu menciptakan suasana dan kodisi agar iman dan potensi mereka terbangun; Memberi waktu kita untuk mendampingi mereka, mengerti kebutuhan-kebutuhan mereka.

Oleh karena itu yang menjadi dasar untuk menghadapi dunia yang serba maju dan bisa saja dapat menyesatkan mereka. Kita mesti menyiapkan waktu bagi mereka dan mendampingi mereka walauun waktunya sedikit tetapi berkualitas.

Anak-anak kita kita adalah harta yang tak ternilai yang dititipkan Tuhan kepada kita. Dan sebagai orang tua, kita juga tidak sempurna.

Allah telah menempatkan hartaNya dalam bejana tanah liat yang gampang pecah. Kita juga banyak kekurangan. Namun percayalah bahwa tangan Allah tidak pernah dilepaskan dari harta itu.

Pada akhirnya Allah sendiri akan menjaga mereka. Karena itu marilah kita melakukan tanggungjawab kita dengan baik dalam keyakinan bahwa Allah sangat mengasihi mereka. Ia tidak saja mengasihi mereka dengan kasih yang kekal, tetapi Allah juga telah menyelamatkan mereka.

Marilah kita berjanji dan memiliki komitmen untuk memberikan waktu, pengertian, penghargaan yang layak bagi anak-anak kita. So, jadi apakah kita sudah punya “Quality Time” bersama anak-anak dan cucu-cucu serta cece kita?

*******

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved