Istana Negara Tanggapi Rencana Amnesty Internasiona Bawa Kasus Novel ke AS?
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mempertanyakan langkah organisasi hak asasi manusia Amnesty Internasional yang hendak membawa isu kasus Novel ke AS
Berbagai upaya telah ditempuh, termasuk langkah hukum untuk mengusut kejadian ini.
Namun, dua tahun berlalu tak satu pun ada titik terang yang diperlihatkan kepolisian.
Identitas penyerang masih menjadi teka-teki, apalagi otak penyerangan yang keberadaannya masih merasa aman dari jangkauan aparat hukum.
Wajar jika kemudian banyak pihak, termasuk Novel sebagai korban, mencurigai banyak kejanggalan terjadi dalam pengusutan kasusnya.
Berdasarkan catatatan media, berikut sejumlah kejanggalan penanganan kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan:
1. Tak ada sidik jari di alat bukti
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, tidak ditemukan adanya sidik jari pada cangkir berisi sisa air keras yang ditemukan di lokasi penyerangan.
Sidik jari yang semestinya bisa menjadi petunjuk untuk menemukan pelaku, disebut hilang karena cangkir yang ditemukan dalam kondisi basah.
"Sidik jari memang tidak ada atau tidak ditemukan di dalam botol atau gelas yang ada," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada 31 Juli 2017, saat melakukan konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta. Karena basah, serbuk yang digunakan oleh kepolisian sebagai alat pengungkap, tidak dapat bekerja dengan baik. "Saat akan di-swipe menggunakan serbuk, di situ masih basah sehingga sidik jarinya menjadi hilang dan serbuknya tidak bisa membaca sidik jarinya," ujar Tito.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menduga pelaku menggunakan sarung tangan saat melakukan aksinya, sehingga tidak ada jejak sidik jari yang tertinggal.
"Jadi gini, itu adalah cairan H2SO4 ya, kalau kena tangan melepuh, kalau kena celana jeans itu berlubang, kira-kira apakah pelaku pakai tangan telanjang? Kami ada beberapa kemungkinan, (pelaku) bisa pakai sarung tangan," ujar Argo, di Mapolda Metro Jaya, 23 Agustus 2017.
Menanggapi hal itu, Novel yang merupakan penyidik KPK dari Polri, tidak habis pikir dengan sidik jari yang tidak ditemukan di alat bukti.
"Sidik jari, belakangan ini saya ketahui sudah tidak ada. Bukti elektronik malah hilang. Sebagai orang yang punya nalar, saya berpikir apa yang saya ketahui dari sisi yang lain digunakan untuk pembuktian, kemungkinan kedua bukti-bukti lain dihilangkan dengan sempurna," ujar Novel, 26 Januari lalu.
2. Hasil Rekaman CCTV
Novel yang mengaku pesimistis terhadap kinerja kepolisian menangani kasusnya, menyayangkan tidak adanya pemeriksaan rekaman closed circuit television (CCTV) yang sebenarnya merekam kejadian pagi itu.