Renungan Harian Kristen Protestan
Renungan Harian Kristen Protestan 13 April 2019: Kalaupun Ia Ditanam dan "Mati", Ia Tidak Percuma!
Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah"
Renungan Harian Kristen Protestan 13 April 2019
Oleh:Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh
Kalaupun Ia Ditanam dan "Mati", Ia Tidak Percuma!
"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah" (Yoh. 12:24).
Perkataan yang Tuhan Yesus ucapkan kepada murid-muridNya ini untuk memberitahukan bahwa kematiannya sudah dekat. Yesus harus menjalani kesengsaraan dan mati.
Kalau mendengar orang tua yang berkata kepada anak-anaknya mungkin awalnya mereka kaget. Tetapi kalau yang bersangkutan sungguh-sungguh, dan apalagi dalam keadaan sakit yang tidak bisa disembuhkan dan dokter juga telah memvonisnya.
Maka pasti keluarga hanya pasrah dan mulai mempersiapkan segalanya.
Mempersiapkan peti mati. Mempersiapkan jalanya upacara pemakaman. Siapa sahabat dari orang tua itu yang harus memberi sambutan keluarga dan lain sebagainya.
Yesus pun seakan-akan mempersiapkan para murid untuk segera menyiapkan liturgi kematian baginya.
Namun dalam teks Yoh. 12:20-36 ini bukan soal kematian biasa yang Yesus mau bicarakan. Bukan juga soal kematian dalam pemikiran manusia umumnya, dimana kematian adalah sesuatu hal yang pasti dalam hidup manusia.
Tetapi di sini Yesus membiarkan tentang suatu kematian yang memberi buah. Karena itu Yesus mengumpamakan kematianNya seperti biji gandum yang jatuh ke dalam tanah dan mati.
Kematian menurut versi Yesus ini membawa kepastian. Tidak seperti hal-hal lain dalam hidup kita yang belum pasti.
Jodoh adalah sesuatu yang belum pasti terutama bagi belum menikah; pekerjaan bagi yang belum memperoleh pekerjaan, kelulusan bagi yang akan ujian, keterpilihan bagi yang caleg dan bertarung menjadi pemimpin; ramalan cuaca yang tidak pasti diprediksi, ramalan Sio untuk yang gemar mengisi kupon putih atau judi semacamnya, dan masih banyak hal yang belum pasti.
Kepastian bahwa semua orang akan mati tidak bisa kita bantah. Yang membedakannya hanya tempat dan cara kita mati.
Ada yang mati di laut, ada yang di darat, di kali, ada yang mati di rumah sakit, di jalan raya, di rumahnya sendiri atau rumah keluarganya dan lain sebagainya.
Beberapa orang malah sekarang menjadikan jembatan Liliba menjadi kematiannya karena menjadi tempat bunuh diri.
Jembatan Liliba menjadi trend orang Kupang untuk pilihan bunuh diri ketika putus cinta, keretakan rumah tangga dan lain sebagainya. Bahkan juga menjadi pilihan bendera-bendera partai politik digantung di situ.
Beberapa hari yang lalu mungkin karena kurang hati-hati pada jembatan Liliba ini waktu dipasang ada bendera-bendera partai tertentu, bendera-bendera itu terjun nyungsep ke jurang.
Apakah ini tanda-tanda buruk atau baik tidak ada yang tahu, heheheheh.
Yesus sama sekali tidak membicarakan bagaimana cara mati, tetapi Yesus mau membicarakan tentang arti dan makna kematianNya bagi orang beriman dan dunia.
Ia harus menderita dan mati seumpama gandum yang jatuh ke dalam tanah, tetapi kemudian tumbuh berkembang dan menghasilkan buah. Inilah makna positif dari kematian Yesus.
Kematian yang dialami oleh orang-orang yang merugikan orang lain tidak akan membawa suatu kenangan yang positif.
Saat seorang penjahat atau pembunuh mati, tentu banyak orang merasa lega. Berbeda dengan kematian seorang yang cinta perdamaian atau mereka yang telah banyak mengabdikan hidupnya bagi kemanusiaan.
Kematian Bunda Theresa, membuat banyak orang berduka. Karena selama hidupnya ia telah banyak berbuat baik bagi banyak orang dan bagi kemanusiaan.
Kehidupannya telah memberi inspirasi, motivasi, keteladanan dan kekuatan moral kepada banyak orang untuk melanjutkan perjuangannya. Kematiannya menghasilkan kehidupan yang lebih berkualitas bagi dunia.
Banyak orang mengaguminya entah dari agama, etnis, dan ras manapun.
Karena kebaikannya menembus segala batas-batas dan sekat-sekat yang membuat manusia tidak bebas dan menderita, sengsara karena kemiskinan, korban dari ketidakadilan masyarakat dan negara.
Di situ Bunda Theresa berkarya tanpa pamrih hingga akhir hidupnya.
Dalam bacaan kita hari ini Yesus tidak hanya sedang berhadapan dengan murid-muridNya, akan tetapi Ia juga sedang berhadapan dengan banyak orang yang belum mengerti tujuan kedatangan Yesus ke dunia, apalagi Yesus mesti mati dengan cara yang dipandang aneh.
Dibenak para murid yang mengharapkan Yesus sebagai Mesias Israel pemberitahuan tentang kematian Yesus ini merupakan sesuatu yang aneh.
Mesias yang diharapkan datang sebagai Raja untuk membebaskan Israel dari penjajahan bangsa Romawi, justru mesti mati ditangan musuh mereka dan dengan cara penghukuman mereka juga yaitu mesti mati di kayu salib?
Keragu-raguan dan rasa aneh para murid ini dijawab oleh Yesus dengan penjelasan kematianNya yang seumpama biji gandum itu.
Juga di katakan di ayat 20, diantara orang-orang yang pergi beribadah, ada beberapa orang Yunani. Mereka ingin berjumpa dengan Yesus. Tidak dijelaskan apa maksud mereka ingin berjumpa dengan Yesus.
Filipus dan Andreas belum sempat bertanya, tapi Yesus langsung menjelaskan kepada mereka dalam ayat 23:
"Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah" (Yoh. 12:23-24).
Inti makna perkataan Tuhan Yesus menunjuk kepada saatNya untuk dimuliakan telah tiba. Saat untuk dimuliakan Allah adalah melalui kematianNya.
Yesus memakai perumpamaan atau contoh yang sangat dekat dengan pekerjaan mereka sebagai petani: yaitu mengenai gandum atau padi yang mesti ditanam lebih dahulu baru muncul kehidupan.
Kalau gandum atau padi hanya disimpan dalam karung atau blek, tidak mungkin muncul tanaman bakan tanaman baru.
Yesus memberi sebuah pemahaman baru bahwa di tengah-tengah dunia dimana orang lebih suka mengorbankan orang lain, Yesus justru mengorbankan diriNya untuk banyak orang.
Yesus tahu bahwa untuk sebuah upaya untuk memenangkan sebuah perjuangan, dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit.
Ketika dosa telah menguasai kehidupan manusia, Yesus mesti menanggung dosa manusia agar manusia dibebaskan dari dosa-dosanya.
Dosa mementingkan diri sendiri, dosa keserakahan, dosa iri hati, dosa fitnah, dosa menganggap diri paling benar dan lain sebagainya.
Menarik bahwa ketika Yesus sedang membicarakan kematiannya di situ juga hadir orang-orang dari bangsa lain, bangsa non Yahudi yaitu bangsa Yunani.
Ini mengindikasikan bahwa kehadiran orang-orang Yunani sebagai wakil dari bangsa-bangsa di luar umat Israel, juga akan memperoleh anugerah keselamatan Allah.
Kematian Kristus tidak hanya berdampak kepada sekelompok umat tertentu saja, kepada ras dan etnis tertentu saja, tetapi juga kepada seluruh umat manusia.
Itu sebabnya kematian Kristus bukanlah suatu tragedi, sebaliknya menjadi rahmat Allah. Tepatnya di dalam peristiwa salib, terbukalah kasih-karunia dan keselamatan Allah bagi seluruh bangsa.
Saat Kristus wafat dan dimuliakan, di situlah Kristus akan menarik semua orang untuk datang dan dijadikan milikNya.
Pintu keselamatan terbuka kepada semua orang dalam segala lingkup dan ini yang mesti terus diperjuangan gereja sebagai kumpulan orang percaya.
Di Yoh. 12:32, Tuhan Yesus berkata: "Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku".
Rahasia kematian Kristus di atas kayu salib mampu membongkar tembok-tembok yang memisahkan antar umat, sehingga terbukalah suatu ruang yang luas untuk didiami oleh semua orang dari berbagai ras, etnis, dan berbagai-bagai kepentingan.
Melalui kematian dan kemuliaanNya, terbuka dan tersedia suatu ruang "kebersamaan ekumenis" yang menyingkirkan setiap bentuk diskriminasi dalam kehidupan orang percaya.
Kematian Yesus karena itu tidak bisa dibelenggu dalam penjara-penjara denominasi, ajaran-ajaran dan dogma gereja yang tidak sesuai dengan kasih Kristus dan atau dengan klaim-klaim keselamatan sepihak.
Dengan demikian melalui kematian Kristus, Allah meniadakan setiap pola atau model kehidupan yang eksklusif.
Di dalam Kristus, orang percaya dipanggil untuk bersikap inklusif.
Dengan sikap inklusif, dimaksudkan mereka mampu menerima perbedaan, keunikan, dan keragaman menjadi suatu kekuatan untuk memperkaya spiritualitas yang mempermuliakan Kristus.
Sudah saatnya gereja tidak lagi sibuk mempersoalkan doktrin-doktrinya dan klaim sepihak, tetapi hendaknya sibuk dan bekerja sama meningkatkan ekonomi masyarakat.
Musuh gereja bukan terutama ajaran denominasi satu dengan yang lain, tetapi lebih kepada kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat.
Kekhasan berita Injil Yohanes tentang kematian Kristus bersifat positif. Karena itu makna "kematian" Kristus dipergunakan kata doxazo " (kata Yunani untuk dimuliakan).
Berulang-ulang Injil Yohanes pasal 12 menggunakan kata "dimuliakan", " atau bentuk aktifnya "memuliakan" yang menunjuk kepada kematian Kristus.
Itu sebabnya dengan pertanyaan retoris, Tuhan Yesus berkata: "Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini" (Yoh. 12:27).
Tuhan Yesus sama sekali tidak meminta agar BapaNya menyelamatkan Dia dari kematian. Sebab untuk tujuan khusus itulah Dia datang ke dalam saat ini, yaitu kepada suatu momen waktu yang telah ditentukan oleh Allah untuk menderitas sengsara dan mati.
Dia datang untuk mati dan menghasilkan buah kehidupan yang kualitatif bagi seluruh umat manusia di muka bumi kini dan akan datang.
Misi kedatangan Kristus tersebut diperkuat oleh nubuat nabi Yesaya. Semula nubuat nabi Yesaya menunjuk kepada umat Israel selaku hamba yang telah dipanggil Allah sejak dari kandungan.
Umat Israel dipanggil untuk menyatakan keagungan dan keselamatan Allah bagi bangsa-bangsa. Tetapi dalam perjalanan sejarahnya umat Israel gagal untuk menjadi hamba Allah yang setia.
Kehidupan mereka tidak mempermuliakan Allah, sehingga mereka tidak dapat menyatakan keselamatan Allah kepada bangsa-bangsa di bumi.
Akhirnya, melalui Yesus Kristus yang adalah bagian dari umat Israel yang dipilih Allah untuk menyatakan kemuliaan dan keselamatan Allah bagi seluruh umat manusia. Untuk itulah Kristus membentuk gerejaNya.
Tujuannya adalah agar melalui gerejaNya, umat percaya mampu memuliakan dan memberitakan keselamatan Allah kepada seluruh umat manusia.
Ketika kita merayakan minggu-minggu sengsara Tuhan Yesus, kita tidak hanya mengenang, atau mengingat kebaikan-kebaikan Yesus,
tetapi makna kematian Yesus menjadi motivasi, dorongan, semangat bagi kita untuk bersedia menerima risiko untuk sebuah perubahan, bersedia menerima resiko tidak disukai untuk sebuah perubahan yang lebih baik.
Bersedia berbagi untuk orang lain, bersedia tidak terkenal demi orang lain. Bersedia tidak populer dan dibenci karena sebuah kebenaran yang hendak diperjuangan.
Dalam hidup kita ada begitu banyak orang yang lebih suka mengorbankan orang lain daripada berkorban.
Ataupun kalau berkorban, orang seperti memancing dengan umpan ikan kecil untuk dapat yang besar; memakai umpan sardin supaya dapat kakap.
Kelihatan memang orang berkorban tetapi mau dapat banyak keuntungan. Ini berbeda dengan model yang ditunjukkan Yesus.
Gereja, atau orang kristen, mesti bersedia berkorban dan tidak hanya cari aman, untuk sebuah perubahan ke arah yang lebih baik.
Dalam lima hari ke depan kita akan memilih Presiden dan wakilnya, juga para caleg dari tingkat daerah hingga nasional. Banyak janji yang sudah kita dengar.
Sebagai warga negara yang ikut memilih, marilah kita memilih pemimpin dan calon wakil rakyat yang mau berjuang untuk kesejahteraan rakyatnya, yang telah bekerja bagi rakyat yang telah bertolak ke dalam pergumulan-pergumulan masyarakat,
dan bukan pura-pura berkorban untuk dapat yang lebih besar untuk kesenangan dirinya dan kroni-kroninya dan kemudian korupsi dan jual beli jabatan.
Kita harus bebas memilih sesuai dengan hati nurani tanpa ditakut-takuti, tanpa intimidasi dalam berbagai bentuk baik oleh para akedemisi, tokoh agama maupun para politisi.
Kita doakan agar pemilihan berjalan baik dan kita bisa memperoleh pemimpin yang tidak hanya pura-pura berjanji dan berkorban, atau selalu punya jurus baru dalam berjanji sedangkan realisasinya sulit,
tetapi kita mampu dan sanggup memilih pemimpin dan wakil rakyat yang mau sungguh-sungguh berjuang untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, yang bebas dari belenggu hutang, bebas dari ketergantungan pangan dari bangsa lain, dan mandiri secara ekonomi, politik dan keamanan.
Sehingga kalaupun suatu kali kelak pemimpin atau wakil rakyat semacam itu mati pun mereka setidaknya sudah mencoba menjadi biji gandum seperti yang Yesus terangkan sehubungan dengan penderitaan dan kematiannya. (*)