Renungan Harian Kristen Protestan

Renungan Harian Kristen Protestan Rabu 3 April 2019: "Lindungi Anak-anak Kita dari Miras"

Renungan Harian Kristen Protestan Rabu 3 April 2019: "Lindungi Anak-anak Kita dari Miras"

Editor: Eflin Rote
istimewa
Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh MA 

Renungan Harian Kristen Protestan

Oleh: Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh

Lindungi anak-anak kita dari MIRAS

-- 

Pro kontra akan diluncurkannya Miras Sophia berkadar alkohol 45 persen oleh pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat rencananya pada bulan Juni 2019 mulai muncul ke permukaan.

Ada yang pro dan ada yang kontra terhadap rencana Laiskodat ini.

Minuman keras atau miras khas daerah NTT in diberi nama Sophia (singkatan dari Sopi asli).

Melihat namanya lucu mirip perempuan ada netizen yang menambahkan kalau Moke dilegalkan namannya menjadi Monika, kalau Laru dilegalkan maka namanya menjadi Laura, heheheh.

Sophia diharapkan menyaingi cap tikus dari Manado, demikian Gubernur NTT. Untuk meluncurkan miras sophia ini, pemerintah membangun kerja sama dengan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang untuk melakukan penelitian dan pengkajian terkait minuman yang akan diluncurkan itu (https://bisnis.tempo.co/read/1191282/ntt-segera-luncurkan-miras-sophia-berkadar-alkohol-45-persen)

"Pasarnya sementara di NTT dan Timor Leste. Ke depan akan dikembangkan hingga Australia dan bersaing dengan miras disana," kata Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, Senin, 1 April 2019.

Menurut dia, Sophia yang akan dilegalkan ini berkadar alkohol 45 persen, dan untuk awalnya akan diproduksi sebanyak 12 ribu botol.

"Ini juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan menurunkan angka kemiskinan," katanya (https://bisnis.tempo.co/read/1191629/siapkan-miras-sophia-ntt-bidik-pasar-timor-leste-dan-australia).

Yang pro tentu saja menyambut baik upaya ini.

Peneliti Undana, Dodi Dharmakusuma mengatakan miras jenis Sopi, Moke dan Arak yang saat ini di konsumsi masyarakat harusnya menjadi aset bagi masyarakat. Dari berbagai kajian yang dilakukan, menurut dia, minuman tradisional itu memiliki efek yang baik untuk kesehatan.

“Ketika kembali ke ramuan aslinya. Justru kami temukan beberapa hal yang punya manfaat untuk kesehatan,” ujarnya. (https://sketsanews.com/menunggu-pergub-miras-sophia-khas-ntt/).

Tetapi yang kontra memberikan catatan kritis agar usaha ini tidak boleh menutup usaha yang sudah dilakukan masyarakat selama ini.

Peneliti IRGSC, Dominggus Elcid Ly memang mengapresiasi upaya Gubernur NTT ini, namun menolak upaya monopoli yang bisa mematikan kreatifitas masyarakat dalam hal produksi sopi lokal.

“Dengan melakukan pelarangan terhadap produksi sopi lokal, dan mengambil alih 'ujung akhir' pembuatan warga yang semula indipenden dalam berusaha ditempatkan hanya sebagai buruh pemasok bahan baku maka itu akan mematikan usaha mereka selama ini. Itu jika dilihat dari rantai kerja”, demikian Elcid Ly, doktor lulusan Jerman ini (https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10156829293800781&id=603245780).

Menurut Elcid Ly upaya gubernur NTT untuk melakukan legalisasi sopi perlu diapresiasi.

Tetapi melarang warga untuk memproduksi sopi sampai ujung akhir (bukan hanya semata bahan baku untuk Sophia) itu langkah keliru, sebab tidak ada jaminan rasa Sophia yang dibikin para doktor itu lebih enak daripada buatan para orang kampung.

“Biarkan pasar memilih, mana Sopi yang paling disukai. Kenapa langkah legalisasi sopi, tidak mengikuti model kompetisi daging Se'i. Biarkan orang memilih Se'i yang mana yang lebih enak dimakan. Se'i ikan dan sapi dari Aldia, tentu berbeda dengan Se'i dari Baun, berbeda pula dengan Bambu Kuning, berbeda pula dengan Aroma. Berbeda pula dengan sekian-sekian warung Se'i yang gulung tikar karena kalah bersaing”, demikian penegasan Elcid Ly.

Faktor lain yang patut diperhatikan menurut saya adalah penyiapan peraturan gubernur yang bukan saja soal proses pemurniannya, tetapi juga soal tata kelola niaganya.

Siapa saja yang berhak mendistribusikannya, dimana minuman Sophia ini dapat diperjualbelikan, siapa saja yang boleh menjualnya, siapa saja yang boleh membelinya?

Pertanyaan yang terakhir ini penting diatur agar anak-anak NTT bisa dilindungi dari bahaya miras yang dapat merusak mental dan masa depan mereka. 

Di Jerman minuman berkadar alkohol baik rendah maupun tinggi bisa diperoleh dimana saja, namun tidak semua orang berhak membelinya. Anak-anak yang masih dibawah umur tidak diperkenankan untuk membelinya.

Jika kedapatan ada KIOSK (toko kecil) atau Hypermart yang menjual untuk anak-anak dibawah umur, maka ijin usaha mereka dicabut. Jadi perlindungan terhadap anak-anak menjadi sangat penting diperhatikan jika Miras Sophia nantinya diluncurkan di NTT.

Perhatian akan perkembangan mental rohani anak-anak juga menjadi percakapan penting dari penulis kitab Amsal. Dalam Amsal 20:11 “ Anak-anak pun sudah dapat dikenal dari perbuatannya apakah bersih dan jujur kelakuannya”.

Jika sejak kecil anak-anak telah diracuni kepala mereka dengan Miras, maka di masa dewasa mereka akan menjadi para pemabuk ulung.

Jadi perlindungan terhadap anak-anak dari Miras tentu harus dilakukan bukan karena adanya peluncuran Miras Sophia nanti, tetapi agar anak-anak di seluruh negeri bisa dijamin masa depan mereka dengan baik dari pengaruh alkohol yang merugikan mereka.

Menurut dugaan para ahli ahli perilaku manusia diperintah atau dikendalikan oleh pikirannya, oleh otaknya, artinya oleh kepalanya. Dan biasanya kalau orang marah karena perilaku seseorang yang buruk dan semberono sikapnya: bilang "Otak mu bukan ditaruh di kepalamu ya, pasti ditaruh di dengkulmu ya".

Tetapi sesungguhnya kepala dikendalikan oleh apa? Ternyata kepala di kendalikan oleh hati. Sehingga alkitab selalu berbicara orang berhikmat adalah orang yang baik hatinya atau bersih dan suci hatinya. Menurut Amsal 14:33 Himat tinggal di dalam hati orang berpengertian, tetapi tidak dikenal di dalam hati orang bebal.

Orang berhikmat membangun hidupnya tetapi orang bodoh justru menghancurkannya.

Membangun perilaku yang berhikmat adalah kebutuhan dasar orang beriman.

Orang berhikmat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya. Namun kurangnya hikmat akan membuat orang bertindak tanpa kendali diri.

Bersih dan jujurnya seseorang dikenali dari perbuatannya, dan menurut penulis Amsal fondasi itu sudah harus diletakkan sejak kanak-kanak.

Peranan orang tua, sekolah dan pemerintah dan masyarakat peduli anak dalam konteks ini adalah bagaimana mempersiapkan anak-anak mengembangkan perilaku yang benar sejak dini.

Peranan orang tua termasuk memberi ruang bagi anak-anak mengembangkan minat dan bakat yang benar yang berkenan kepada Tuhan.

Perilaku yang harus dihindari menurut penulis amsal adalah menghindari minat dan bakat kepada minuman keras dan mabuk-mabukan.

Mungkin bagi sebagian orang, minuman keras di antara para sahabat bukanlah pesoalan besar. Apalagi sedikit bermabuk-mabukan tak apalah, demikian anggapan mereka yang hobi minuman keras.

Bahkan bermabuk-mabukan dianggap seolah-olah sebagai bentuk pergaulan dalam masyarakat. Malah seseorang bisa saja dikucilkan atau dianggap bukan bagian dari group kalau tidak ikut mabuk.

Hal inilah yang justru dikritisi oleh penulis Amsal 20:1-14. Karena perilaku mabuk oleh Miras bukan ciri orang berhikmat, tetapi ciri orang bodoh.

Berikut ini ciri-cirinya: terhuyung-huyung karenanya (ayat 1); membangkitkan perbantahan dan kemarahan karenanya (ayat 2); membangkitkan kemalasan karenanya (ayat  4 dan 13); membangkitkan kecurangan dan kesusahan bagi orang lain karenanya (ayat 10 dan 14).

Tidak ada orang mabuk berat karena Miras yang jalannya tegap, tetapi akan terhuyung-huyung. Bahkan mereka cenderung kehilangan orientasi.

Saya pernah memperhatikan dua orang mabuk berjalan pulang ke rumah mereka. Yang satu menyangka mereka harus ke arah Barat, sementara yang satu menyangka harus ke arah Timur, akhirnya umpatan dan cacian keluar dari mulut mereka ketika saling berbantahan, karena masing-masing yakin bahwa dia yang benar karena masih cukup “WARAS”, sementara yang lain tidak.

Bahkan ada orang yang mabuk karena Miras menabrakan mobilnya ke Badan trotoar jalan dan membuat mobilnya rusak dan ia sendiri terluka.

Coba perhatikan hidup para pemabuk apakah mereka adalah para pekerja keras? Sama sekali tidak. Seperti yang dikatakan Amsal 20: 4 dan 13, minum mabuk hanya menimbulkan kemalasan dan pada akhirnya hanya mendatangkan kesusahan bagi yang bersangkutan (Amsal 20:10 da 14).

Oleh karena itu bagi penulis Amsal orang beriman mestinya mengembangkan perilaku yang berkenan kepada Tuhan: yaitu  pada satu sisi mengembangkan sikap hidup yang mencerminkan karakter Tuhan dan pada sisi  yang lain memperlihatkan kasih dan kemuliaan Tuhan dalam keseluruhan hidupnya.

Belajar membumikan Firman Tuhan dalam perilaku sehari-hari adalah ciri orang berhikmat.

Menjauhkan diri dari perbantahan dan merencanakan masa depan dengan baik. Berlaku bijak dalam segala waktu.

Berhikmat dalam segala waktu, bukan dalam hari tertentu saja untuk hidup jujur dan bersih dihadapan Tuhan dan sesama.  Amsal 4:23 berkata: jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.

********

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved