Renungan Harian Kristen Protestan

Renungan Harian Kristen Protestan, Tanggal 21 Maret 2019

DALAM sebuah acara pernikahan sering ada tangisan, air mata dan kesedihan, oleh karena selain ada persekutuan baru sebagai suami- istri

Editor: Ferry Jahang
Dok Pribadi
Dr. Messakh Dethan 

Renungan Harian Kristen Protestan, Tanggal 21 Maret 2019
Oleh: Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh

Pilih yang Mana Diberkati Untuk Menjadi Berkat atau
Dikutuki Karena Sia-siakan Berkat

DALAM sebuah acara pernikahan sering ada tangisan, air mata dan kesedihan, oleh karena selain ada persekutuan baru sebagai suami- istri, ada juga perpisahan antara orang tua dan anak,

terutama anak perempuan yang akan meninggalkan rumahnya, saudara-saudaranya, lingkungannya dan memulai kehidupan baru di lingkungan keluarga suaminya.

Dan sudah tentu selain keluarga, mempelai perempuan juga akan sedih karena selain akan berada di lingkungan yang baru, ia juga mesti belajar menyesuaikan diri dengan keluarga suaminya,dan lingkungan dimana ia tinggal.

Selain kesedihan, tentu ada ketakutan, keragu-raguan, kekhawatiran, bagaimana menyesuaikan diri dan bersikap sebagai istri, menantu,dan ipar.

Mungkin perasaan yang sama ada pada Sara dalam teks Kejadian 12:1-9.

Mungkin kita dapat belajar dari pengalaman berumah tangga dari Sara dan Abraham.

Ternyata bukan saja Sarai yang meninggalkan orang tuanya, kampung halamannya, tetapi juga suaminya Abraham. Mereka meninggalkan Haran - Ur Kasdim menuju negeri perjanjian Kanaan.

Mereka akan ke suatu tempat yang tidak mereka ketahui. Tentu sebagai manusia, Abraham juga kuatir, apalagi Sara. Tetapi yang menarik di sini, Iman Abraham dan Sarai lebih kuat dari kekuatiran mereka.

Tidak dicatat, Abraham maupun Sara istrinya bertanya, bagaimana keadaan di sana? Tidak ada tawar-menawar apalagi protes. Yang ada hanyalah ketaatan, kepatuhan dan iman.

Iman mereka sebagai suami dan istri mengalahkan segala kekuatiran, keraguan, termasuk ancaman-ancaman dan bahaya-bahaya yang akan mereka hadapi.

Ketaatan pasangan suami dan istri ini terlihat lagi, ketika mereka sampai di dekat Syikhem, yakni pohon di More, Abraham berhenti, ia dan istrinya mendirikan mezbah dan menyembah Tuhan.

Sesudah itu ketika mereka sampai di Betel, mereka mendirikan lagi mezbah dan menyembah Allah.

Beberapa hal yang menarik dari teks ini perlu digali dan direnungkan lebih jauh.

Pertama, belajarlah dari Abraham dan Sara, yang beriman sungguh-sungguh kepada Allah.

Mereka mengandalkan Tuhan dan karena itu segala keragu-raguan dan kekhawatiran tidak mengalahkan iman mereka.

Sara tentu akan menyesuaikan diri dengan keluarga barunya. Bagaimana ia mampu menyesuaikan diri dengan keluarga barunya.

Namun yang pasti mereka yakin bahwa Allah akan menyertai kehidupan mereka, juga yang akan memimpin kehidupan dan rumah tangga mereka.

Ia akan mencukupkan segala kebutuhan (ingat sesudah mereka tiba di Kanaan tantangan pertama yang mereka hadapi yaitu kelaparan, tetapi Tuhan menolong mereka melewati semua itu,

walaupun ada teguran terhadap penipuan Abraham kepada Firaun bahwa istrinya Sarai yang cantik itu adalah saudari perempuannya), tetapi Allah tetap setia dan memberi teguran, sehingga rumah tangga mereka tidak hancur.

Kedua: Abaraham dan Sara tidak lupa Tuhan. Dua kali dalam perjalanan mereka, mereka berhenti dan menyembah Tuhan.

Banyak pasangan sebelum nikah tiap minggu ke gereja, namun setelah nikah orang menjadi malas. Dan terkadang mereka menunggu sampai anak baptis baru datang lagi. Atau Natal baru datang.

Rumah tangga yang diberkati Tuhan adalah rumah tangga yang selalu beribadah dan menyembah Tuhan. Yang selalu berhenti dari semua kesibukan, memiliki waktu khusus dan berjumpa dengan Tuhan.

Di situ cinta pasangan suami istri ditambahkan, dikokohkan, karena di luar rumah tangga kita ada banyak bahaya yang bisa saja mengancam.

Ketiga: Abraham diutus Tuhan ke Kanaan untuk menjadi berkat bagi orang lain juga. Kita harus punya tekad untuk menjadi berkat bagi keluarga, berkat bagi tetangga, menjadi berkat bagi rekan kerja dst.

Karena kita sudah diberkati untuk menjadi berkat. Jangan sebaliknya jadi pengacau, pemicu masalah, dan akhirnya kehadiran kita tidak pernah menjadi berkat bagi orang lain.

Untuk menjadi berkat, mesti membuka tangan untuk membantu, menjaga kata-kata, menjaga sikap, dan menunjukkan sikap hidup beriman, sehingga kehadiran kita dimana-manan saja menjadi berkat dan bukan membawa sial. Semoga. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved