Penanganan Deman Berdarah Terlambat di Sumba Timur, Ini Penjelasan Ketua DPRD

Ketua DPRD kabupaten Sumba Timur Palulu Pabundu Ndima menyebut, penanganan kasus demam berdarah dangue (DBD) sudah terlambat.

Penulis: Robert Ropo | Editor: Ferry Ndoen
POS-KUPANG. COM/ROBERT ROPO
Ketua DPRD Sumba Timur Palulu Pabundu Ndima. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Robert Ropo

POS-KUPANG. COM | WAINGAPU--Ketua DPRD kabupaten Sumba Timur Palulu Pabundu Ndima menyebut, penanganan kasus demam berdarah dangue (DBD) sudah terlambat.

Ketua DPRD Palulu Pabundu Ndima menyampaikan itu ketika ditemui POS-KUPANG.COM di ruang kerjanya, Selasa (19/3/2019) siang.

Menurut Palulu, semestinya kasus pertama kali yang terjadi pada bulan November 2018, saat itu baru pertama kali terjadi kasus DBD dimana seorang pasien dewasa terkena DBD harus mulai dilakukan penanganan DBD.

"Ini kasus DBD sudah dari November tahun 2019 lalu, bukan baru mulai bulan Januari atau Frebuari 2019 ini. Kasus ini pertama kali menyerang pasien Dewasa. Semestinya sudah ada gerakan mulai dari bulan November kalau memang pemberantasan nyamuk lewat fogging,"ungkap Palulu.

Ini Besaran Gaji Polisi Terbaru, Presiden Teken Peraturan Kenaikan Gaji Anggota Polri

UEFA Nyatakan Mega Bintang Juventus Cristiano Ronaldo Bersalah, Ini Sanksinya

Palulu juga mengatakan, jika ada perubahan strategi dalam penangan DBD dengan pergerakan dari hulu ke hilir dimana dimulai mengepung dengan melakukan fogging dari pinggiran wilayah Kota itu berawal dari mana, karena orang yang terkena DBD ini kalau tidak salah penyebaran DBD ini sudah semakin meluas.

Menurut Palulu jika ingin bergerak mengepung untuk memberantas DBD ini dari luar harus didukung dengan alat fogging yang banyak.

"kalau mau kepungnya dari luar berapa sih alat yang kita miliki? Sementara alat fogging kita sekitar 5 atau 6 unit saja. Ini kelemahan kita. Selain itu, dalam fogging itu juga ada aturan. Saya lihat penyemportan dalam rumah ini setelah fogging ada meninggalkan banyak minyak solar yang di lantai,"ungkap Palulu.

Menurut Palulu jika dalam fogging itu terdapat banyak minyak solar yang terdapat di lantai, berarti konsentrasi campuran antara insektisida dengan minyak solar, lebih banyak minyak solar, sehingga ini tidak efektif.

"Ya di rumah saya, saya lihat meninggalkan banyak minyak di lantai. Jadi, ya nyamuk ini hanya mengelepar-gelepar, tidak mati,"ungkap Palulu.

Menurut Palulu jika fogging atau penyemperotan dalam rumah selama setegah jam pintu rumah harus ditutup dulu sehingga obat hasil fogging bisa menjangkau bagi nyamuk yang bersembunyi.

Palulu juga mengatakan, terkait alat fogging ini sebenarnya harus ditambah sebab alat fogging tidak cukup. Pihak DPRD juga sebenarnya meminta agar alat fogging itu dibelikan tambah sebab alat itu juga harganya tidak terlalu mahal.

"Ketika anggaran hanya diajukan kepada DPRD hanya 1,4 miliyar lebih, saya juga kaget karena apa anggaran hanya segitu diajukan,"imbuhnya.

Dikatakan Palulu, pihak DPRD hanya menunggu saja, jika menurut Kadis Kesehatan anggaran penangan DBD yang ada masih kurang silahkan Pemerintah Daerah melalui Bupati untuk mengajukan lagi ke DPRD.

"Ini kan menyangkut nyawa masyarakat. Kita siap menyetujuinya kan ada pernyataan pak bupati ada dana tak terduga sebanyak 8 miliayar masih ada dana yang tersediah itu,"kata Palulu.

Palulu juga meminta terkait pemberantasan DBD ini juga sebenarnya semua masyarakat terlibat aktif dalam membresihkan lingkungan dengan mengubur, menguras bahan atau kaleng-kaleng bekas yang menampung air. Jangan hanya menunggu pemerintah.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved