Renungan Kristen Protestan

Renungan Kristen Protestan: Out Of the Box: Mencari Sumber Dosa atau Bertindak Menolong?

Hampir mirip ajakan untuk berpikir out of the box ini juga sepertinya yang sedang disampaikan Yesus kepada murid-muridNya dalam Yohanes 9:1-6.

Editor: Ferry Jahang
Dok Pribadi
Dr. Messakh Dethan 

Renungan Kristen Protestan, 10 Maret 2019

Out Of the Box: Mencari Sumber Dosa atau Bertindak Menolong?

Oleh: Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA

PEMBACA yang budiman ketika menyiapkan renungan ini, saya teringat sebuah cara berpikir out of the box (di luar kotak ) yang pertama kali diperkenalkan seorang matematikawan Inggris Henry Ernest Dudeney lewat sebuah teka teki yang ia ciptakan.

Cara berpikir di luar kotak adalah cara berpikir di luar batasan masalah yang ada ataupun cara berpikir dengan menggunakan perspektif yang baru.

Yang dimaksud kotak dalam hal ini adalah perumpamaan pembatasan diri seseorang pada saat melihat suatu permasalahan.

Dalam definisi yang lebih luas, berpikir di luar kotak dideskripsikan sebagai suatu cara pikir baru di luar kebiasaan dari cara berpikir yang sebelumnya.

Cara berpikir yang berbeda dari orang-orang pada umumnya, cara berpikir kreatif, di luar kemampuan diri dan kelompok, dan cara berpikir yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh siapapun sebelumnya.

Pada intinya, berpikir di luar kotak berarti berani untuk berpikir lebih jauh, tidak terfokus hanya pada apa yang dihadapi dan apa yang biasanya orang pikirkan.

Tapi untuk bisa berfikir lebih jauh dari kemampuan dan kebiasaan yang ada dan orang-orang pada umumnya.

Hampir mirip ajakan untuk berpikir out of the box ini juga sepertinya yang sedang disampaikan Yesus kepada murid-muridNya dalam Yohanes 9:1-6.

Ketika murid-muridNya masih terjebak dengan pemahaman yang lazim di kalangan mereka untuk mempersoalkan dosa siapakah yang menyebabkan orang itu menjadi buta, Yesus tidak menjawab pertanyaan itu.

Oleh karena kebiasaan masyarakat pada waktu itu, kekayaan dan kesehatan adalah berkat.

Sebaliknya kemiskinan atau penyakit adalah kutukan Allah atas dosa-dosa yang baik yang dilakukan oleh yang bersangkutan maupun oleh orangtua atau dosa turunan.

Kalau mau jujur pemahaman seperti ini masih cukup berkembang dalam masyarakat kita.

Ketika murid-murid bertanya, dosa siapakah yang menyebabkan orang itu buta, Yesus menjawab di ayat 3: Bukan dia dan bukan orangtuanya:

Yesus dengan tegas mengatakan: bukan dosanya ataupun dosa orangtuanya, melainkan ada misteri yang hendak diungkapkan Allah melalui kejadian itu.

Yesus melihat peristiwa itu sebagai sebuah undangan untuk melakukan kehendak Bapa. Yesus malah mengatakan: Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku.

Kata kita menunjuk pada sebuah ajakan, sebuah undangan untuk bersama-sama melakukan pekerjaan Allah.

Dengan menggunakan kata Harus, menunjukkan bahwa pekerjaan itu tidak dapat ditunda-tunda atau mesti segera dikerjakan atau sebuah tugas yang tidak boleh diabaikan.

Sesuatu yang sangat penting.

Beberapa bagian Alkitab mencatat penggunaan kata harus: (Bacaan Lukas 2:42-52) Ketika Yesus berumur 12 tahun dan sedang berdiskusi dengan para pemimpin agama dan ibuNya sibuk mencariNya, Yesus menjawab:

Tidak tahukah kamu bahwa Aku harus melakukan urusan BapaKu?

Begitupun di akhir pelayanan Yesus, Ia berkata kepada murid-muridNya, bahwa Anak manusia harus menderita dan mati (Mat 17:12,22).

Ketika Yesus di Getsemani, Ia berkata: Hal ini harus terjadi dan masih banyak referensi lain yang dapat pembaca yang budiman temukan sendiri.

Kata "Harus, menunjukkan sebuah panggilan atau sebuah undangan yang sangat penting dan tidak boleh ditunda-tunda hanya karena hal-hal lain yang mengikat atau menjerat perhatian mereka.

Padahal itu tidak penting atau tidak menolong orang itu sama sekali.

Para murid Yesus ketika melihat orang buta itu, murid-murid hanya sibuk membahas siapa yang menyebabkan orang itu buta? Yesus mengajak mereka untuk bertindak.

Di sini kita belajar bahwa nilai spiritualitas Yesus tidak hanya dikatakan tetapi diwujudkan.

Ajakan Yesus untuk bertindak bukan hanya sekadar supaya kelihatan sibuk, tetapi Yesus mengajak kita memandang sesama dan alam dengan mata Allah.

Ada belaskasih Allah yang terpancar dari tindakan-tindakan kita.

Barangkali yang penting untuk kita berpikir dan bertindak out of the box adalah bagaimana memanfaatkan waktu.

Waktu untuk mewujudkan sesuatu yang berbeda itu juga terbatas. Selama hari masih siang. Akan datang malam, dimana tidak seorangpun dapat bekerja.

Kalimat ini hendak mengingatkan mereka akan sifat waktu yang adil, tetapi terbatas itu. Selain itu konsep waktu yang dipahami saat itu bukan hanya waktu dalam pengertian kronos:

Waktu yang dapat dihitung dengan hitungan detik, menit, dst, tetapi juga Kairos: Kesempatan. Dan kita sering dengar orang bilang: kesempatan tidak datang dua kali.
Dalam pengertian itulah Yesus menggunakan kalimat selama hari masih siang. Siang diartikan sebagai bentuk ketersediaan waktu yang bisa kita pergunakan untuk beraktifitas.

Kemudahan, kelancaran masih tersedia seperti hidup, tenaga yang kuat, kesehatan, pikiran yang cemerlang, dst. Sebaliknya akan datang malam, dimana tak seorangpun dapat bekerja.

Jerymy Taylor pernah berkata: Luar biasa, Allah memberikan kelimpahan kepada semua makhluk, tetapi dalam hal waktu, Ia dengan tegas mengaturnya.

Allah memberi kita waktu berbeda dengan sungai yang bisa kita nikmati airnya secara berkelimpahan dalam satu waktu, tetapi bisa juga mengalami kekeringan di waktu yang lain.

Kita semua tentu setuju dengan pernyataan ini, bahwa waktu adalah pemberian yang paling adil, paling berharga, tetapi juga terbatas.

Kita semua, dalam profesi apapun, atau siapapun, memiliki waktu yang sama tetapi juga terbatas. Mari kita gunakan dengan penuh tanggugjawab.

Sebab akan datang malam dimana tidak seorangpun dapat bekerja.

Kebanyakan universitas di NTT sekarang rata-rata sudah mulai dengan pembukaan semester untuk perkuliaan tahun ini. Baik dosen maupun mahasiswa melihat waktu ini sebagai sebuah kesempatan.

Khususnya bagi mahasiswa, jikalau tidak serius kuliah dan kalau hanya kuliah main-main, maka imbasnya pada waktu penerimaan PNS atau pekerjaan tertentu yang sekarang sudah ketat dengan usia.

Waktu adalah bahan mentah yang diberikan kepada kita semua.

Pertanyaannya sejauhmana kita menggunakan waktu yang telah Tuhan beri dalam cara pandang Allah. Sehingga kita juga tidak jatuh pada hamba kerja.

Maniak kerja, tetapi juga tidak menyia-nyiakan waktu yang Tuhan beri dengan tetap menjaga keseimbangan-keseimbangan. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved