Renungan Harian Kristen Protestan 9 Maret Belajarlah Dari Petrus Pernah Gagal dan Bertobat Seutuhnya
Renungan Harian Kristen Protestan 9 Maret Belajarlah Dari Petrus Pernah Gagal dan Bertobat Seutuhnya.
Renungan Harian Kristen Protestan 9 Maret Belajarlah Dari Petrus Pernah Gagal dan Bertobat Seutuhnya.
POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Kristen Protestan 9 Maret Belajarlah Dari Petrus Pernah Gagal dan Bertobat Seutuhnya
Renungan Harian Kristen Protestan
Oleh: Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh MA
Petrus adalah tipe realistis orang beriman, bukan karena tidak pernah gagal, tetapi karena pertobatannya
Tensi diantara para murid semakin meningkat.
Intensitas konflik berlanjut dan bertumbuh ketika para murid tergoda untuk masuk dalam wacana siapa yang paling hebat di antara mereka.
Persaudaraan yang semula rukun dan damai mulai tercemar dengan keinginan untuk berkuasa dan melebihi orang lain.
Upaya untuk menonjolkan diri sendiri sejalan dengan upaya untuk merendahkan orang lain.
Hal ini bahkan sudah dianggap wajar dalam dunia politik dan pertarungan merebut pengaruh.
Tensi dan konflik semacam ini malah berdampak bukan hanya di kalangan para murid, tetapi juga imbas pada sang guru.
Semua ini tergambar dengan begitu jelas dalam cerita Injil Lukas 22:24-34.
Yesus sejak dini sudah memperingatkan Petrus, bahwa Ia juga malah akan menyangkali gurunya sendiri.
Peringatan akan potensi konflik ini berlanjut tidak saja kepada Yudas, atau Petrus tetapi juga kepada semua murid.
Namun secar positif Yesus memberikan jaminan janji dan upah bagi mereka yang berdiri bersama Jesus selama penderitaannya (ayat 28-30).
“Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami. Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku, bahwa kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam Kerajaan-Ku dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel”.
Sejalan dengan para penguasa agama telah merencanakan kematian bagi Yesus (Lukas 22:2), Setan pun tidak tinggal diam dan berupaya untuk merasuki Yudas, sehingga ia mau mengadakan perjanjian dengan para penguasa agama Yahudi (Lukas 22: 3-4), untuk bagaimana Yesus diserahkan untuk diadili.
Yesus kemudian berbicara tentang perjanjian baru dalam darahnya (Lukas 22”:20) dan memperingati para murid bahwa salah datu dari mereka akan menghianati dia (Lukas 22: 21). Kata Yesus: “...lihat, tangan orang yang menyerahkan Aku, ada bersama dengan Aku di meja ini.”
Pernyataan Yesus ini memicu ketegangan di anatar para murid.
Mereka saling curiga dan saling bertanya siapakah diantara mereka yang dapat tega melakukan hal itu.
Tetapi Yesus menghindar untuk mempermalukan atau menunjuk batang hidung orang yang bersangkutan di antara para muridnya.
Namun ia menekankan bahwa mereka semua juga bisa jatuh pada sifat buruk yang sama yaitu bahwa dengan mencari kebesaran dan kekuasaan mereka telah berdiri disisi para penguasa agama Yahudi dan mereka yang memiliki kekuasaan (Lukas 22: 25).
Hal-hal itu bagi Yesus adalah bentuk lain dari pengkhianatan, dan sekarang setan telah berupaya untuk mencobai Simon Petrus juga.
Upaya setan untuk mencobai Simon Petrus cocok dengan kisah setan yang meminta isin untuk mencobai iman Ayub (Ayub pasal 1-2).
Setan meminta atau menuntut isin Allah untuk menguji kesetiaan Simon Petrus.
Sedangkan Yudas nampaknya sudah tidak dapat ditegur lagi.
Bahkan ia telah diambang kegagalan sebagai murid Yesus, dan apakah sekarang apakah Simon masih dapat ditolong dari situasi buruk dan akan tampil lebih baik?
Nampaknya menurut Lukas dalam kisah ini Yesus tidak akan membiarkan Petrus jatuh ke dalam tangan setan. Karena Yesus telah berdoa baginya.
Jika kita bertanya mengapa Yesus tidak melakukan hal yang sama terhadap Yudas, maka jawabannya mungkin bisa dikonstruksikan dari klaim Yesus bahwa ia telah berdoa “supaya imanmu jangan gugur” (ayat 32). Dalam arti tertentu Lukas seolah-olah menampilkan suatu adegan pengadilan terbatas atas Petrus dan Yesus seakan menjadi pembelanya.
Setan bertindak sebagai jaksa penuntut, pencoba, penggoda, sedangkan Yesus sebagai pengacara atau pembela Petrus.
Melihat kepada karakter Petrus, yang pemberani tetapi juga kadang pengecut, yang cerdik tetapi juga kadang agresif tanpa pikir panjang, yang berani tampil di depan dan kadang semberono, namun punya potensi ketokohan, maka Yesus memang telah memprediksi akan penyangkalan Petrus, tetapi Ia juga melihat harapan dan potensi peran Petrus setelah ia insaf, yaitu untuk menguatkan murid-murid yang lain.
Dalam tradisi gereja boleh dikatakan bahwa kemudian Petrus dianggap sebagai “Paus pertama”.
Lukas mencatat setelah Yesus bangkit Ia terlebih dahulu menampakan diri kepada Simon (24:34), sehingga dengan demikian Petrus akan muncul sebagai pemimpin para murid (Kisah 1:15-16, 2:29, 3:17, 11:12, 15:7).
Dalam ayat 33 Petrus menyatakan kesediaannya untuk mengikut Yesus ke penjara bahkan turut mati. Kisah rasul kemudian mencatat bahwa Petrus kemudian dipenjara dan terancam kematian (Kisah 4:3; 5:18; 12:3-17).
Injil Lukas mencatat secara jelas bahwa Petrus akan dipenjara dan dihukum mati (Joh. 13:36-38; 21:18).
Tetapi Yesus dalam ayat 34 mengatakan bahwa ayam tidak akan berkokok sebelum Petrus akan menyangkaliNya tiga kali.
Pengalaman Petrus membawa harapan bagi semua orang yang merasa tidak cukup kuat menghadapi pencobaan dan tantangan yang mereka hadapi.
Yesus mendukung dan berdoa bagi Petrus kendatipun Petrus menyangkalinya, agar supaya imannya tidak jatuh.
Pertobatan dan mencari pengampunan adalah tanda-tanda dari iman.
Tidak boleh kita lupakan bahwa Jesus datang bagi mereka yang hilang dan merasa gagal.
Sebagaimana dalam Injil Johanes Yesus tiga kali meminta Petrus untuk “gembalakanlah domba-dombaku atau dalam bahasa Lukas “kuatkanlah saudara-saudaramu”.
Pemintaan ini menunjuk kepada masa depan, kepada pemulihan Petrus, kepada masa depan pelayanannya.
Di dalam kerajaan Allah dan juga di dalam gereja tentunya, yang diperlukan bukanlah orang yang tidak pernah gagal, tetapi orang yang mau berbalik dan bertobat.
Ketika kita bertobat kita juga mampu menguatkan saudara-saudari yang lain supaya bertoba juga.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa kita tidak selalu dapat membuktikan kesetiaan iman kita.
Kita bisa saja keliru dan gagal dalam beriman kepada Yesus.
Pertayaannya apakah yang kita lakukan dengan kesalahan-kesalahan kita itu.
Apakah kita membiarkan kesalahan-kesalahan itu sebagai bagian dari akhir kisah hidup kita, atau kita berbalik dan bertobat, dan menggunakan pengalaman kita itu untuk menguatkan orang lain.
Petrus adalah contoh yang tepat dalam kehidupan beriman pada Kristus, bukan karena ia tidak pernah gagal, tetapi karena ia berbalik dan bertobat. (*)