Renungan Agama Kristen Protestan
Satu Daging Artinya Jangan Cari Lain dan Banding-banding
Memelihara keutuhan pernikahan butuh pengorbanan. Dan pengorbanan itu janganlah seseorang hanya menuntut dari pihak lainnya
Satu Daging Artinya Jangan Cari Lain dan Banding-banding
Renungan Harian Kristen Protestan 21 Februari 2019
Oleh: Pdt. DR Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA
ADA yang menarik dari teks Matius 19: 5-6. Ayat 5, dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Ayat 6, demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
Apa arti satu daging atau dalam bacaan kita Matius 19:5-6.
Menurut Kamus lengkap Bahasa Jerman Langenscheidt: Fleisch (daging) adalah bagian tubuh manusia atau hewan yang kenyal dan lunak yang terletak di bawah kulit dan yang membungkus tulang.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer daging adalah gumpalan lembut yang terdiri atas urat-urat pada tubuh manusia atau binatang (yang letaknya di antara kulit dan tulang).
Di beberapa daerah di NTT daging melambangkan pesta yang bergensi. Cobalah saudara-saudara membayangkan jika sebuah pesta tanpa daging (entah daging Sapi, Kambing, Rusa, Babi atau Ayam).
Dan yang hanya ada sayur semua, apalagi yang ada hanya sayur daun papaya, pasti tuan pesta akan dapat cuci-maki habis-habisan, dan sampai tujuh turunan orang tidak akan lupa akan pestanya itu.
Daging karena itu punya makna penting dalam pesta, karena itu di Rote misalnya, dan mungkin juga ditempat yang lain, kalau orang mau pergi pesta, maka biasanya mereka katakan kami mau pergi ke "daging" (pesta).
Apakah maksud Tuhan Yesus mengutip Firman Tuhan dalam PL (Kej. 2:24; Band. Kej. 1:27, 5:2) yang mengatakan: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Kata-kata Tuhan Yesus ini untuk menjawab pertanyaan orang-orang Farisi: apakah seorang laki-laki boleh menceraikan isterinya dengan alasan apa saja? (Mat 19:3-6).
Menurut J.J. De Heer (Tafsiran Injil Matius ps 1-22, 1999:3749) pada zaman itu terdapat pengikut-pengikut Rabi Syammai yang berpendirian bahwa seorang laki-laki hanya boleh menceraikan istrinya, apabila istrinya berbuat zinah.
Sebaliknya ada pengikut-pengikut Rabi Hillel yang berpendapat bahwa suami boleh menceraikan istrinya apabila ia tidak senang lagi dengan istrinya itu.
Pada akhirnya pendapat Hillel yang menang dan umumnya para rabi setuju dengan Hillel.
Rabi Akiba malah mengizinkan seorang suami boleh menceraikan istrinya, jika istri itu tidak cukup cantik.
Alasannya waktu menikah biasanya sang calon memakai penutup wajah atau cadar, dan kain penutup wajah itu baru dibuka setelah resmi menikah.
Hal ini lumrah terjadi dalam budaya Timur Tengah atau budaya Semit, misal dalam kasus pernikahan Yakob yang pertama.
Ternyata pengantin yang ada dibalik cadar tidak seperti impiannya Rachel, yang elok sikapnya dan cantik parasnya tetapi ternyata Lea, karena Lea pada pesta pernikahan memakai penutup wajah.
Tetapi Yakob tidak menceraikan Lea karena tunduk kepada kesepakatan dengan mertuanya Laban (Kejadian 29:1-35)
Andaikata Tuhan Yesus menjawab bahwa pendapatNya sama dengan Rabi Syammai, maka Ia akan menentang pengikut-pengikut Hillel dan menentang juga Herodes Antipas, Raja Pirea, yang telah menceraikan istrinya yang pertama, hanya karena ia lebih menyukai seorang wanita lain, yakni Herodes.
Jadi ada pencobaan bagi Yesus. Namun demikian, Yesus tidak segan menjawab.
Tuhan Yesus menjawab dengan menguraikan apa arti nikah itu menurut maksud Allah, dan bukan maksud manusia atau keinginan manusiawi.
Tuhan Yesus mempergunakan Perjanjian Lama (PL) sebagai dasar, tetapi menggali arti terdalam dari PL itu. Tuhan Yesus mengutip Kej 1:27 dan kemudian Kej 2:24.
Tuhan Yesus memaparkan bahwa di Kej 2:24 pernikahan itu dilukiskan sebagai suatu ikatan yang amat kuat, jauh lebih kuat dari pada ikatan keluarga (2"seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Menjadi satu daging mempunyai arti yang lebih luas dari pada hubungan seksual.
Menjadi satu daging berarti menjadi satu kesatuan yang hampir dapat disebut satu orang saja.
Jikalau hanya sekadar hubungan seksual, maka orang bisa mencari dimana saja dan kapan saja dan orang dengan gampang akan melupakan pasangannya dan mencari yang lain.
Apalagi kalau ada alasan bahwa pasangannya itu ada kesalahan atau kekurangan-kekurangan tertentu.
Kemudian di ayat 6b Tuhan Yesus menarik kesimpulan apa yang telah disatukan Tuhan menjadi satu orang, tidak boleh dibelah dua oleh perceraian.
Siapakah yang mau memotong satu orang menjadi dua bagian, yang satu terlepas dari yang lain?
Yang menginginkannya jelas hanyalah para pelakor (perebut laki orang) atau pebinor (perebut bini orang).
Tuhan Yesus menerangkan bahwa menurut maksud Allah, suami dan istri senantiasa haruslah memelihara hubungan mereka. Ini adalah ajaran yang indah.
Kita semua mengetahui betapa jiwa anak-anak disiksa dan dirugikan jika ayah dan ibu mereka bercerai.
Suami istri memerlukan cinta kasih dan banyak kesabaran dan kebijaksanaan supaya hubungan terpelihara terus, dan mampu menghadapi gelombang dan badai rumah tangga.
Jadi itulah makna satu daging yang sebenarnya. Jadi jangan suami memandang istri sebagai seonggok daging atau obyek seks belaka. Apalagi seolah-olah menyamakan istri dengan sansaks tinju, sehingga dipukul hingga babak belur.
Pernah di Rote seorang istri dipukul oleh suaminya hingga babak belur dan istrinya melaporkannya dan akhirnya masalahnya di bawa ke gereja.
Pendeta yang mengurus perkaranya itu bertanya pada suami, kenapa ko bapa pukul istri sampai begitu macam.
Jawaban sang suami membuat pendeta kaget: "Beta bukan pukul beta pung istri, tetapi beta pukul beta pung sapi dong".
Rupanya waktu menikahi istrinya dia bayar belis pakai sapi dan dengan begitu katanya ia berhak melakukan apa saja pada istrinya.
Pasangan hidup kita (suami atau istri) bukan benda atau disamakan dengan hewan sehingga kita diperlakukan seanaknya saja.
Dalam Alkitab sendiri, misalnya dalam surat Rasul Paulus. Paulus membedakan jenis-jenis daging.
Paulus berkata dalam 1 Kor 15:39 " Bukan semua daging sama: daging manusia lain dari pada daging binatang, lain dari pada daging burung, lain dari pada daging ikan".
Pasangan hidup kita juga tentu punya kekurangan dan kelebihan dan karena itu janganlah kita banding-bandingkan dengan yang lain.
Bahwa dia tidak tahu masaklah, yang baru lebih jago ini dan itu na, pokoknya macam-macam alasan kalau mata dan hati seseorang sudah tertuju kepada yang lain.
Ketika orang membanding-bandingkan pasangannya dan mencari-cari kekurangannya, maka yang berkuasa bukan roh cinta kasih lagi tapi "roh otak mesum atau roh tidak setia" karena ia dengan begitu gampang melupakan janji suci pernikahannya.
Memelihara keutuhan pernikahan butuh pengorbanan. Dan pengorbanan itu janganlah seseorang hanya menuntut dari pihak lainnya, sedangkan dirinya sendiri tidak rela untuk berkorban atau mau memaafkan.
Banyak orang mengidolakan si A atau si B, tetapi kemudian menjadi kecewa karena sang idola tak punya hati untuk memaafkan kesalahan pasangannya, dan itu kemudian menjadi alasan untuk mencari yang baru, yang lebih muda dan dianggap lebih sempurna.
Siapapun pasangan Anda, dia adalah jodoh yang Tuhan sudah tempatkan di sisimu. Sayangilah dia seperti dirimu sendiri.
Hewan piaraan saja orang sayang, apalagi pasangan hidup kita, jodoh yang Tuhan telah sediakan bagi kita masing-masing.
Karena itu pelihara pernikahanmu di atas dasar Firman Tuhan dan cinta kasih.