Renungan Kristen Protestan, 7 Februari 2019: “Buta Jasmani Tak Berarti Buta Rohani”
Bartimeus secara fisik ia mengalami buta jasmani, tetapi ini ternyata tidak membuatnya juga menjadi buta rohani
Oleh: Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA
HAMPIR semua orang tahu dan pernah dengar cerita Tarzan, meskipun tidak semua orang tahu siapakah pengarang cerita itu. Anehnya si penulisnya banyak bercerita dan tahu seluk beluk dan bermacam-macam peristiwa di Afrika dengan tokoh Tarzan, tetapi ia sendiri belum sekalipun pernah datang ke Afrika.
Hal ini dapat kita analogikan dengan iman kepada Tuhan Yesus. Iman kepada Yesus adalah percaya dan menyerahkan diri kepadanya tanpa harus melihat, bertemu secara fisik namun toh kita tetap percaya kapadanya, karena kita memiliki mata iman sehingga kita dapat merasakan kehadiranNya. Kita percaya lebih dari pada Tomas percaya yang harus melihat dengan mata fisik dan merasakan kebangkitan Yesus secara langsung (Yoh. 20:25).
Dalam teks Markus 10:46-52 kita mendengar tentang seseorang yang bernama Bartimeus, dimana secara fisik ia mengalami buta jasmani, tetapi ini ternyata tidak membuatnya juga menjadi buta rohani.
Menarik kita melihat sekilas nama Bartimeus dalam bahasa asli Yunani: ho uios Timaiou Bartimaios artinya Bartimeus anak dari Timeus (Markus 10:46). Beberapa penafsir mengatakan nama Bartimeus ini tidak lazim dalam Alkitab hanya ditemukan satu kali di bagian ini.
Sebetulnya nama Bartimeus gabungan dua kata Semit dan Yunani Bar dan Timeus yang artinya Anak Timeus. Istilah anak dalam bahasa Ibrani sendiri adalah Ben. Jadi Bartimeus nama Yahudi dalam bahasa Yunani.
Timeus sendiri menurut Mary Ann Tolbert mengingatkan kita pada buku karangan filsuf klasik terkenal Plato berjudul Timaios (Timaeus) tentang pengamatan (penglihatan) sebagai dasar pengetahuan manusia (Mary Ann Tolbert, Sowing the Gospel: Mark's World in Literary-Historical Perspective 1996, Fortress Press. Hal.189).
Injil Markus menyebutkan nama Bartimeus dengan maksud dan pesannya tersendiri bahwa walaupun Bartimeus, si pengemis atau gembel yang buta, namun mendapatkan kesempatan emas atau tepatnya diberi kesempatan untuk “melihat dan menemukan” pengetahuan sejati yang menyelamatkan dalam diri Yesus.
Meski dia buta tetapi dia mengenal Yesus bahkan mengenal Yesus sebagai Mesias, anak Daud. Kita dapat belajar dari Bartimeus, bahwa iman kepada Tuhan memampukan seseorang untuk melihat segala sesuatu dengan mata rohani yang jernih, walaupun hambatan maupun penderitaan fisik yang ia alami.
Halangan secara fisik, baik dari diri sendiri atau pun dihambat orang, tidaklah membuat Bartimeus berhenti untuk mendapatkan pertolongan Tuhan, ia berseru atau berteriak kepada Yesus: Yesus anak Daud, kasihanilah aku".
Yesus, anak Daud mendengarkannya, sebagaimana nubuat nabi Yesaya bahwa Yesus datang memang untuk menyelamatkan orang-orang seperti Bartimeus, mata orang-orang buta akan dicelikkan (Lihat Yes 35:5).
Perjuangan Bartimeus ternyata tidak mudah karena orang-orang sekelilingnya malah melarangnya dan menyuruhnya diam. (Markus 10:48 “Banyak orang menegornya supaya ia diam). Bartimeus ingin keluar dari beban kebutaannya, agar ia mandiri. Tetapi ia ditegur. Seakan-akan mereka berkata:“Diamlah, cukuplah, biasakanlah dirimu dengan kebutaanmu”.
Kecenderungan manusia begitu. Orang-orang disekelilingnya seakan-akan ingin dia tetap buta terus dan tetap menjadi pengemis dan selama hidup bergantung pada orang lain. Kita cenderung tidak ingin melihat orang maju. Kita tidak ingin orang mengubah hidupnya. Orang lebih suka melihat orang lain menderita dari pada bahagia. Kita lebih suka melihat kejatuhan seseorang dari pada keberhasilannya.
Sikap-sikap seperti ditentang Yesus, buktinya Yesus mendengar jeritan minta tolong Bartimeus. Tuhan Yesus dengan demikian mengajarkan bahwa kita justru harus peduli pada teriakan dan seruan minta tolong orang-orang di sekeliling kita.
Perjuangan Bartimeus tidak sia-sia. Tuhan Yesus mendengarnya dan Yesus berkata: phonesate auton yang artinya “Panggilah Dia” (Markus 10:49). Kata panggilah diterjemahkan dari akar kata Yunani phoneo yang mempunyai makna penting dalam cerita ini. Karena mendengar kata ini banyak orang berubah pikirannnya, yang semula tidak mendukung akhirnya mendukung Bartimeus. Orang-orang yang tadi menghalanginya malah sekarang memberi semangat: “Kuatkanlah hatimu, berdirilah, ia memanggil engkau.
Tuhan Yesus memanggil Bartimeus yang buta itu, yang cacat secara fisik, yang membuat hidupnya tidak normal. Hal ini penting bagi kita bahwa jika Tuhan memanggil kita semua, baik yang sehat secara fisik maupun cacat secara fisik. Tuhan memanggil kita dalam keadaan apapun untuk dipakainya maupun untuk menyembuhkan luka-luka batin kita, ia memanggil kita untuk diampuni, ditolong, ditegur dan dihibur.
Menarik kata Yunani phoneo mirip dengan kehidupan kita dalam era digital ini. Kita bisa berkomunikasi karena telephone atau handphone. Ketika Yesus katakan panggilah dia sebetulnya Tuhan Yesus mengatakan pada orang banyak bahwa beritakan atau komunikasikan padanya bahwa aku peduli padanya, katakan padanya bahwa aku akan menolongnya.
Ini sekaligus ajakan bahwa kita juga harus menolong dan peduli, jika kita mampu melakukannya. Kita harus menjadi saluran berita gembira bagi orang lain dan bukan saluran berita buruk bagi orang lain. Kita harus menjadi pembawa kabar baik dan bukan pembawa kabar gosip bagi orang lain.
Mendapat kabar baik itu Bartimeus segera melakukan yang terbaik untuk menemui Kristus, ia menanggalkan jubahnya (ay 50); ia menanggalkan segala sesuatu yang bisa membahayakan dirinya dengan membuatnya jatuh, atau menghalangi dia untuk menemui Kristus, atau bisa memperlambat gerakannya.
Apakah maknanya bagi kita? Setiap orang yang mau datang pada Kristus harus menanggalkan "jubahnya", menanggalkan setiap beban, dan setiap dosa yang ada dalam dirinya seperti jubah panjang, yang begitu merintanginya (band Ibr, 12:1 dan 2: “Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.
2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Bapa Pencipta”). Orang-orang di sekitar kita adalah para saksi Kristus yang membantu memeriksa hidup kita supaya tetap berjalan ke depan dengan baik tanpa hambatan.
Jika kita naik sepeda dan mendengar bunyi letusan dari salah satu ban sepeda, maka pasti kita akan turun dan segera memeriksanya. Lalu kita akan mencari upaya untuk menambal ban itu. Kalau sepeda tetap dinaiki dalam keadaan ban kempis, maka felek roda sepedanya pun akan rusak.
Jikalau kita tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam kehidupan rohani kita, karena disebabkan oleh dosa, maka kita harus segera datang kepada Yesus, agar Ia melalui Firmannya dapat membetulkannya, kalau tidak kerusakan batin kita akan tambah parah. Kita hanya dapat bertemu Yesus jika kita rela menanggalkan beban kita.
Bartimeus rela membuang jubah yang dapat menghambat jalannya kepada Yesus untuk mendapatkan berkat dan kasih karunia dari Yesus. Dalam hal ini Paulus benar ketika ia berkata: “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? 2 Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?” (lihat Roma 6:1-2).
Ilustrasi ban sepeda yang pecah di atas saya kira juga punya makna. Bahwa perjalanan hidup tidak selalu mulus adakala mengalami hambatan “ban pecah”. Kita harus mengambil waktu untuk memperbaikinya.
Begitu juga dalam hidup dan kita pekerjaan kita, tidak mulus, ada yang tidak benar dalam pekerjaan kita. Dan Tuhan memakai orang-orang tertentu menegur kita. Jangan kita membenci mereka atau mendelete (menghapus orang itu dari kehidupan kita).
Justru kita bersyukur bahwa Tuhan memakainya untuk menegur kita untuk stop “mendayung sepeda”, stop bekerja dengan cara yang tidak benar dan menjurus pada dosa. Stop tipu-tipu. Stop meraih jabatan dan pangkat terhormat dengan cara yang tidak benar. Karena kerusakan sepeda akan tambah parah. Kerusakan kehidupan rohani kita akan tambah parah kalau kita tidak rela mengambil waktu untuk memperbaiknya seturut dengan Firman Tuhan dan KehendakNya.
Bartimues hanya mengharapkan agar ia dapat melihat, supaya ia dapat bekerja dan tidak lagi menjadi beban bagi orang lain. Ia ingin menghasilkan makanan bagi hidupnya sendiri. Sangat memalukan bagi seseorang , bila karena kemalasan dan kebodohannya , ia membuat dirinya menjadi “buta dan lumpuh”; menjadi tak berdaya, menjadi malas, membuang-buang waktu, padahal Tuhan sendiri telah mengaruniakannya anggota badan dan indra untuk bekerja bagi kehidupan dirinya sendiri.
Banyak orang muda yang menyia-yiakan hidupnya karena jauh dari Tuhan. Tetapi saya kira bukan hanya orang muda, tetapi juga banyak orang tua yang hidup secara percuma, dengan kemabukan, perjudian, dan pelisiran yang percuma dan sia-sia, etc. Ia tidak menggunakan kesempatan yang Tuhan beri untuk jadi berkat, tetapi malahan menjadi beban bagi orang lain.
Jika anda dipanggil Tuhan untuk terlibat dalam pelayanan apa saja di gereja atau Yayasan pengembangan swadaya masyrakat, terimalah panggilan itu, buanglah segala sesuatu yang dapat menghambat anda untuk menerima panggilan itu.
Dari kisah itu nampak bahwa Iman Bartimeuslah yang telah menyembuhkan dia. Ketika ia sembuh dan dapat melihat, ia menggunakannya sebagai suatu kesempatan untuk mengikuti Kristus. Respons Bartimeus untuk meninggalkan segala sesuatu demi untuk mengikuti Yesus, yang dilambangkan dengan "melemparkan jubahnya (Markus 10:50), bertolak belakang dengan orang kaya yang tidak rela meninggal atau membuang harta miliknya(Markus 10:21-22); juga bertolak belakang dengan sikap Yakobus dan Yohanes yang mementingkan jabatan dan kedudukandari pada pelayanan dan pengorbanan (Markus 10:37).
Marilah kita belajar dari Bartimeus yang meskipun buta secara fisik, tetapi dapat melihat Tuhan dengan mata imannya, yang menanggal sesuatu yang menjadi beban supaya dapat bertemu Yesus dan mengikutiNya dengan sungguh-sungguh dan penuh ketulusan dan kejujuran. (*)