Pendapat Marianus Gaharpung Mengenai Tunjangan Perumahan DPRD Sikka
Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya ini menyebut ada beberapa argumentasi hukum yang sangat berarti di
Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM - Pengamat Hukum, Marianus Gaharpung, SH, MS mengapresiasi pemberitaan mengenai DPRD Kabupaten Sikka kembalikan uang tunjangan perumahan dan transportasi DPRD senilai Rp 3,4 miliar. Menurutnya, berita yang dilansir Pos Kupang sungguh melegakan warga nian tanah Sikka.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya ini menyebut ada beberapa argumentasi hukum yang sangat berarti di dalam penegakan hukum. Dia juga melontarkan beberapa pertanyaan substansial.
"Apakah tindakan Bupati Sikka sebelumnya dan anggota dewan diduga melakukan penyalahgunaan wewenang? Apa dasar perubahan Perbup dari 35 menjadi 45 tahun 2018? Apakah ada kerugian negara atas keluarnya Perbup Nomor 45 tahun 2018?" tanya Marianus.
• Istri Dosen Politani Minta Maaf Telah Gerebek Suaminya Selingkuh dengan Mahasiswi, Ini Alasannya
• Gemini dan 4 Zodiak ini Bakal Menemukan Cintanya di 2019, Zodiak Kamu Termasuk?
• BERITA POPULER Drakor Encounter Keluarga Mahasiswa Unwira Tolak Autopsi & Bripda Puput Resmi Mundur
Menurutnya, tindakan seorang pejabat publik hanya dua alat ukurnya, yaitu peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
"Menyangkut tindakan bupati dan anggota dewan dengan keluarnya Perbup Nomor 45 tahun 2018 sampai menuai badai permasalahan apakah berdasarkan hukum dan kajian yang transparan dan akuntabilitas? Artinya keluarnya Perbup tersebut ada ada dasar hukum ternyata hanya didasarkan pada risalah rapat antara bupati dan dewan padahal kita tahu risalah rapat bukan norma hukum artinya tindakan mereka di gedung Kulababong diduga bertentangan dengan peraturan perundang- undangan," katanya.
Marianus mengatakan, jika dikaji dari aspek asas-asas umum pemerintahan yang baik ambil dua hal saja, misalnya aspek transparan dan akuntabilitas.
Mengenai aspek transparan, lanjut Marianus, apakah tindakan menaikkan uang tunjangan perumahan dari kurang lebih Rp 6 juta menjadi Rp 10 juta lebih sudah melalui kajian yang rasional dan transparan.
Dari aspek akuntabilitas, kata Marianus, alat ukur apa yang ilmiah terukur bisa dipertanggungjawabkan dengan mengubah Rp 6 juta menjadi Rp 10 juta tersebut. Jika tidak bisa dipertanggungjawabkan maka Perbup Nomor 45 tahun 2018 lahir dari dugaan adanya konspirasi.
"Tindakan 35 anggota dewan dengan tahu dan mau menerima uang tunjangan perumahan setiap bulan berarti ada dugaan penyalahgunaan wewenang sedangkan tindakan bupati yang menandatangani Perbup Nomor 45 tahun 2018 ada dugaan tindakan melawan hukum," tandasnya.
Marianus mengatakan, ada dugaan kerugian negara sekitar Rp 3,4 miliar yang wajib dikembalikan oleh anggota dewan dengan menunggu hasil audit BPK NTT.
"Dugaan korupsi dan kerugian negara sangat terang benderang sehingga BPK NTT tidak mungkin diam atas fakta ini. Perlu diketahui, dengan kembalikan uang tidak berarti dugaan tindak pidana korupsi berakhir karena perbuatan tindak pidananya sudah selesai," ujarnya. (aca)