Berita Kabupaten Ngada

Kisah Isak Penyadap Tuak di Aimere: Anak Sulung Saya Sedang Pendidikan Polisi di Kupang

Sesekali ia memantau api dan wadah penyimpan moke. Digubuk sederhana itu terdapat tiga buah periuk tanah tempat memasak moke

Penulis: Gordi Donofan | Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG/GORDI DONOFAN
Isak dan sang istri sedang sibuk memasak Moke dibelakang rumahnya di RT 02 Desa Waesae Kecamatan Aimere Kabupaten Ngada, Jumat (4/1/2019). 

POS-KUPANG.COM | BAJAWA --Isak Imanuel (44) warga RT 02 Desa Waesae Kecamatan Aimere tampak sibuk siang itu.

Mengenakan celana pendek berwarna loreng dengan baju kaus oblong berwarna putih hitam ia terlihat terus mengamati wadah tempat ia memproduksi sopi atau moke.

Pria yang akrab disapa Isak itu merupakan seorang penyadap tuak di Aimere. Setiap hari dirinya sibuk dengan menyadap dan memasak moke demi menghidupkan perekonomian keluarga.

Siang itu ia tampak sedang sibuk memasak moke dibelakang rumahnya. Tempat ia memasak moke sangat sederhana. Luas tempat ia memasak moke hanya sekitar 10 meter persegi.

Sesekali ia memantau api dan wadah penyimpan moke. Digubuk sederhana itu terdapat tiga buah periuk tanah tempat memasak moke. Kayu api yang digunakan juga harus yang bagus sehingga mempercepat proses menjadi moke.

Isak saat ini hanya fokus memproduksi Moke jenis Bakar Menyala (BM) yang menurut Isak BM nomor satu (Paling Keras).

Pria kelahiran 12 Oktober 1974 ini menghidupkan keluarga dengan menyadap moke. Sehingga anak-anak bisa sekolah.

Dalam sehari Isak memproduksi moke sebanyak 50 liter. Dengan nominal menghasilkan uang bisa mencapai satu juta rupiah. Harga per satu jerigen jumbo adalah 1.000.000 rupiah.

"Satu hari itu bisa menghasilkan satu jerigen jumbo atau 50 liter BM," ungkap Isak, kepada POS KUPANG.COM, dibelakang rumahnya di Aimere, Jumat (4/1/2019).

Ia mengungkapkan setiap hari dirinya dibantu sang istri, Nonce Elsiana Minggus (43) rajin memasak tuak. Jika dirinya sibuk, dirinya hanya panjat lontar untuk ambil tuak sedangkan untuk masak sang istrilah yang membantu.

Ia mengaku jika produksi tuak hanya bulan Mei hingga Desember. Sedangkan Januari hingga April lontar tidak ada rangkai sehingga tidak bisa menyadap tuak.

"Januari sampai april belum ada rangkai moke lontar.
Mei-Desember itu musim baru bisa panjat dan iris moke
Saya sejak tahun1998 kerja ini. Ya lumayan untuk hidup," ujarnya.

Ia mengaku dengan iris moke dirinya bisa menyekolahkan anak dan bisa menghidupkan keluarga.

"Saya ingin anak-anak semua sukses. Mereka harus sekolah. Anak ada lima orang semua mereka sekolah, anak sulung lulus Polisi, saat ini sedang pendidikan di SPN Kupang," ujarnya.

Kasus Bawa Lari Anak di Bawah Umur, Setelah Diamankan Kami Bawa ke Polres

Isak Dukung Kebijakan Gubernur Viktor Legalkan Miras

Pemerintah Bakal Buka Lagi Lowongan CPNS 2019 Selain Rekrut Pegawai Kontrak

Ia berharap suatu saat anak-anaknya semua sukses dan bisa menghidupkan keluarga masing jika sudah besar.

Ia juga mengaku menjalani suatu pekerjaan harus fokus dan tetap sabar. Apapun hasilnya harus terima. Jika sedang tidak rejeki pendapatan juga pasti menurun hanya bisa pasrah. Namun jangan pernah putus asa untuk terus bekerja menghidupkan keluarga.

Ia mengaku kebutuhan hidup menuntut dirinya agar tetap bekerja keras. Apalagi biaya hidup dan semua barang kebutuhan rumah tangga saat ini sudah mahal.

Berharap pada hasil bumi tidak cukup, karena lahan tidak luas. Luas lahan hanya cukup untuk rumah dan tempat usaha memasak moke.

Ia mengatakan kendala saat iris tuak adalah hujan. Jika hujan, kadang tuak yang dihasilkan tidak baik dan hasilnya tidak memuaskan.

"Kalau musim hujan kadang banyak air hujan yang masuk diwadah penyimpan tuak saat iris diatas pohon lontar. Agak sulit mau pisahkan air tuak dengan air hujan," ungkapnya.

Ia mengatakan permintaan pasar juga tinggi sehingga membuat dirinya semakin rajin untuk mengiris serta memasak moke.

Ia mengaku jika tidak masak tidak ada penghasilan. Maka mesti rajin untuk iris dan masak.

"Pelanggan banyak yang datang ambil dirumah. Mereka ada yang dari Manggarai, Bajawa, Ende dan daerah lain," tuturnya.

Ia mengku dirinya juga merupakan seorang nelayan. Jika cuaca baik ia mencoba untuk mencari ikan di laut.

"Sedikit demi sedikit kumpul uang. Kalau hanya harap hasil ikan tidak cukup. Makanya iris moke," ujarnya.

Dukung Kebijakan Gubernur NTT

Isak juga mengaku jika dirinya sangat mendukung kebijakan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, melegalkan minuman keras (Miras).

Dengan begitu semua penyadap dan produsen moke di NTT merasa diuntungkan karena ada perlindungan dan tidak takut lagi jika aparat penegak hukum menyita moke.

"Kami sangat mendukung kebijakan itu (melegalkan miras oleh Gubernur Viktor). Supaya kami aman dan akan terus memasak moke. Sehingga orang tidak takut beli moke. Kadang orang mau beli nanti disita oleh aparat," ujarnya.

Ia mengaku jika semua itu akan terwujud maka akan membantu para produsen moke yang ada di NTT.

Istri Isak, Nonce Elsiana Minggus (43) mengaku dirinya senang selama kurang lebih 20 tahun, sejak 1998 ia dan sang suami bergelut menyadap tuak di Aimere.

Dengan begitu, dirumah ada penghasilan. Iris tuak dan masak moke merupakan pekerjaan yang sangat menjanjikan.

Nonce begitu ia akrab disapa mengaku jika dirumahnya tidak produksi moke, maka untuk membeli kebutuhan hidup susah.

"Kami tidak tau lagi kalau tidak iris dan masak moke, mungkin anak-anak tidak sekolah," ujar Nonce.

Ia mengatakan penghasilan dalam setiap bulan bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga, bayar kredit di Bank dan Koperasi.

"Uang itu saya pisahkan memang, mana untuk kebutuhan rumah tangga, mana untuk cicilan ke Bank dan Koperasi juga uang untuk anak-anak sekolah," ungkapnya.

Ia mengaku tidak ada kendala jika ada kebutuhan mendesak jika anaknya meminta uang sekolah karena sudah disisikan memang untuk kebutuhan sekolah.

Ia mengungkapkan selama ini memang penghasilan lumayan. Jika setiap hari masak moke berarti menghasilkan satu jerigen jumbo (50 liter) moke dengan harga satu juta rupiah.

Berarti dalam satu bulan menghasilkan 1.500 liter moke dan bisa menghasilkan 30 juta rupiah.

"Ya kalau dihitung misalkan setiap hari satu jumbo (50 liter) dengan harga satu juta berarti satu bulan bisa mencapai itu (30 juta) tapi kadang tidak setiap hari ada waktu istirahatnya," ujarnya.

Ia mengaku senang karena moke yang mereka masak kualitasnya tetap terjaga sehingga pelanggan tetap mau beli moke jenis BM tersebut.

Ia mengaku kebutuhan untuk produksi juga sangat mahal. Misalkan harga kayu dan harga priuk tanah untuk masak moke juga mahal.

"Kalau musim hujan juga agak sulit, mendapatkan kayu bakar juga susah, tapi sebelum musim hujan harus diantisipasi," ujarnya.(Laporan Reporter POS KUPANG.COM, Gordi Donofan)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved