Berita Tamu Kita
Petrus Kembo : Menulis Sampai Akhir Hayat
"ARUNGI samudera inspirasi, menulis kata yang menggerakkan jiwa dan raga untuk membangkitkan semangat masyarakat."
Penulis: Apolonia M Dhiu | Editor: Apolonia Matilde
"ARUNGI samudera inspirasi, menulis kata yang menggerakkan jiwa dan raga untuk membangkitkan semangat masyarakat membangun tanah air Indonesia".
Demikian sepenggal motto dari penulis naskah drama, dan juga sutradara film asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Piter Kembo. Mungkin banyak orang NTT yang tidak mengenalnya, namun kegigihanya untuk tetap berjalan dan hidup dengan seni, membuatnya tetap ada dan diperhitungkan sampai saat ini.
Berbagai naskah drama yang ditulisnya selalu diperhitungkan di tingkat nasional. Tak heran, ia bisa sederet dengan seniman dan sastrawan Indonesia seperti WS Renda ataupun Arswendo Atmowiloto dan yang lainnya. Ia juga sering mendapatkan penghargaan bahkan juara di tingkat Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI atas karya-karyanya dalam menulis naskah drama dan film.
• Gantikan Willem Rampangilei, Presiden Akan Lantik Doni Monardo Jadi Kepala BNPB Besok
Pada tanggal 15 Desember 2018, pria yang akrab disapa Piter menerima Penghargaan Kebudayaan Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaharu atas dedikasi dan pengabdianya sebagai penulis, sutradara film dan pencipta lagu pop daerah NTT dari Dinas Kebudayaan Provinsi NTT. Penghargaan diserahkan oleh Wakil Gubernur NTT, Josef A Nae Soi di Lippo Plaza Kupang.
Apa saja yang dilakukan Petrus Kembo di bidang seni dan budaya. Ikuti wawancara Wartawati Pos Kupang, Apolonia Matilde Dhiu dengan Petrus Kembo di Kupang, Jumat (28/12/2018).
Proficiat. Anda baru saja menerima penghargaan dari Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Kebudayaan. Penghargaan apa itu?
Terima kasih. Jadi penghargaaan tersebut adalah Anugrah Kebudayaan kategori pencipta, pelopor dan pembaru. Kategori ini mencakup karya di dalamnya yaitu sastra, seni tari, penulisan skenario film dan drama. Ini kategori yang kompleks karena mencakupi semua karya seni yang saya ciptakan yang cenderung dapat diperbarui dengan tetap menjaga keaslian.
Penghargaan ini bukan merupakan satu-satunya kebanggaan saya. Kebanggaan saya ialah bagaimana memanfaatkan seni sebaik-baiknya untuk pembangunan manusia, bangsa dan negara. Cita-cita saya hanya satu, yakni berfungsi bagi kehidupan orang lain lewat tulisan, film dan lagu.
Karya apa saja yang Anda lakukan sehingga berhak menerima penghargaan tersebut?
Ada spesifikasi, tetapi saya melakukan banyak hal di bidang seni dan budaya, seperti menulis segala tulisan, sastra, puisi, pendalangan, dan skenario film maupun drama. Terkait dengan sutradara film, yaitu film dokumenter, film fiksi, film panjang, film pendek, film layar lebar, dan sebagainya. Kategori pencipta lagu, dan memang saya adalah penyair, penulis lagu dan pembuat lagu. Ada beberapa album yang sudah saya buat, termasuk album Pak Kris Matutina, dengan judul 'Selayang Tandus" yang isianya 11 lagu pop daerah. Album rohani dinyanyikan oleh Pdt. Fudi Makaraung, dan satu album yang sudah beredar di radio, televisi swasta, dan album pop anak-anak.
Sedangkan kategori sutradara film dimaksud yaitu bisa memproduksi film, menjadi pelatih sutradara lain, tata sound, tata arsitek. Menjadi sutradara film harus menguasai teknik lighting, penulisan skenario, kameramen, lampu, tata rias dan sebagainya.
Pada Penyerahan Anugerah Budaya tersebut siapa saja selain Anda yang menerimanya?
Ada juga seniman lainnya, dia mendapatkan anugerah budaya kategori pelestari. Dia seorang tokoh tua yang selalu melestarikan seni tradisi, dia hanya menjaga keaslian seni itu, jadi dia tidak cenderung membaharui seperti kategori yang saya miliki. Kemudian ada kategori anak, yakni anak-anak yang pandai mengajak orang menari.
Bisa diceritakan bagaimana Anda bisa memperoleh penghargaan tersebut?
Jadi sekitar bulan September 2018 ada tim dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI Bidang Diplomasi Bahasa dan Apresiasi yang melakukan versifikasi. Kami memasukkan berbagai berkas terkait karya-karya yang kami buat selama ini dan dikirim ke Jakarta. Ada banyak seniman dan sastrawan yang memasukkannya. Dan, puji Tuhan saya mendapatkan tahun ini. Mungkin ini salah satu hadiah terindah di penghujung tahun 2018 untuk saya dan keluarga.
Ada banyak teman yang belum mendapatkan bukan karena belum berhasil tetapi tertunda. Jadi karya saya dilihat dari banyak segi, antara lain kontinuitas karya yang ada, karya tersebut dinikmati banyak orang, lewat media-media umum atau lewat keterlibatan langsung masyarakat umum, seperti anak sekolah, guru, masyarakat umum dan sebagainya. Saya pernah menjadi pembicara pada workshop film seperti dokumenter, cerita fiksi.
• Sambut Tahun Baru 2019, Aura Kasih Pamer Foto Pernikahan dan Kemesraan dengan Eryck Amaral
Selain di tingkat lokal, Anda juga sering mendapatkan penghargaan menulis di tingkat nasional. Bisa Anda ceritakan?
Yah, tahun 2005 saya mengikuti lomba menulis skenario layar lebar untuk film layar lebar yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Budaya RI. Dari 198 naskah yang masuk dari seluruh Indonesia, saya masuk nomor 7 dengan judul 'Gadis Pemetik Sasando'. Waktu itu, karya saya masuk 10 besar nasional bersama Arswendo Atmowiloto dengan judul 'Keluarga Cemara', Titi Said, Jenar Mahesa Ayu, dan Pranoto. Yah, saya bangga sekali, karena karya saya bisa masuk 10 besar. Saat ini, ada empat naskah saya siap produksi yakni 'Negeriku Matahariku', 'Merah Putih di Perbatasan', Trafficking, dan 'Cerita Hati Seorang Ibu'.
Sejak kapan Anda mulai masuk ke dunia perfilman dan sudah berapa banyak karya yang Anda hasilkan sejauh ini?
Saat ini sudah 41 karya yang saya hasilkan, selama kurun waktu perjalanan karya saya dari tahun 1978. Terjun awal ke perfilman saat saya masih SMP. Saya sekolah di SMP St. Yoseph Naikoten Kupang. Waktu itu kehidupan keluarga saya susah. Mama saya sudah meninggal saat saya kelas 3 SD. Saya dibesarkan oleh ayah yang hanya pegawai kecil di RSU Prof. Johannes Kupang. Saya belajar banyak tentang kesulitan hidup. Di situ ilham yang saya dapatkan ketika ke gereja mendengar khotbah pastor, kidung mazmur, kidung damai, kidung agung dari Alkitab. Saya memandang bahwa ternyata hidup sudah diatur oleh Tuhan. Saya menemukan bahwa tulisan kitab suci itu ternyata ada dalam kehidupan harian. Saya mulai menulis tentang apa saja yang saya alami dan rasakan.
Sejak saat itu saya mulai menulis, membuat puisi dan mengarang lagu, mengaransir dan membuat vokal grup yang dinamai Grup Cendana bersama teman-teman. Tiap acara saya sering tampil. Saya tidak dibayar, tetapi saya hanya ingin menyampaikan kepedihan hidup melalui puisi dan lagu. Saat itu saya menulis drama judulnya 'Lukisan Sabda' yang dipentaskan di berbagai gereja baik Katolik maupun Protestan saat itu.
Banyak karya masa remaja yang saya tulis, tetapi saat itu belum tahu untuk mendokumentasikan seperti apa. Beberapa judul yang saya ingat seperti 'Kurajut Kontas Ini', 'Untuk Selamat Tidur Saya di Malam Hari' dan sebagainya.
• Penutupan Lokalisasi Karang Dempel, Adelia: Jaminan Hidup Rp 5,5 Juta Tidak Cukup
Anda belajar secara otodidak untuk menulis dan membuat drama dan film. Luar biasa.
Yah, saya belajar dari pengalaman hidup. Saya melihat apa yang saya tulis dan pentas ternyata laku dan banyak yang menonton karya-karya saya. Setelah tamat SMA Teladan Kupang tahun 1984, saya merantau ke Surabaya dan Jogyakarta. Di sanalah saya belajar banyak tentang seni dan bertemu dengan orang hebat seperti WS Renda dan Arswendo Atmowiloto. Jadi dari pentas kecil-kecil di Kupang, bertemu dengan pentas kaliber di Jogya dan Surabaya, di sanalah saya terbentuk. Dan, saya belajar banyak tentang film dan drama. Di Surabaya saya berteman dengan seniman Surabaya, Mas Yono. Saya belajar banyak tentang bagaimana menjadi seorang pembaca puisi yang baik, bagaimana pentas drama yang baik, tata lampu, tata dekor di panggung.
Di Jogyakarta saya sering ke Gedung Budaya Jogja, itulah tempat Rendra berada, ilmu-ilmu dia yang ada di teater-teater di Jogja saya pelajari. Saya beli buku-buku di loak tentang film dan drama, teater. Saya belajar bersama dengan mereka dan tahun 1986 saya pulang ke Kupang. Saya dirikan Sanggar Cendana dan melatih banyak anak dan melakukan pementasan dengan Judul Pentas Seni Musim Panas.
Yah, selain seni, saya juga terampil bertukang kayu, batu, saya mampu ukir, pahat patung, lukis. Saya hidup dari situ sampai akhirnya menikah tahun 2000. Saya kemudian mendirikan Sanggar Teater Plus yang fokus pada dunia perfilman bekerja sama dengan TVRI Kupang. Dan film pertama yang saya produksi berjudul "Cinta Yang Kandas' yang diperankan oleh Keni Sau dan Ekaristi Tulung, Marini Samir, Dahlia Tade.
Selanjutnya, 'Sebening Hati Yang Fitri' ditayangkan di TVRI NTT.
Anda membuktikan bahwa dari karya-karya seni yang dibuat secara terus-menerus sebagai sebuah profesi mampu menghidupkan keluarga. Walau masih dipandang sebelah mata. Apa tipsnya?
Resepnya satu dalam berseni kita perlu jujur. Jujur dari hati saat menulis, menuangkan ide pikiran, jujur kepada sesama bahwa kita memang susah. Kita tidak punya apa-apa, kalau susah minta, tidak boleh menipu, jangan mencuri. Hidup harus tetap berkarya, ketika karya itu lahir, orang melihat karya itu mampu mendongkrak kehidupan manusia, akan banyak orang percaya kita, menolong kita. Ini yang saya alami, ternyata kejujuran, ketulusan hati dalam menuangkan karya seni.
Di NTT, seni tidak menghidupkan betul, tetapi bahwa berhenti berkarya, tidak bisa saya lakukan. Saya akan tetap berkarya di bidang saya. Saya adalah seorang yang harus mempelopori manusia lain untuk memahami hidup yang sebenarnya, melalui tulisan-tulisan dan karya.
Saya hanya berharap kepada pemerintah provinsi, kalau memang orang-orang macam kami ini, bisa dijadikan inspirator atau aset untuk membangun daerah, ingatlah kami dan berdayakan kami.
Karena, banyak seniman dan sastrawan di NTT tidak dikenal dan dihargai tetapi di even nasional, kami sukses dan bahkan selalu membawa nama NTT. (*)
• Tahun Baru di Hotel On The Rock Lebih Meriah
Biodata :
Nama : Petrus Kembo
Lahir : Kupang, 15 Mei 1965
Istri : Adriana Dulli-Kembo
Anak : 8 orang
Karya seni yang digeluti :
1. Mengarang dan menulis Puisi
2. Mengarang dan Menulis Skenario Drama
3. Menyutradarai pementasan Drama dan Teater
4. Menulis Buku Pendidikan Drama
5. Membina dan melatih Teknik Bermain Drama
6. Mengarang lagu-lagu Pop Daerah NTT dan lagu Pop Rohani
7. Memproduksi-membuat Video Clip lagu-Lagu Pop Daerah dan Pop Rohani
8. Mengarang Ceritera dan membuat Skenario Film
9. Menyutradarai dan memproduksi film -film ceritera pendidikan karakter
10. Menyutradarai dan memproduksi film Dokumenter Budaya untuk kajian nilai -nilai budaya dan Produksi Film Wisata untuk Promosi kekayaan Daerah NTT.
11. Menulis buku Teknik Produksi Film Dokumenter
12. Mengajar dan Melatih siswa/siswi dan masyarakat tentang Tekni Produksi Film Dokumenter serta teknik Bermain Drama dan Pentas Teater Kolektif
Penghargaan :
Ada banyak sekali penghargaan yang diterima baik nasional maupun provinsi. Dan tahun 2018, menerima:
Penghargaan dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas Partisipasi dalam Menggali Budaya dan Seni di NTT lewat Film Dokumenter, sebagai bahan Kajian Nilai Budaya bagi BPNB Bali sejak tahun 2014 sampai tahun 2018.
Mendapat Anugerah Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaharu, Bidang : Penulis, Sutradara Film dan Pencipta Lagu Pop Nusa Tenggara Timur.