Breaking News

Berita Kota Kupang

Relawan CIS Timor Adakan Workshop! Media Damai-Panduan Menulis Berita keberagaman di NTT

politik SARA juga biasanya digunakan pada saat tertentu (pemilu) untuk memperoleh keuntungan-keuntungan politik.

Editor: Ferry Ndoen
POS KUPANG.COM/GECIO VIONA
Foto bersama usai Workshop Media Damai-Panduan Menulis Berita keberagaman di NTT di Aula Resto In and Out Kelapa Lima, Kota Kupang, Selasa, (30/10/2018) 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Perkumpulan Relawan Circle Imagine Society (CIS) Timor bekerjasama dengan Kompak (Komunitas Peace Maker) mengadakan Workshop Media Damai-Panduan Menulis Berita keberagaman di NTT.

Kegiatan itu dilakukan pada Selasa, (30/10/2018) siang di Aula Resto In and Out Kelapa Lima, Kota Kupang.

Baca: Ini Sosok Putra NTT Yang Menggantikan Posisi Setya Novanto Di DPR RI, Siapakah Dia?

Hadir dalam kegiatan sejumlah insan pers baik cetak, online dan elektronik di NTT serta para mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Kupang.

Baca: Nilai Kerugian Kebakaran Kampung Adat Nggela Mencapai Rp 5 M

Dikesempatan sesi pertama, Jemrys Fointuna, Ketua Bidang Koodinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu NTT membawakan materi potensi isu SARA dalam Pemilu 2019 dan dimoderatori oleh penggiat keberagaman bersama Komunitas Orang Muda Lintas Agama, Zarniel Woleka.

Dalam pemaparan materinya, Jemrys mengatakan, isu SARA sering dihembuskan karena keadaan ekonomi politik dari satu daerah dan ia juga menyebutkan yang menjadi penyebab munculnya isu SARA ditengah kontestasi politik elektoral dikarenakan politik identitas dan hal itu, katanya, terjadi secara alamiah

Selain itu, lanjut Jemrys, politik SARA juga biasanya digunakan pada saat tertentu (pemilu) untuk memperoleh keuntungan-keuntungan politik.

"Di sini SARA dilihat hanya dijadikan komoditas untuk memperoleh dukungan publik yang memiliki kesamaan identitas untuk mengambil bagian dari suatu pertarungan politik," katanya.

Ia juga memaparkan data yang dibeberkan oleh LIPI dimana salah satu faktor yang menghambat Pemilu 2019 adalah isu SARA.

"Menurut penelitian LIPI, 40 persen itu SARA dan politik indentitas sedangkan toleransi 21 persen dan radikalisme 10 persen," jelasnya.

Dirinya berharap para pemuda lintas agama dapat membantu pihak Bawaslu NTT untuk memberikan pencerdasan politik kepada masyarakat.

"Teman-teman media membantu kami memberitakan berita yang baik sudah membantu kami," tambahnya.

Pada sesi kedua, Zarniel Woleka menjadi pemandu diskusi terkait peranan media dalam pemilu dan membagi peserta dalam dua kelompok diskusi.

Kelompok pertama dalam diskusi itu membahas peta kerawanan atau konflik pemilu yang terdiri dari dua item yakni pengaruh kebijakan politik dan politik nasional serta situasi pemilu dalam konteks NTT. Mereka mendiskusikan terkait keadaan objektif problem yang akan hadir saat pemilu yakni hoax, SARA dan politik uang.

Lebih lanjut kelompok kedua membahas prinsip dan panduan meliput yang terdiri dari item komitmen kepentingan publik, berimbang, akurasi dan objektif. Kelompok ini berbicara terkait bagaimana peranan media dalam penyelenggaraan pemilu.

Rekomendasi dari kegiatan itu akan dilaksanakan kegiatan selanjutnya dengan menghadirkan sejumlah kelompok kepentingan seperti dari pemerintah, kepolisian, KPU NTT dan Bawaslu NTT guna mengkawal pemilu dan mendiskusikan tentang menanggulangi isu SARA yang akan terjadi pada pemilu 2019 nantinya. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved