Mengenang Leo Batubara, Idealisme yang Selalu Tegak Lurus
Pak Leo Batubara akhir-akhir ini sering risau dengan media online yang semakin hari semakin diwarnai
Oleh Hermawi Taslim *
POS-KUPANG.COM - Sungguh di luar dugaan, hanya berselang enam hari setelah pertemuan terakhir kami di gedung Lembaga Alkitab Indonesia (LIA), Salemba Jakarta, tepatnya 23 Agustus 2018, Pak Leo Batubara pergi meninggalkan kita semua. Hari itu beliau bersama saya sebagai pembicara dalam acara FGD Forkom Narwastu membahas topik "Kemerdekaan Berpendapat"
Terlalu banyak memori bersama beliau. Betapa tidak, sejak menjadi aktivis PMKRI di usia 20-an, hingga usia 50-an sekarang ini, saya melihat Pak Leo selalu menjadi nara sumber dengan ciri khas yang tidak pernah berbeda yakni idealisme yang tegak lurus.
Presiden boleh silih berganti, tapi kemerdekaan pers harus tetap dirawat. Demikian ungkap Pak Leo mengawali uraiannya di FGD Narwastu minggu lalu.
Baca: In Memoriam Sabam Leo Batubara, Pembela Kebebasan Pers di Indonesia
Di tengah perjuangan merawat kebebasan pers, Pak Leo akhir-akhir ini sering risau dengan media online yang semakin hari semakin diwarnai oleh berita hoax. Perang melawan hoax adalah salah satu pesan beliau yang patut kita kenang terus.

Sebagai seorang lawyer, saya kerap menggunakan jasa Pak Leo sebagai saksi ahli dalam perkara-perkara tindak pidana yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
Suatu ketika dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pak Leo tampil sebaga saksi ahli dengan keterangan tertulis setebal 33 halaman.
Lalu setelah dipersilakan oleh Majelis Hakim, beliau mengawali penjelasannya sebagai berikut. Terima kasih kasih yang mulia, paper yang sudah saya buat itu bisa dibaca d irumah, sekarang saya ingin memberi penjelasan lisan yang jauh lebih substantif.
Baca: Tokoh Pers Leo Batubara Selalu Menekankan Pentingnya Integritas
Persidangan berlangsung dua jam lebih, diselingi beberapa kali teguran majelis hakim agar beliau memperlambat pembicaraan agar semuanya bisa dicatat oleh hakim.
Selain idealisme yang tegak lurus, satu hal yang tidak pernah berubah dari Pak Leo Batubara yakni suaranya yang selalu tinggi, melengking dan menggelegar.
Pada akhir FGD tanggal 23 Agustus 2108, saya memberi Pak Leo rosario. Saya katakan, pak ini rosario khusus saya bawa dari Morotai, Maluku Utara, hasil kerajinan tangan masyarakat di sana yang bahan bakunya dari besi putih sisa-sisa kapal perang AS saat Perang Dunia kedua.
Mendengar penjelasan demikian, Pak Leo langsung menyambar cerita tentang Perang Dunia kedua dan jendral Mc. Arthur.
Saking bersemangatnya, kami tidak sadar Pendeta Nus Reimas sudah berdiri di hadapan kami untuk mengakhiri FGD dengan doa.
Selamat jalan Pak Leo Batubara, kami akan terus melanjutkan perjuanganmu merawat dan menjaga kebebasan pers dan konsisten melawan hoax. (*)
* Hermawi Taslim, Ketua Umum Forum Komunikasi Alumni (Forkoma) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Pusat.