Polwan Ungkap Kelakuan Rekan Polisi Kepada Korban Kekerasan, Seperti Semut Mengerubuti Gula
Polwan ungkap kelakuan rekan polisi kepada perempuan korban kekerasan, seperti semut mengerubuti gula katanya.
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
"Perma 3 mesti disosialisasikan agar masyarakat pencari keadilan bisa tahu dan paham akan haknya sekaligus mengontrol hakim dan para pihak yang terlibat dalam sidang," kata Pdt. Ina.

Juliana Ndou, SH berharap ada pemantauan peradilan oleh masyarakat sipil, Ombudsman termasuk KomisiYudisial, agar peradilan berjalan sebagaimana mestinya sesuai Perma 3.
Fridinari D Kameo, Polwan dari Polres Babau mengungkapkan masih banyak oknum polisi yang belum responsive gender. Buktinya, masih ada pikiran, sikap dan perkataan yang diskriminasi oleh oknum polisi terhadap perempuan dan anak yang sedang diperiksa di tingkat penyidikan.

"Saya akui masih ada oknum polisi belum responsif gender, jika ada kasus KDRT, oknum polisi datang mengerubuti korban, ya ibaratnya seperti semut lagi mengerubuti gula. Dan perempuan lebih disalahkan, itu fakta lapangannya. Tapi hal seperti itu mulai perlahan-lahan kami ubah agar kedepan tak lagi seperti itu," kata Fridinari yang mempersoalkan masih ada hakim yang menanyakan 'luka lama' pada korban perkosaan.
Ana Djukana, SH, MH, dari unsure pers dan aktifis perempuan mengatakan, media hendaknya ikut memantau pelaksanaan Perma 3 dan ikut bertangungjawab melahirkan jurnalis yang memiliki perspektif dan responsif gender agar hasil produknya tidak bias gender dan tidak mendeskritikan perempuan dan anak.
Ana berharap setiap APH termasuk KY mampu melihat fakta penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam perspektif gender dan hal itu digunakan sebagai alat analisis dalam memeriksa suatu perkara.

Direktris LBH APIK NTT, Ansi D RIhi Dara, SH mengatakan, kehadiran Perma 3 merupakan angin segar dan hadiah bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum, dimana selama ini masih mendapat perlakuan diskriminasi di pengadilan.
Menurut Ansi, Perma 3 itu berisi 3 pedoman bagi yakni, pedoman dalam memeriksa perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum di persidangan, dalam menjatuhkan putusan dam penerapan prinsip keadilan restoratif.
"Berharap agar Perma 3 tahun 2017 bisa mewujudkan penegakan hukum yang baik dan benar terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum, sehingga bisa tercipta keadilan dan kesetaraan gender. Kita juga berharap Perma 3 bisa menjadi pemicu lahirnya budaya hukum bagi hakim yang sensitif, responsif dan berperspektif keadilan dan kesetaraan gender.Mari bersama mengontrol penerapan Perma 3 tahun 2017 oleh hakim di Pengadilan, ajak Ansi.

Veronika Ata alias Tory, hukum di Indonsia masih bersifat atau berjenis kelamin laki-laki sehingga dalam penerapannya, tak heran jika APH termasuk hakim masih seringkali meminggirkan perempuan yang berhadapan dengan hukum.
"Hakim mesti punya pemahaman berperspektif gender, Jika tidak ada pemahaman gender yang baik dari hakim maka bagaimana mungkin dia bisa berlaku baik terhadap perempuan dan anak di persidangan.
Dan Perma 3, merupakan terobosan dari MA dan upaya baik dalam merespon kebutuhan, kritik yang sering diajukan oleh berbagai lapisan masyarakat termasuk APH yang berprespektif gender.
Menurut Tory, jika Perma 3 dijalankan dengan baik oleh setiap hakim maka akan berdampak positif pada setiap aspek kehidupan.
"Seperti, tersedianya peraturan hukum yang lebih responsif dan konkrit terdahap perempuan dan anak, lebih menghormati martabat perempuan. Secara psikologis, korban bisa merasa aman dan nyaman. Secara sosiologis, bisa memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dan keluarga korban," kata Tory.

Tory berharap, lembaga penegak hukum mensosialisasikan dan mempublikasikan peran dan fungsinya juga mensosialisasikan Perma 3 agar masyarakat tahu haknya dan bisa mengontrol hakim dalam menyidangkan perkara.