Elokuensia dan Calon Gubernur

Jika sekian banyak sikap, pendapat, pandangan dan penilaian itu dipadatkan dalam satu kesimpulan singkat, kita boleh katakan

Editor: Dion DB Putra

Oleh: Tony Kleden
Wartawan, mengajar jurnalistik di Jurusan Komunikasi FISIP Unwira Kupang

POS KUPANG.COM - Debat pertama pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT telah berlangsung Kamis, 5 April 2018 lalu. Dari pengamatan sepintas di media, baik media mainstream, media daring maupun media sosial, muncul beragam pendapat, sikap, pendirian, penilaian tentang debat yang berlangsung di Studio iNews TV Jakarta dan disiarkan secara langsung itu.

Jika sekian banyak sikap, pendapat, pandangan dan penilaian itu dipadatkan dalam satu kesimpulan singkat, kita boleh katakan bahwa debat pertama itu masih bersifat pemanasan dengan sejumlah hal yang perlu diperbaiki lagi untuk dua debat berikutnya.

Tulisan ini tidak hendak menambah panjang, juga tidak ingin menyambung penilaian, pendapat dan pandangan yang telah ada dan tersaji dengan sangat plastis di media. Sebaliknya tulisan singkat ini cuma menyoroti seperti apa manfaat sebuah debat dalam kontestasi seperti pemilihan kepala daerah.

Elokuensia

Pada galibnya debat adalah saling adu argumentasi antarpribadi atau antarkelompok dengan tujuan mencapai kemenangan untuk satu pihak. Dalam debat setiap peserta berusaha menjatuhkan lawannya supaya pihaknya berada pada posisi yang benar.

Di negara-negara dengan sistem demokrasi yang sudah sangat maju, panggung debat benar-benar mempengaruhi sikap, meyakinkan pendengar untuk kemudian dapat dengan mudah menentukan pilihan audiens.

Pertarungan ide, gagasan dan argumentasi antarpeserta debat benar-benar tersaji di depan mata. Dengan kata lain, debat menjadi alat bantu bagi para audiens menyatakan sikap dan menentukan pilihannya.

Apa yang disebut debat calon kepala daerah di Tanah Air, sebagaimana sering kita saksikan di layar televisi, sebenarnya masih jauh dari konsep sebuah debat. Pada debat pertama pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT Kamis, 5 April lalu pertarungan argumentasi sama sekali tidak terjadi.

Empat pasangan calon diberi kesempatan mengemukakan visi-misinya, membeberkan seperti apa program kerjanya lima tahun memimpin NTT dengan merujuk pada tema yang diangkat yakni Pembangunan Ekonomi dan Infrastruktur.

Visi misi dan program kerja yang dibeberkan itu tidak `diobok-obok' para lawan. Kalau kita perhatikan skema dan format debat putaran pertama, setiap pasangan calon tidak punya cukup ruang untuk `menyerang' lawan-lawannya melalui bangunan argumentasi yang kuat dan meyakinkan.

Tak banyak orang punya kesan yang sama, debat putaran pertama paslon Gubernur-Wakil NTT tanpa perdebatan.

Meski tanpa perdebatan sebagaimana yang diharapkan publik, setiap debat selalu memberi gambaran menarik dan penting untuk audiens, yakni kefasihan berbicara didukung gaya bicara yang persuasif guna meyakinkan audiens.

Dalam ilmu retorika, kefasihan berbicara disebut elokuensia. Elokuensia adalah kemampuan berbicara secara baik, lancar dan efektif dalam setiap situasi.

Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa yang paling penting dan menentukan dalam sebuah ajang debat adalah kefasihan berbicara. Kefasihan berbicara sangat penting guna memberi keyakinan kepada audiens untuk menyimak dan menangkap pesan apa yang ingin disampaikan.

Kefasihan berbicara sangat erat kaitannya dengan seni berbicara. Seni berbicara tidak dapat dipisahkan dari bahasa yang digunakan. Itu sebabnya, orang selalu mengatakan, bahasa juga merupakan sarana untuk mewujudkan diri. Sebab apabila kita berbicara kita sesungguhnya mewujudkan diri. Ketika berbicara, kita sedang menunjukkan siapa diri kita sebenarnya.

Lebih jauh dari itu, setiap kata yang keluar dari mulut kita menjadi energi luar biasa besar dan berpengaruh untuk diri. Mohammad Ali, petinju legendaris itu, di man-mana selalu mengatakan, I'am the greatest (Akulah yang terbesar).

Kata-kata ini memberi energi yang luar biasa kepada sang petinju, dan terbukti Mohammad Ali adalah petinju terbesar yang pernah ada di planet ini dan namanya kuat bertahan dalam memori kolektif dari generasi ke generasi.

Petenis Ceko, Ivan Lendle, punya moto, "Saya bukan membenci kekalahan, tetapi saya tidak mau meninggalkan lapangan tenis sebagai orang kedua." Moto ini sebetulnya hanya permainan kata-kata saja. Tetapi bagi sang petenis, kata-kata ini menjadi spirit yang luar biasa baginya ketika berada di lapangan tenis.

Debat pertama pasangan Gubernur-Wakil Gubernur NTT sudah selesai. Dengan penjelasan dan pendasaran sangat singkat di atas, publik NTT sebetulnya sudah bisa melihat dan menilai siapa calon yang paling baik dari aspek kefasihan berbicara. Calon mana yang masih perlu belajar banyak lagi teknik berbicara.

Pertanyaan selanjutnya, apakah perlu seorang pemimpin seperti gubernur, bupati harus fasih berbicara? Jawabannya tegas dan jelas: ya, sangat perlu!

Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu menyampaikan pesan kepada masyarakatnya dengan bahasa yang mudah dicerna, dengan gaya bicara yang menyenangkan dan dengan gestikulasi yang meyakinkan. Kata-kata yang tepat, bersih, artikulasi yang jelas dapat menjadi tolok ukur seorang pemimpin di mata masyarakat sekaligus dapat menunjukkan tingkat kematangan dan kecerdasannya.

Sebuah pepatah tua mengatakan, "Berbicaralah, supaya saya dapat melihat dan mengenal Anda!"

Quintilianus mengatakan, "Tidak ada anugerah yang lebih indah, yang diberikan oleh para dewa, daripada keluhuran berbicara."

Martin Luther bilang, "Siapa yang pandai berbicara adalah seorang manusia, sebab berbicara adalah kebijaksanaan, dan kebijaksanaan adalah berbicara."

Empat pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT --minus Marianus Sae --yang tampil pada debat pertama telah memperlihatkan siapa diri mereka dari cara berbicara. Masyarakat NTT yang menyaksikan debat itu masih agak sulit menangkap satu pesan kuat yang bisa menjadi semacam trigger bagi mereka.

Hampir sepanjang debat hingga closing statement (kata penutup), para paslon masih berbicara datar dan tawar, kecuali ajakan yang lebih bernuansa harapan untuk memilih mereka.

Kita berharap pada debat putaran kedua dan ketiga, para pasangan calon gubernur-wakil gubernur mampu menunjukkan siapa diri mereka lewat penampilan di atas panggung.

Semakin jelas penampilan para pasangan calon, semakin jelas juga masyarakat menilai dan kemudian mempunyai pilihan akan sosok pemimpinnya lima tahun ke depan. *

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved