Breaking News

Menko Maritim Larang Penenggelaman Kapal dengan Alasan Ini, Susi: Tergantung Putusan Pengadilan

"Kalau keputusan hukum dari pengadilan harus dimusnahkan ya harus dimusnahkan," kata Susi

Editor: Agustinus Sape
PUSAT PENERANGAN TNI
Proses penenggelaman kapal pencuri ikan di perairan Bitung, Sulawesi Utara, Rabu (20/5/2015) siang. Penenggelaman tersebut dilakukan oleh TNI Angkatan Laut. 

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan keputusannya selama ini untuk menenggelamkan kapal adalah amanat Undang-Undang, bukan keinginannya sebagai Menteri.

Hal ini diungkapkan untuk menanggapi permintaan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang minta Susi Pudjiastuti tidak lagi menenggelamkan kapal di 2018.

"Kalau keputusan hukum dari pengadilan harus dimusnahkan ya harus dimusnahkan," kata Susi melalui pesan singkat kepada Kompas.com pada Selasa (9/1/2018).

Luhut sebelumnya berpesan soal jangan menenggelamkan kapal lagi ketika dia menggelar rapat koordinasi dengan kementerian di bawah jajarannya pada Senin (8/1/2018) kemarin.

Menurut Luhut, sanksi penenggelaman kapal sudah cukup dan tahun ini kementerian diminta fokus bagaimana meningkatkan produksi agar jumlah ekspor bisa meningkat.

Selain itu, Luhut juga ingin agar kapal yang terbukti dipakai pada kasus illegal fishing agar disita dan dijadikan aset negara.

Susi menjelaskan, penggunaan kapal sitaan sebagai aset negara juga telah diatur dalam Undang-Undang dan hal itu dapat dilakukan sesuai dengan keputusan pengadilan.

"Kalau keputusannya (pengadilan) disita, ya disita," tutur Susi.

Berdasarkan aturan yang berlaku, memang terdapat beberapa sanksi bagi pelaku kasus illegal fishing di Indonesia.

Selain dengan penenggelaman kapal dan penyitaan, juga ada sanksi kapal digunakan untuk kepentingan lain, seperti untuk koleksi museum, keperluan pendidikan, hingga bahan penelitian.

Menko Luhut mengatakan, daripada ditenggelamkan lebih baik kapal tersebut diberikan kepada nelayan.

Pasalnya, saat ini banyak nelayan yang tidak melaut sehingga diharapkan kapal-kapal tersebut dapat membantu nelayan.

"Nelayan kita ini sekarang banyak yang di darat. Nah saya bilang kenapa sekarang tidak kapal itu diberikan melalui proses yang benar kepada koperasi-koperasi nelayan kita sehingga mereka melaut," ucap Luhut saat ditemui di kantornya, Selasa (9/1/2018).

Selain itu, banyaknya kapal bermasalah yang terdampar di beberapa kawasan seperti Bali, Tegal, Ambon, Belitung juga disebutkan Luhut menjadi alasannya melarang penenggelaman kapal dan lebih baik digunakan bagi nelayan yang membutuhkan.

"Setelah sekian lama jalan, saya pikir-pikir masa terus-terusan begitu kan kapal itu setelah saya lihat banyak yang terdampar, mau diapakan itu kapal masa mau dibiarin gitu aja terus," ungkap Luhut.

Lebih lanjut, Luhut mengungkapkan keputusannya tersebut sesuai dengan UU Perikanan No. 31 Tahun 2004 yang mengalami perubahan menjadi UU No. 45 Tahun 2009.

Staf Khusus Kemenko Kemaritiman urusan hukum, Lambock V Nahattands, menjelaskan memang diperbolehkan untuk melakukan penenggelaman kapal apabila dalam proses penangkapan terjadi tindakan balasan.

"Itu ada dalam pasal 66c. Penenggelaman bisa dilakukan apabila melarikan diri dan atau melawan dan atau membahayakan keselamatan kapal pengawas," ungkap Lambock pada kesempatan yang sama.

Sedangkan pada pasal 69 penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti.

Kemudian pada pasal 76 a, barang dari hasil tindak kejahatan perikanan memang bisa diberikan kepada negara atau dimusnahkan.

"Hasil dari tindak kejahatan perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pegadilan negeri," ungkap Lambock.

Dengan tidak adanya penenggelaman, Luhut berharap kementerian yang dipimpin Susi dapat memenuhi target-target yang belum tercapai seperti ekspor ataupun pabrik ikan yang tutup.

"Presiden memerintahkan untuk fokus pada tugas masing-masig, misalnya peningkatan ekspor di KKP yang dari data yang ada itu menurun, dan banyaknya pabrik-pabrik ikan yang tutup," pungkas Luhut. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved