Menitip Nasib di tangan Tekong, Kisah TKW Rabitah Cari Keadilan Setelah Ginjalnya Dicuri di Qatar

Pujawati mengaku mencurahkan segala kemampuan dan tenaganya membongkar kasus Rabitah yang menurut dia melibatkan sindikat

Editor: Rosalina Woso
KOMPAS.com/KARNIA SEPTIA
Sri Rabitah (25) mantan TKI asal Lombok, Nusa Tenggara Barat memperlihatkan hasil Rontgen ginjalnya. 

Rabitah masih tetap berjuang untuk mendapatkan keadilan, dugaan kehilangan organ tubuh, masih diyakini oleh tim pendamping Rabitah.

Seperti Rabitah dan Juliani yang masih di bawah umur terjerat iming-iming calo atau tekong yang juga adalah tetangga mereka sendiri.

Keinginan lari dari kemiskinan seolah menjadi pilihan terakhir menitipkan nasib ke negeri orang lewat tangan tekong.

Rabitah dan Juliani, kata Pujiwati, adalah jalan membongkar sindikat perdagangan orang di NTB. Ia mengaku sulit menjerat calo TKI karena selalu bisa lepas dari jerat hukum karena bukti yang kurang atau korban yang enggan melapor dan tak mau memberi kesaksian.

"Mereka tereksploitasi dan tak menyadari bahwa itu bahaya besar untuk mereka sehingga kerja aparat dan pemerintah akan berat," kata Puja.

Pujawati mengatakan, pihaknya menjerat kedua tersangka denga Pasal 10 dan Pasal 11 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.

Jerat pasal itu didasari kejahatan tersangka dalam perekrutan, modus TPPO, dan eksploitàsi. Tersangka juga membantu pemalsuan dokumen.

Misalnya tahun kelahiran Rabitah yang sebenarnya tahun 1992 diubah menjadi 1985. Juliani dipalsukan juga tahun kelahirannya, yang semula 2005 menjadi tahun 1988, dengan alamat palsu.

Tim penyidik juga menelusuri Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) Falah Rima Hudaity Bersaudara di Jakarta. Dari sanalah sejumlah saksi bisa dimintai keterangannya.

Cari otak sindikat

Ketua tim pendamping Sri Rabitah, Muhammad Shaleh, yang juga Koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran (PBHBM) wilayah NTB mengapresiasi tindakan aparat kepolisian yang melanjutkan kasus Rabitah hingga telah sampai ke penyerahan berkas penyidikan ke Kejaksaan Tinggi NTB.

Shaleh juga mendesak polisi bukan hanya menangkap calo Ulf dan In, melainkan juga otak dari sindikat perdagangan orang.

"Mulai dari tekongnya atau perekrutnya hingga pihak yang terlibat dalam pembuatan dan pemalsuan dokumen, PPTKIS, oknum aparat pemerintah, atau siapa pun yang terlibat dalam sindikat TTPO," katanya.

Shaleh masih berharap aparat tetap konsisten menangani kasus Rabitah yang bagi tim pendamping masih banyak mengandung kejanggalan.

"Kami masih yakin bahwa proses operasi Rabitah di Qatar tidak sesuai prosedur dan harus dicari tahu kebenarannya dengan cara menelusuri jejak keberadaan Rabitah di sana," ujarnya.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved