Banyak Kasus Kekerasan Perempuan di TTS Istri Bupati Kumpulkan Penyidik Polisi
Kami menyepakati berbagai hal soal proses penanganan dan koordinasi agar kedepan penanganan kasus kekerasan dilakukan penyidik di polsek
Penulis: omdsmy_novemy_leo | Editor: Ferry Ndoen
POS KUPANG.COM SOE- Rambu Atanau Mella, istri Bupati TTS, Paul Mella, mengumpulkan puluhan penyidik polisi dari sejumlah polsek di wilayah hukum Polres TTS guna berkordinasi dan membicarakan soal penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) dan kekerasan terhadap anak (KtA). Pertemuan di Polres TTS.
Ditemui usai kegiatan di Kantor Sanggar Suara Perempuan (SSP) SoE, Kamis (22/12/2017) siang, Rambu mengatakan, pertemuan guna mengindentifikasi hambatan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta menemukan solusi.
"Kami juga menyepakati berbagai hal soal proses penanganan dan koordinasi yang dilakukan. Harapannya, agar kedepan koordinasi penanganan kasus kekerasan yang dilakukan penyidik di polsek dan Polres TTS bisa berjalan baik guna penanganan yang lebih profesional," kata Rabu.
Menurut Rambu, salah satu upaya untuk lebih meningkatkan koordinasi dalam penanganan kasus, SSP dan penyidik telah menyepakati untuk membuat grup WA bersama guna berkordinasi soal penanganan kasus yang ditangani bersama.
"Saya kira grup WA SSP dan penyidik efektif untuk proses kordinasi dan penanganan kasus," kata Rambu.
Sarci Maukari merincikan, selama tahun 2017 di hampir 32 kecamatan di TTS terdapat kasus KtP dan KtA.
"Enam kecamatan terbanyak terdapat kasus kekerasan, yakni di Kota SoE terjadi 56 kasus, Amanuban Barat 39 kasus, Mollo Utara 19 kasus, Batu Putih 19 kasus, Molo Selatan 18 kasus dan Amanuban Tengah terjadi 17 kasus," kata Sarci.
Menurut Sarci, selama ini SSP baru bisa mendampingi kasus di sejumlah polsek seperti Amanuban Selatan, Kolbano, Kualin, Siso, serta Polres TTS. Meski demikian jika ada kasus di polsek lain mereka berupaya untuk membangun koordinasi.
Sarci mengatakan, hambatan internal yang dialami SSP dalam menangani KtP dan KtA, yakni terbatasnya tenaga pendampaing, belum ada penasihat hukum tetap, tak ada tenaga psikolog dan masih kurang koordinasi dengan penyidik polisi.
Hambatan eksternal lainnya, ada pada korban dan penyidik seperti korban mendapat tekanan, kurang alat bukti dan saksi, keterangan korban berubah, tak semua saksi mau bersaksi, dan kasus baru diadukan setelah sekian lama terjadi.
Untuk penyidik, kata Sarci hambatannya, terbatasnya sistem hukum yang mengakomodir kasus perempuan, sistem pembuktian tes DNA yang rumit dan kurangnya kordinasi serta terhambatnya penyidikan karena pelaku lari.
Pada pertemuan itu, sejumlah penyidik juga mengemukakan kesulitan yang mereka hadapi dalam menangani kasus. Diantaranya kurang alat bukti, alat bukti dan saksi, pelaku melarikan diri, adanya perdamaian antara korban dan pelaku serta sarana prasarana. (vel)