Seminar Nasional APTIK Dorong Pemerintah dan Masyarakat Dukung Pembangunan Berkelanjutan
Seminar ini merupakan puncak dari rangkaian kegiatan forum Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) selama empat hari.
Penulis: Andri Atagoran | Editor: Agustinus Sape
Laporan Wartawan Pos Kupang, Andri Atagoran
POS KUPANG. COM, KUPANG – Sebanyak 124 peserta seminar dan 46 pemakalah menghadiri Seminar Nasional Penerapan IPTEKS Dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandira (FT Unwira) Kupang, Kamis (3/8/2017).
Seminar yang dilaksanakan Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandira (FT Unwira) Kupang tersebut merupakan puncak dari rangkaian kegiatan forum Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) selama empat hari.
Pembicara utama dalam seminar tersebut di antaranya pakar dan praktisi informatika, Prof Richardus Eko Indrajit, Wakil Rektor Unkris Petra Surabaya, Prof Dr Ir Djwantoro Hardjito M Eng, Suryadi Ismadji Ph D dari Unika Widya Mandala Surabaya, dan Guru Besar Teknik Manufaktur Unika Atmajaya Jakarta, Prof Ir Hadi Sutanto M M A E, Ph D.
Dalam seminar ini, para pemateri membicarakan persoalan NTT dalam kaitannya dengan riset dan tekonologi serta mendorong pemerintah memberikan support terhadap pengembangan bioenergi yang berkelanjutan.
Pakar dan praktisi informatika, Prof Richardus Eko Indrajit mengapresiasi forum APTIK yang dilaksanakan di Kupang.
Menurut Eko, forum ini juga seharusnya bisa menjadi ajang untuk diskusi dalam memecahkan persoalan di NTT khususnya masalah kekeringan.
"Para peneliti di negara maju baik di kampus-kampus maupun pusat-pusat penelitian sedang mencari laboratorium hidup tempat mereka melakukan eksperimen penemuan mereka. Kalau NTT mengalami masalah kekeringan air, maka kirimkan itu ke pusat - pusat studi dalam bentuk-bentuk studi dan sensor-sensor dari pusat air yang kering," kata Eko.
Sementara itu, Guru Besar Teknik Manufaktur Unika Atmajaya Jakarta, Prof Ir Hadi Sutanto M M A E, Ph D mengatakan, satu di antara beberapa cara untuk mengatasi kelangkaan energi adalah penggunaan bioenergi.
Indonesia, kata Hadi, dengan sumber bioenergi yang banyak perlu juga mendapat dukungan dari semua pihak termasuk pemerintah.
Menurut Hadi, persoalan terbesar dalam pengembangan bioenergi adalah biaya.
"Pemerintah harus konsisten mendukung pengembangan bioenergi ini. Saat harga minyak bumi naik luar biasa kita dianjurkan untuk menanam jarak. Tapi setelah harga minyak bumi stabil hal tersebut tidak dilanjutkan lagi," kata Hadi.

Seminar kali ini diikuti oleh peserta yang berasal dari berbagai perguruan tinggi Katolik di Indonesia, di antaranya, Unika Widya Mandira Kupang, Unika Parahyangan Bandung, Unika Atmajaya Jakarta dan Yogyakarta, Unika Widya Mandala Surabaya, Unika De La Salle Manado, Unika Darma Cendika Surabaya dan beberapa univerasitas Katolik lainnya.
Sehari sebelumnya, peserta forum ini menghadiri acara gala dinner di mana dalam acara ini forum APTIK juga memberikan penghargaan kepada tokoh lingkungan hidup asal NTT, Victor Emanuel Rayon yang merintis penanaman bakau di Reroroja, Maumere.
Pria yang akrab disapa Baba Akong ini menanam bakau di pesisir Pantai Reroroja sejak 1993 untuk memecah gelombang tsunami.
Menanggapai hal tersebut, Unika Widya Mandira Kupang, Pater Yulius Yasinto mengatakan, APTIK mencoba menarik inspirasi dari tokoh-tokoh seperti Baba Akong.
Julius berharap masyarakat terbuka hatinya untuk menyadari pentingnya keselamatan lingkungan hidup lewat tindakan-tindakan nyata.
“Orang yang memperhatikan keselamatan lingkungan itu sangat kurang padahal manfaatnya untuk kita semua. Secara akademik kami sangat mendukung usaha seperti itu karena ilmu pengetahuan masyarakat itu sejatinya untuk kepentingan dan keselamatan masyarakat.
Yulius menambahkan, Forum APTIK ini berjalan sudah tujuh tahun dan setiap tahun tema dari forum bisa berubah-ubah tapi arahnya kepada riset dan teknologi terapan.
“Kegiatan ini sangat penting karena yang berkumpul di sini adalah para akademisi dari universitas-universitas Katolik yang kualitas fakultas tekniknya sangat baik. Setiap tahun mereka menghasilkan pemikiran-pemikiran yang sangat bagus untuk penerapan IPTEK yang mendukung pembangunan berkelanjutan,” kata Yulius. (*)