El Tari Memorial Cup 2017
Bola Harapan Bola Persaudaraan, Catatan untuk El Tari Memorial Cup 2017
Perhelatan ini bakal menarik karena sebuah ruang kebersamaan tercipta dan diisi keanekaragaman NTT yang adalah kekayaan kita juga.
Oleh: Isidorus Lilijawa
Komunitas Masgibol NTT
POS KUPANG.COM - Perhelatan El Tari Memorial Cup (ETMC) 2017 sudah dimulai tanggal 22 Juli 2017 di kota Pancasila, Ende. ETMC adalah barometer persepakbolaan di NTT. Ajang ini sangat bergengsi untuk publik sepakbola NTT. Tim-tim terbaik yang mewakili setiap kabupaten mengambil bagian dalam pesta ini.
Perhelatan ini bakal menarik karena sebuah ruang kebersamaan tercipta dan diisi keanekaragaman NTT yang adalah kekayaan kita juga. Sepakbola dalam hal ini telah mempersatukan setiap kabupaten di NTT dan mengumpulkan tiap kabupaten yang berkarakterisitik berbeda dalam satu komunitas pesaudaraan. ETMC 2017 ini mesti dimaknai sebagai saatnya melahirkan prestasi sepak bola dalam wadah persaudaraan NTT.
Kita orang NTT saat ini sangat membutuhkan iklim persaudaraan dalam membangun daerah ini. Setelah kita tercerai-berai dalam mengejar kepentingan yang berbeda, baik itu dalam urusan politik maupun dalam aneka aspek, kita butuh ruang dan momen itu.
ETMC 2017 itu bukan soal menjadi juara atau tidak, bukan juga membawa trofi atau sebaliknya. Yang penting adalah kita masih merasa senasib, sepenanggungan sebagai orang NTT yang mau sama-sama berjuang memberantas keterbelakangan kita, yang masih memiliki rasa malu atas sederet prestasi minus kita di blantika republik ini. Konteks ETMC 2017 ini saya maknai dalam tiga hal yang saya tulis dalam bahasa Kupang melayu: baomong bola, banonton bola dan bamain bola.
Baomong Bola
Jauh-jauh hari sebelum terselenggaranya ETMC 2017, warga NTT mungkin telah ramai membicarakan turnamen ini. Setidak-tidaknya menyangkut persiapan tim yang mewakili kabupatennya dan memprediksi tim-tim mana yang bakal menoreh sejarah di Ende. Baomong Bola adalah upaya mendekatkan sepakbola sebagai bagian dari hidup. Sepakbola mesti menjadi hal yang diperbincangkan dalam keseharian.
Membicarakan sepakbola dengan sendirinya merangsang orang untuk berpikir melampaui sepakbola dan ini berkaitan dengan aspek transendensi sepakbola yang dalam cakupan kita adalah makna. Sepakbola menghadirkan makna yang sangat kaya bagi kehidupan manusia. Untuk belajar mematangkan emosi (emotional inteligence) orang perlu bermain bola. Untuk semakin menyelami hakikat seni, orang perlu bermain bola. Agar daya sprititual menjadi matang (spiritual inteligence), perlu juga orang bermain sepakbola.
Dunia persepakbolaan kita di NTT sering mengalami kelesuan. Prestasi sepakbola kita memang hanya begitu-begitu saja walau secara individu sudah ada anak NTT yang berkiprah di tim nasional maupun klub-klub liga 1 saat ini.
Sepakbola kita sering bermasalah. Mengapa? Hemat saya, ketika masyarakat tidak dilibatkan dalam Baomong Bola, maka dunia sepakbola kita tetap jalan di tempat. Artinya, kebijakan yang berkaitan dengan perkembangan sepakbola mesti diperbincangkan secara transparan.
Sepakbola NTT bukan urusan pelatih dan pemain semata atau urusan pengurus PSSI NTT saja. Ia mesti menjadi urusan seluruh rakyat NTT. Ada banyak potensi yang bagus, sayang tak diakomodir karena pembicaraan sepakbola hanya agenda segelintir orang saja, yang hanya mengetahui informasi dari orang-orangnya saja dan hanya tampang itu-itu saja yang menjadi langganan sepakbola NTT.
Banonton Bola
Aksi banonton bola ETMC tentu mengundang keterlibatan tidak saja warga Kota Ende tetapi para penikmat sepakbola dari daerah lain. Sepakbola itu indah karena itu ia menarik siapa saja untuk terlibat. Tetapi sering kita lebih suka menonton pertandingan liga-liga di Eropa atau Amerika Latin.
Menyaksikan pertandingan anak-anak negeri ini di pentas Liga Indonesia atau turnamen-turnamen lokal semacam ETMC ini dirasa kurang berkualitas. Hal ini karena memang kita telah terlanjur disuguhkan permainan yang menarik, indah dan mempesona dalam liga-liga Eropa atau Amerika Latin. Jauh bandingannya ketika kita harus menyaksikan anak-anak negeri ini bermain bola. Kapan Indonesia ke piala dunia? Kapan tim NTT ke Liga Indonesia? Adalah pertanyaan yang akan terus dipertanyakan hingga satu dua dasawarsa nanti.
Menonton piala dunia atau liga-liga Eropa dan Amerika Latin adalah sebuah bentuk penelanjangan dunia sepakbola kita. Ketika kita menonton piala dunia, sebenarnya kita tengah menelanjangi diri dalam lakon sepakbola kita. Tim-tim terbaik, pelatih-pelatih bertangan dingin, suporter yang bersahabat, permainan cantik, panitia yang bertanggung jawab, wasit yang tegas adalah tese dari antitese yang ditampilkan sepakbola kita.
Sepakbola kita kadang lebih kejam dari piala dunia. Wasit selalu dipersalahkan, berat sebelah, kurang tegas. Risikonya, wasit dipukul, dicaci maki, diancam. Tidak gampang menjadi wasit di NTT walau mendatangkan seorang Pierluigi Collina sekalipun.
Suporter kita pun lebih suka tawuran daripada menonton. Maka tidak heran bila dalam pertandingan resmi aparat keamanan dikerahkan begitu banyak, seolah-olah di lapangan sedang terjadi perang tanding antar suku. Belum lagi kinerja para pelatih yang begitu-begitu saja. Tidak bisa berperan sebagai motivator bagi para pemain.
Catatan untuk Mosa Meju Laki Rore |
![]() |
---|
Pegiat Bola Pesimistis Atas Hasil Investigasi Asprov PSSI NTT Terkait Kericuhan Babak Final ETMC |
![]() |
---|
Ini Penjelasan PSSI NTT Mengenai Kericuhan Laga Final ETMC 2017 di Ende |
![]() |
---|
Kisruh Final ETMC 2017 Berlanjut, Saksi PSN Ngada Mengaku Kasih Uang |
![]() |
---|
Aib Laga Final El Tari Memorial Cup |
![]() |
---|