Fiera Lovita: Mereka Menuduh Saya Bispak, PKI, Murtad

Korban persekusi berjatuhan. Sebabnya, karena menulis status di Facebook yang isinya menyentil pimpinan FPI Rizieq Shihab. Mereka kemudian diintai, di

Editor: Alfred Dama
KOMPAS.com/Kristian Erdianto
Fiera Lovita, seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Solok, Sumatera Barat, saat memberikan keterangan pers di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2017). Fiera menceritakan tindakan teror dan intimidasi oleh ormas tertentu yang menuduh Fiera menghina tokoh mereka melalui status di Facebooknya. 

“Saya berpikir, dengan pertemuan akan selesai ternyata tidak. Foto pertemuan tersebut jadi viral di media sosial. Mereka membicarakan saya. Pertemuan yang mestinya jadi damai, tak cukup. Foto ditambahi dengan hinaan pada saya. Bahkan status saya sebelumnya digulirkan sehingga masyarakat makin membenci saya karena dianggap menghina ulama dan menghina Islam. Bahkan mereka mengatakan akan membunuh, menuduh saya bispak, dan menuduh saya PKI/Komunis, murtad,” ujar Lovita.

Fiera Lovita akhirnya memilih pergi dari Solok demi keselamatannya dan anak-anaknya.

Kasus serupa juga dialami beberapa orang lain, mereka diburu, diancam, karena menulis status di Facebook. Bocah berusia 15 tahun di Jakarta Timur, PM, sampai trauma.

Kini, ia berada dalam perlindungan Kementerian Sosial. Kepala BRSA Kementerian Sosial, Neneng Heryani, mengatakan akan menjamin pendidikan PM dan saudaranya. Tapi yang utama, memulihkan trauma korban.

 “Kami akan adakan pemeriksaan kesehatan terkait masih trauma atau tidaknya psikologi Mario, kami juga akan memenuhi kebutuhan sehari-harinya selama kami tangani, juga beberapa terapi lanjutan dan terapi trauma hiling. Yang terpenting Mario dan adik-adiknya tidak akan putus sekolah, kami akan advokasi ke beberapa sekolah agar mereka bisa kembali sekolah,” ujar Neneng.

Korban lainnya, pengajar di Universitas Indonesia, Ade Armando. Dia sempat mengunggah status di Facebook mengenai Rizieq Shihab. Lewat telepon dan media sosial, Ade Armando dimaki hingga diancaman dibunuh.

“Saya dikatain kafir, tahi, anjing, hati-hati kau di jalan, nanti kami datangi dan seterusnya seperti itulah. Saya kan banyak buat postingan, misalnya mereka bilang jangan hina ulama kami, paling begitu kalimatnya,” ujar Ade.

Menurut catatan SafeNET, sepanjang Mei hingga awal Juni lebih dari 60 orang menjadi korban presekusi kelompok intolen di beberapa daerah. Persekusi artinya pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas.

Belakangan, Kepolisian mencopot Kapolsek Solok, Sumatera Barat, karena disebut tidak tegas menindak para pelaku persekusi. Sementara di Jakarta, polisi menangkap dua pelaku penganiayaan terhadap bocah PM.

Banyaknya korban persekusi, membuat sejumlah LSM membentuk Koalisi Antipersekusi. Koalisi bakal mengumpulkan laporan dan mengadvokasi korban. Anggota Koalisi, Ria Asfinawati, mengatakan maraknya presekusi karena pemerintah dan aparat hukum lamban menindak.

“Misalnya tanggal 19 Mei, peristiwanya terjadi di Klaten, Tangerang, Jambi, Palangkaraya dan Bandung. Karakter digital kan melintasi ruang dan waktu secara cepat. Kalau zaman dulu meluasnya bisa ditahan. Kalau zaman sekarang bisa membahayakan orang yang ditarget,” ujar Ria. (Yudi Rachman/Sumber: Kantor Berita Radio/KBR)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved