Rakyat Perancis Memilih dalam Ketidakpastian
Jika kandidat independen Emmanuel Macron yang terpilih, ia akan menjadi presiden termuda dalam sejarah Republik Kelima Perancis.
POS KUPANG.COM, PARIS -- Hari Minggu (7/5/2017) ini rakyat Perancis memulai sejarah baru dengan memilih presiden yang bukan berasal dari partai arus utama.
Jika kandidat independen Emmanuel Macron yang terpilih, ia akan menjadi presiden termuda dalam sejarah Republik Kelima Perancis.
Jika kandidat ekstrem kanan Marine Le Pen yang terpilih, ia menjadi perempuan presiden pertama di negeri itu.
Namun, masa depan Perancis dan Uni Eropa akan sangat tergantung dari siapa yang menjadi pemenang.
Kedua kandidat ini merepresentasikan kekontrasan. Macron menawarkan visi Perancis yang terbuka, multilateral, dan sangat pro Uni Eropa.
Le Pen menyuarakan Perancis yang tertutup, kembali ke tradisi, dan nasionalistik.
Jika terpilih, Le Pen akan melaksanakan referendum agar Perancis keluar dari Uni Eropa dan meninggalkan mata uang euro.
Jika Macron ingin merangkul imigran dan mengedepankan program integrasi dengan memperbaiki kondisi sosial di pinggiran kota yang didiami kaum imigran, Le Pen ingin menutup perbatasan Perancis dari imigran dan melakukan deportasi.
Seandainya pemilu ini dilakukan lima atau 10 tahun lalu, dengan mudah kita bisa memprediksi siapa yang bakal menjadi pemenang.
Setidaknya, situasi seperti ini pernah terjadi tahun 2002 ketika Jacques Chirac berhadapan dengan Jean Marie Le Pen, ayah Marine.
Seluruh kekuatan di luar partai ekstrem kanan bersatu padu memblokade Le Pen sehingga Chirac menang dengan dukungan suara mencapai 80 persen.
Namun kini, meski berbagai jajak pendapat secara konsisten mengunggulkan Macron, tak ada pihak yang benar-benar yakin.
Keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) dan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat memberikan pelajaran bahwa segalanya menjadi mungkin.
Saat itu berbagai jajak pendapat meramalkan kubu Brexit tidak akan menang dan peluang Trump menjadi presiden jauh lebih kecil dibandingkan dengan Hillary Clinton, pesaingnya dari Partai Demokrat.