Jembatan Bokong Ambruk, Jalan Timor Raya Lumpuh, Inilah Riwayatnya Puluhan Tahun Lalu
Jembatan Bokong di Takari ambruk, Rabu (5/4/2017), membuat arus transportasi di jalur utama pulau Timor itu lumpuh total.
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
POS KUPANG. COM, KUPANG - Lalu lintas kendaraan, barang dan manusia di sepanjang jalan Trans Timor, Pulau Timor, sejak Rabu (5/4/2017) sejak pukul 15.30, lumpuh total.
Pasalnya, Jembatan Bokong I di ruas Jalan Timor Raya, Kilometer 69, Kelurahan Takari, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, ambruk diterjang banjir dari Sungai Enokenpuaf dan Sungai Bokong.
Untunglah tidak ada korban jiwa dalam musibah itu.
"Sampai jam 20.00 wita, mobil belum bisa lewat. Terpaksa penumpang diangkut secara estafet. Sedangkan sepeda motor sudah bisa lewat setelah para pemuda memasang beberapa lembar papan. Lalu menggotong sepeda motor melewati papan tersebut ke seberang jembatan," jelas Lurah Takari, Yosephus Asbanu.
"Banjir bukan saja merendam puluhan rumah di Kelurahan Takari. Tapi juga merendam beberapa rumah di Desa Oesusu," jelas Camat Takari, Hengky Fafo, Rabu malam.
Apa yang luar biasa dari peristiwa ambruknya jembatan ini hingga melumpuhkan transportasi di Pulau Timor?
Alasannya jelas, karena jembatan ini berada di jalur utama trans Timor yang menghubungkan wilayah Kabupaten Kupang dan wilayah Kabupaten TTS.
Dengan ambruknya jembatan tersebut, arus barang dan manusia melalui jalur tersebut menjadi mati.
Tidak ada jalan alternatif yang dekat untuk segera menghubungkan wilayah-wilayah di Pulau Timor ini.
Satu-satunya cara adalah membangun jalan darurat di sekitar lokasi jembatan sehingga arus transportasi yang terputus bisa tersambung kembali.
Bertepatan dengan ambruknya jembatan tersebut, para pelaku sejarah kembali teringat akan kondisi wilayah Bokong itu puluhan tahun lalu sebelum adanya jembatan Bokong saat ini.
Adalah Damyan Godho, seorang warga Kupang, mengaku baru saja melintasi jembatan tersebut,, Rabu, sebelum ambruk.
Ketika tiba di SoE bersama rombongannya barulah dia mendengar bahwa jembatan tersebut ambruk diterjang banjir.
Dia pun bersyukur luput dari bahaya, tetapi jadi gelisah ketika berpikir untuk kembali ke Kupang. Mau pulang lewat jalan mana?
Tentang Bokong, Damyan punya cerita sebagaimana ditulisnya di akun Facebook pribadinya, Kamis (6/4/2017).
Menurut dia, sebelum 41 tahun lalu atau sebelum jalan raya trans Timor yang "lebih berbudaya" saat ini mulai dikerjakan Juli 1976, ruas jalan Bokong ini adalah legong dalam, menurun menukik hampir 45 derajat.
Di musim hujan, katanya, praktis tak ada kendaraan, terutama truk, yang bisa lolos begitu saja dari jebakan lumpur tebal dan harus berjam-jam baru bisa meloloskan diri.
Maka truk truk zaman itu selalu dilengkapi dengan rantai roda dan peralatan masak karena terkadang harus nginap karena terjebak dalam lumpur.
Ruas jalan ini segera bebas dan menjadi mulus setelah diratakan melalui pembangunan jalan raya trans Timor mulai Juli 1976.
"Saya ingat, di Takari, Km 76, atau sekitar 2-3 km sebelum Bokong, hari itu 17 Juli 1976, hari dimulainya kerja raksasa pembangunan jalan trans Timor," tulis Damyan.
Pembangunan itu, katanya, ditandai dengan peresmian dimulainya pekerjaan oleh Gubernur NTT, El Tari.
Kontraktor pekerjaan adalah PT DECORIENT, perusahaan patungan Belanda-Indonesia.
Gubernur El Tari, pagi itu 17 Juli 1976, katanya, gembira dengan pembangunan yang dimulai, tetapi tidak dapat menyembunyikan "kekecewaan bertahun-tahun" dalam berjuang agar jalan trans Timor- juga trans Sumba dan Flores "dibudayakan" seperti jalan raya di provinsi lain di Indonesia.
Dia pun mengutip kata-kata Gubernur El Tari waktu itu.
"..... bersama Ir Rubyanto/Kepala Dinas PU NTT, saya berkali-kali keliling di Jakarta... Dari Departemen PU, Departemen Dalam Negeri sampai DPR RI dan BAPPENAS... "memohon-mohon" agar jalan negara yang strategis ini dibangun.
Hampir 10 tahun, atau sejak dilantik jadi Gubernur NTT, salah satu upaya besar adalah berjuang agar jalan raya di NTT bisa diperhatikan.
Itu baru berhasil tahun 1976. Tetapi itupun karna campur tangan Menpangab berkaitan dengan integrasi Timor Timur ke Indonesia."
Ketika mengungkapkan ini, tulis Damyan, wajah memelas Gubernur El Tari sangat nampak..
Sejak 17 Juli 1976 itulah pekerjaan raksasa trans Timor, Kupang-MotaAin dilakukan secara multi year oleh PT DECORIENT.
Tetapi Pak El Tari tak sempat menyaksikan dan/atau menikmati mulusnya jalan Trans Timor Kupang-MotaAin karena 29 April 1978, beliau wafat atau dua tahun setelah meresmikan dimulainya pembangunan jalan trans Timor.
Postingan Damyan ini ternyata memancing memori beberapa kawannya yang juga mengalami kondisi Bokong di masa lalu.
Jes Therik mengisahkan, pada tahun 1956 jalan Kupang -Atambua belum beraspal.
Kalau jalan dengan truck musim panas lamanya 9 jam. Tapi kalau musim hujan, lama perjalanan bisa 4 - 5 hari.
Satu hari di Bokong, satu hari di kali Noelmina, satu hari di kali Noelmuti, selanjutnya kondisi lumpur dan banjir di sungai-sungai kecil.
"Pada mobil hrs ada Tali utk tarik mobil kl mCet di lumpur," tulis Jes Therik.
Damyan Godho pun membenarkannya.
Menurut Damyan, jelang tahun 1970 aspal hanya sampai di Oesapa. Selanjutnya jalan tanah, berbatu, lubang di mana-mana.
"Terkadang untuk sampai Camplong saja bisa 5-6 jam di musim kering," kisah Damyan.
Bahkan beberapa kali sampai di Camplong saja dia harus menginap untuk perjalanan ke Kefa.
"Dan saya terpaksa pulang Kupang karena bayangan akan sangat lelah sampai di Kefa," tulis Damyan. (*)