Prospek dan Passion Sekolah Sepak Bola
Salah satu topik pembicaraan kami bersama coach RD adalah bagaimana mengggairahkan lagi sepak bola NTT yang
Oleh Fary Francis
Ketua Bidang Sport Intelligence PSSI
POS KUPANG.COM - Pada tahun 2015 bersama Komunitas Masyarakat Gila Bola (Masgibol) NTT saya mengundang Coach Rahmad Darmawan (RD) ke Kupang. Coach RD melakukan serangkaian kegiatan di Kupang di antaranya coaching clinic bagi para siswa Sekolah Sepak Bola (SSB) di Kupang; bedah buku di Universitas Kristen Artha Wacana dan menggelar diskusi dengan penggiat sepak bola.
Salah satu topik pembicaraan kami bersama coach RD adalah bagaimana mengggairahkan lagi sepak bola NTT yang sudah cukup lama mati suri. Peta persoalan sepak bola NTT dibeberkan seperti ini: 1) Belum adanya fasilitas yang memadai dan standar seperti lapangan sepak bola dan sarana latihan lainnya. 2) Belum adanya pembinaan sepak bola usia dini (SSB) yang berkelanjutan dan dikelola dengan baik. 3) Tidak adanya kompetisi rutin untuk menemukan dan menempa para pemain lokal. 4) Manajemen PSSI di daerah yang tidak berjalan dengan baik. 5) Para wasit dan pelatih yang kebanyakan tidak memiliki lisensi kepelatihan atau perwasitan. 6) Kepengurusan PSSI di provinsi maupun daerah yang kental dengan budaya birokrasi.
Satu hal yang saya tanyakan kepada coach RD adalah bagaimana atau mulai dari mana mengurai persoalan sepak bola NTT seperti di atas? Secara lugas coach RD menjawab, mulailah dengan membangun Sekolah Sepak Bola (SSB). Mengapa? SSB adalah wadah menyiapkan para pemain sejak usia dini. SSB itu perannya seperti seminari (tempat persemaian) benih-benih sepak bola. Jika benihnya disemaikan di lahan yang baik dan subur tentu akan menghasilkan buah-buah yang berkualitas.
Walau investasinya jangka panjang, namun di SSB pembentukan karakter dan pembenahan mental mendapat porsi yang besar. Kedisiplinan, kejujuran, loyalitas, kemandirian, daya tahan, sportivitas ditempa dan ditanamkan.
Di sini kemenangan bukanlah tujuan, namun perubahan perilaku dan perbaikan karakterlah yang utama. Jika sepak bola adalah sebuah bangunan, maka SSB fondasinya. Bila fondasi kuat, maka ia akan menopang bangunan dengan gagah. Apabila fondasinya lemah, kapan saja bangunan itu bisa ambruk.
Jalan inilah yang kemudian saya lalui dengan mendirikan SSB Bintang Timur di Atambua tanggal 21 November 2016. Memilih jalan SSB adalah ikhtiar membereskan persoalan sepak bola NTT mulai dari akarnya, dari dasarnya.
Bagai multiplayer effect, saya yakin kehadiran SSB Bintang Timur dapat memotivasi orang-orang yang berkehendak baik untuk turut melakukan hal yang sama, membikin sepak bola NTT lebih baik mulai dari pengembangan usia dini.
Menghargai Proses
Saya bersyukur dalam kurun waktu setahun ini telah mengunjungi 6 akademi sepak bola terbaik di dunia dari 10 akademi yang ada. Tahun lalu, saya ke akademi sepak bola Sporting Lisbon di Portugal.
Setelah itu ke akademi sepak bola Ajax Amsterdam, Belanda. Minggu lalu, saya berkesempatan melihat akademi sepak bola AS Roma dan Juventus di Italia, serta Real Madrid dan Barcelona di Spanyol.
Membandingkan kualitas pembinaan sepak bola usia dini di negara-negara ini dengan di tanah air bahkan NTT adalah hal yag terlampau jauh levelnya. Namun, belajar mengelola SSB dari klub-klub ternama itu adalah kemestian. Satu hal yang relatif sama adalah kesuksesan yang diraih akademi-akademi sepak bola terkenal di dunia itu adalah sebuah proses yang panjang, yang harus dimulai dari titik dini, melewati passion yang berkelok hingga berujung pada raihan bintang.
Ketika berada di Sekolah Sepak Bola Barcelona, saya menyaksikan dalam tayangan Messi, Pique, Iniesta, dll mengejar mimpi 15 -20 tahun yang lalu. Saya mengamati setiap gambar dan tayangan tentang bintang-bintang itu ketika mereka 'belum apa-apa'. Benar. Menghargai proses itu penting dan sekolah sepak bola itu adalah suatu proses. Hal yang sama juga saya rasakan dan amati ketika mengunjungi beberapa klub elit Eropa lainnya seperti Juventus dan Real Madrid.
Siapa gerangan yang tidak kenal Lionel Messi? Gerard Pique? Andreas Iniesta? Mereka hari ini adalah bintang dunia yang bersinar. Diidolakan sejagat. Dipuja-puji. Penampilan di lapangan hijau pun di luar lapangan selalu dinanti. Menjadi bintang iklan. Pendapatan hingga ratusan miliar per pekan, per bulan. Hidup mewah. Semua tercukupi. Kehadiran mereka selalu menghipnotis publik. Tentang mereka-mereka hari ini adalah tentang bintang-bintang sepak bola yang menjadi legenda: legenda klub, legenda tim nasional, legenda para fans hingga melegenda dalam sanubari publik.
Pernahkah kita membayangkan Messi, Pique, Iniesta 15 -20 tahun lalu? Sungguh lain ceritanya. Bukan bintang. Mungkin hanya kunang-kunang bahkan lilin kecil. Mereka kecil, tak dikenal, tak diidolakan, tidak disoraki. Mereka hanya siswa sekolah sepak bola Barcelona.
Mereka berlatih, berlatih dan berlatih. Menempa diri dengan skill sepak bola, mengasah mental dalam arahan para pelatih, membina diri dalam sederet aturan dan disiplin.