Pelaku UMKM di NTT Masih Minim Informasi SNI

"Para pelaku UMKM di NTT bahkan belum pernah diberikan sosialisasi oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) tentang pentingnya mengantongi SNI

Penulis: Benny Dasman | Editor: Benny Dasman
Net
Penenun Sikka dalam proses pembuatan kain tenun ikat 

Laporan Wartawan Pos Kupang, Benny Dasman

POS KUPANG. COM, KUPANG-Kebijakan pemerintah untuk menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap produk-produk lokal, ternyata belum banyak diketahui para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Padahal kebijakan tersebut sebagai antisipasi dari pemerintah agar tenun ikat, misalnya, bisa bersaing dengan produk-produk impor yang sudah secara bebas masuk ke dalam negeri.

Praktisi Ekonomi di NTT, Mulyono Subroto, mengatakan, pelaku usaha UMKM di NTT, terutama sentra-sentra tenun ikat, belum banyak mengetahui informasi tentang SNI, termasuk di dalamnya dari proses pendaftaran, persyaratan hingga biaya dan waktu dalam pengurusan mendapatkan SNI tersebut. Hal ini membuat pelaku usaha tetap memasarkan produk seperti biasa meski tetap kalah bersaing dalam penjualannya.

"Para pelaku UMKM di NTT bahkan belum pernah diberikan sosialisasi oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) tentang pentingnya mengantongi sertifikasi SNI. Karena ketidaktahuan inilah banyak yang tidak mengurus SNI meskipun kebijakan pemerintah itu sangat baik sebagai bentuk proteksi terhadap produk-produk dalam negeri," ujar Mulyono di Kupang, Jumat (10/2/2017).

Mulyono yang juga motivator usaha pada perusahaan- perusahaan ini sering mendapat pengeluhan dari para pelaku UMKM bahwa usaha mereka sulit bersaing karena tidak mengantongi sertifikat SNI.

Menurutnya, jika pemerintah benar-benar melakukan kebijakan SNI dalam hal membatasi produk-produk luar, pihaknya sangat mendukung karena akan mempersempit peredaran produk impor. Pemberlakuan SNI pada semua produk lokal juga membawa dampak positif kepada pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produk sehingga menaikkan kelasnya ke pasar internasional.

"SNI ini sangat bagus untuk produk kita agar bisa lebih go internasional. Selain itu, pelaku usaha akan lebih bergairah mengembangkan produknya untuk menjadi lebih baik lagi," ucap Mulyono.

Namun, Mulyono yang kini menggeluti usaha Progesif Kupang ini meminta kepada pemerintah untuk memberikan kemudahan kepada para pelaku UMKM di NTT dalam mengurus SNI, bahkan menggratiskannya sehingga semua produk lokal dapat memiliki SNI. Selain itu, pemberdayaan terhadap pelaku UMKM juga terus dilakukan disertai pendampingan dalam meningkatkan kualitas produknya.

Dengan begitu, lanjut Mulyono, SNI yang ada pada produk-produk lokal di NTT, khususnya dari UMKM, dapat bersaing dan pendapatan pelaku usaha lebih meningkat.

"Sudah saatnya kita harus bisa bersaing terhadap produk impor dengan kebijakan SNI yang pro pada produk UMKM," jelasnya seraya menambahkan sosialisasi oleh BSN harus terus dilakukan.

Masyarakat Ekonomi NTT
Anggota DPD asal NTT, Ibrahim Medah, bersama Bupati Manggarai, Deno Kamelus, menggagas konsep `Masyarakat Ekonomi NTT,' di Ruteng, belum lama ini. Gagasan itu muncul untuk menyambut era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Medah mengatakan, seluruh komoditi di Indonesia, termasuk dari NTT seperti tenun ikat, dipasarkan antarnegara Asean, bahkan dunia, namun produknya harus berkualitas tinggi. Karenanya SNI merupakan standar pemerintah yang diberlakukan dalam menghadapi persaingan. Namun, apakah UMKM di NTT sendiri sudah siap melaksanakan standar tersebut.

Sebenarnya, kata Medah, sebelum atau sesudah adanya pemberlakuan SNI tidak akan berdampak pada keberadaan produk impor, selama konsumen lokal masih mencintai atau tertarik pada produk impor. Jadi, SNI tidak bisa dilakukan pada semua produk UMKM, namun memilih salah satu produk yang memang memiliki kualitas dan daya saing tinggi.

Dicontohkannya, SNI bisa diberikan pada produk tenun ikat yang memiliki motif yang mencerminkan NTT sehingga produk tersebut dapat meningkatkan kualitasnya dan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut lebih besar.

"Harus ada contoh yang konkrit pada produk lokal berkualitas sehingga konsumen dapat melihat dan tertarik membelinya," imbuhnya. *

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved