PDIP: Membuat Angket Hanya Berdasarkan Perasaan Seseorang?
Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira mempertanyakan niat Fraksi Demokrat untuk menggalang Hak Angket penyadapan terhadap Susilo Bambang Yudho
POS KUPANG.COM, JAKARTA -- Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira mempertanyakan niat Fraksi Demokrat untuk menggalang Hak Angket penyadapan terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Apalagi kata anggota Komisi I DPR RI ini, tidak ada yang berbicara penyadapan dalam persidangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di persidangan kasus dugaan penistaan agama, Selasa (31/1/2017).
"Enggak ada yang bicara soal penyadapan. Hanya pak SBY yang merasa disadap. Membuat angket hanya berdasarkan perasaan seseorang. It is too much, isn't it?" tegas Andreas Pareira kepada Tribunnews.com, Jumat (3/2/2017).
Menurut politikus PDI Perjuangan ini, seharusnya semua pihak fokus dulu pada persidangan untuk menegakkan kebenaran sehingga tidak bias kepada isu-isu lain diluar isu pokok.
"Masyarakat pun lelah dengan isu-isu yang sebenarnya tidak jelas juga dasarnya," katanya.
Badan Intelijen Negara menegaskan tidak punya kaitan dengan isu penyadapan yang sempat disinggung oleh mantan presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
Sementara itu, BIN melalui keterangan resminya menyatakan tidak punya sangkut paut dengan apa yang dinyatakan oleh kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di persidangan kasus dugaan penistaan agama, Selasa (31/1/2017).
Dalam persidangan tersebut, kuasa hukum Ahok menyinggung soal informasi tentang komunikasi antara Ketua MUI Maruf Amin dengan SBY.
"BIN menegaskan bahwa informasi tersebut bukan berasal dari BIN," ujar Deputi VI BIN Sundawan Salya dalam keterangan resminya, Kamis (2/2/2017).
BIN menyatakan informasi yang disinggung dalam persidangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Ahok dan penasihat hukumnya.
Mereka pun dinilai tidak secara tegas menyebutkan apakah dugaan percakapan antara SBY dan Ma'ruf dilakukan dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung ataukah percakapan telepon yang diperoleh melalui penyadapan.
Ahok pun belakangan meminta maaf kepada Ma'ruf Amin dan melakukan klarifikasi bahwa informasi yang dijadikan sebagai bukti persidangan adalah berita yang bersumber dari media online tertanggal 7 Oktober 2016. (Srihandriatmo Malau)