Pilkada Kota Kupang

Mutasi Tanggung Jawab Jonas Sendiri

Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. John Tuba Helan, S.H, M.H berpendapat yang bertanggung jawab dalam penerbit

Editor: Alfred Dama
POS KUPANG/NOVEMY LEO
Yohanes Tuba Helan 

POS KUPANG.COM, KUPANG -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. John Tuba Helan, S.H, M.H berpendapat yang bertanggung jawab dalam penerbitan surat keputusan (SK) mutasi 41 pejabat eselon di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang adalah Walikota Kupang, Jonas Salean, S,H, M.Si.

Dosen Fakultas Hukum Undana Kupang ini dihubungi Pos Kupang, Selasa (25/10/2016), terkait tanggung jawab mutasi 41 pejabat eselon di Pemkot Kupang, apakah juga wakil walikota ikut bertanggung jawab.

"Sekarang kalau ditanya, penerbitan SK mutasi itu yang bertanggung jawab tidak hanya walikota, tetapi juga wakil walikota karena satu paket, maka saya mau jelaskan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, termasuk Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 5 Tahun 2014, yang bertanggung jawab adalah kepala daerah," katanya.

Wakil kepala daerah, tegas Tuba Helan, hanya sebagai pembantu dan dia bertugas memberikan masukan, tetapi SK itu ditandatangani oleh kepala daerah.

"Coba dilihat, apakah SK mutasi itu ditandatangani dua orang, yakni walikota dan wakil walikota. Yang tanda tangan itu satu orang, yakni walikota selaku kepala daerah sehingga dia yang bertanggung jawab penuh," tandasnya.

Tuba Helan juga menilai polemik mutasi beberapa pejabat eselon di Pemkot Kupang pada 1 Juli 2016 banyak yang salah persepsi mengenai waktu penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016. Mutasi dilakukan walikota Kupang 1 Juli 2016 pada pagi hari dan UU Nomor 10 Tahun 2016 itu diundangkan pada sore hari.

Pengertian penetapan undang-undang itu, tegas Tuba Helan, tidak satupun kalimat yang menyebutkan soal pagi atau sore karena dalam kacamata hukum pemerintahan, undang-undang itu berlaku sejak tanggal ditetapkan.

"Itu artinya mau pagi atau malam pun tetap berlaku dari tanggal ditetapkan itu," tandasnya.

Menjelang penetapan calon, Jonas mencabut kembali SK mutasi yang sudah dikeluarkan, menurut Tuba Helan, itu wajar saja karena walikota melihat bahwa SK yang dikeluarkannya menyalahi aturan.

"Sekarang ini yang harus kita lihat kembali, apa isi SK yang dicabut kembali itu tertulis dibatalkan atau pergeseran. Kalau dibatalkan artinya pejabat yang sebelumnya sudah menjabat kembali ke posisi sebelumnya," kata Tuba Helan. Kalau digeser lagi, maka harus dilantik lagi. "Saya belum tahu apa isi SK yang dicabut kembali itu," ujarnya.

Tuba Helan menilai para pejabat yang sudah dimutasi dan kembali ke tempat semula merupakan sesuatu yang biasa dalam sistem pemerintahan.

Menurut dia, para pejabat itu tidak perlu lagi dilantik karena kembali menempati jabatan sebelumnya. Lain hal kalau digeser ke tempat lain lagi setelah SK mutasi itu dibatalkan, maka perlu dilantik.

Sumber Pos Kupang di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTT yang dihubungi Selasa (25/10/2016) mengatakan, para pejabat yang dimutasi pada 1 Juli 2016, kemudian SK mutasi dibatalkan, otomatis pejabat yang dimutasi itu kembali ke jabatan semula. Mereka tidak perlu lagi dilantik dan diambil sumpah.

Dikatakannya, mutasi itu sudah dilakukan, kemudian dibatalkan, berarti secara logika tidak pernah ada mutasi di Kota Kupang. Alasannya, SK mutasi dibatalkan. "Berbeda kalau ada perubahan atau diganti, maka mutasi itu jelas ada, tapi ini dibatalkan, berarti tidak pernah terjadi mutasi," ujarnya.(yon/yel/ira)

Sumber: Pos Kupang
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved