Tak Kantongi Tiket, 17 Penumpang Kapal Feri di Kupang Diturunkan dari Kapal
Operasi pertama ilakukan pada KMP Feri Sirum lintasan Kupang-Ende pada pukul 14.00 Wita.
POS KUPANG.COM, KUPANG - Manajemen PT Flobamor, perusahaan yang mengelola sejumlah kapal motor penyeberangan (KMP) feri, Rabu (31/8/2016), menurunkan 17 orang penumpang karena tidak mengantongi tiket.
Sikap tegas ini dilakukan menyusul Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 28 Tahun 2016 tentang Kewajiban Penumpang Memiliki Tiket. PT Flobamora mengelola tiga KMP feri, yaitu Pulau Sabu, Ile Boleng dan Sirum.
Direktur Utama (Dirut) PT Flobamor, Drs. Hironimus Soriwutun, ketika ditemui Pos Kupang di ruang kerjanya, Kamis (1/9/2016), mengatakan, bila PT Flobamor tidak melaksanakan Permen tersebut, maka manajemen dianggap mengabaikan peraturan.
Operasi pertama kata Soriwutun, dilakukan pada KMP Feri Sirum lintasan Kupang-Ende pada pukul 14.00 Wita. Pada kapal ini sebanyak tujuh orang dari 51 penumpang yang tidak memiliki tiket.
Sedangkan operasi kedua dilakukan pada KMP Ile Boleng lintasan Kupang-Lewoleba-Adonara pada pukul 15.30 Wita.
Di kapal ini manajemen PT Flobamor menemukan 17 orang dari 100 orang penumpang yang tak mengantongi tiket. Manajemen kemudian menurunkan para penumpang "gelap" itu.
Di satu sisi, kata Soriwutun, tindakan tegas ini dianggap tidak manusiawi atau kurang berpihak pada kepentingan orang kecil. Namun, persoalannya bukan itu. Tapi, bagamainana perusahaan menertibkan sehingga seluruh pengguna jasa memiliki tiket karena di dalam tiket tersebut otomatis sudah diasuransikan.
Jika terjadi sesuatu dan nama tertera di manifest maka penumpang bisa memperoleh asuransi. Jika tidak masuk ke manifes, maka perusahaan akan disalahkan. Inilah yang dijaga dan harus ada kesadaran dari pengguna jasa untuk memiliki tiket. "Manfaat membeli tiket, Anda terjamin karena nama tertera pada manifest. Ketika terjadi sesuatu sudah diasuransikan," katanya.
Soriwutun mengatakan, penertiban seperti ini akan terus dilakukan. "Kemarin saya turun langsung untuk pastikan penertiban ini harus jalan. Saya minta penumpang diturunkan, bukan berarti harus membeli tiket. Tapi, tidak boleh berangkat. Kami juga libatkan teman-teman dari syahbandar. KPPP juga diinformasikan tapi mereka hanya ada di dermaga untuk memantau prosesnya. Kami tidak mau laksanakan sendiri karena peraturan menteri ini tidak bisa berjalan sendiri tapi dibantu semua stakeholder," tutur lelaki asal Uruor, Desa Belobatang, Lembata ini. (yen)
Tempatkan Petugas
Menurut Soriwutun, selama ini perusahaan terus mengimbau kepada seluruh pengguna jasa untuk mengantongi tiket. Di samping imbauan, pada tiap pintu ditempatkan petugas untuk menertibkan penumpang yang tidak miliki tiket, tidak boleh masuk ke kapal.
Yang boleh naik mereka yang mengantongi tiket. Tapi, kenyataan menunjukkan ada begitu banyak pengguna jasa yang naik ke atas kapal tanpa mengantongi tiket.
"Bagaimana bisa naik ke atas kapal tanpa tiket padahal ada sekian pintu dan masing-masing petugas melakukan penertiban," katanya.
Alasan yang ditemukan kata Soriwutun, orang yang masuk ke kapal mengantar kakak, teman, bapak, mama, nenek, dibiarkan masuk dan tidak keluar lagi.
Selama ini, pengelola feri sudah menempatkan petugas di tiap pintu masuk, tapi banyak yang lolos. Tidak hanya manusia, kendaraan dan barang harus punya tiket agar pertanggungjawaban menjadi jelas.
Sebenarnya di atas kapal ada pemeriksaan lagi, tapi ada yang lolos. Penertiban jadi sulit. Bisa saja kata dia, orang kapal menerima uang tapi tidak sesuai dengan harga tiket. Praktik sepert ini harus dihilangkan agar perlakuan dengan penumpang yang punya tiket sama.