Pembibitan Sapi Tak menguntungkan
Selama ini, kata Teguh, peternak rakyat tidak pernah menghitung biaya produksi karena pemeliharaan sapi hanya dijadikan tabungan.
Laporan Wartawan Kotan, Noverius Laoli
POS KUPANG. COM, JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediyana mengatakan, Kemtan harus menghitung ulang berapa sebenarnya biaya pembibitan sapi sampai siap potong. Selama ini, kata Teguh, peternak rakyat tidak pernah menghitung biaya produksi karena pemeliharaan sapi hanya dijadikan tabungan.
Menurut Teguh, bila dihitung secara bisnis, usaha breeding kurang menjanjikan karena bisa memakan waktu hingga tiga tahun. Peternak harus mengawinkan dulu sapi indukan paling tidak selama tiga bulan, dan itu pun belum tentu sekali kawin langsung bunting. "Setelah bunting butuh waktu sembilan bulan untuk mengandung," ujar Teguh kepada KONTAN, Kamis (25/8).
Setelah melahirkan, kemudian membesarkan sapi itu selama dua tahun hingga memiliki berat badan rata-rata 200 kilogram (kg)-250 kg untuk sapi lokal, dan 400 kg-500 kg untuk sapi hasil kawin silang. Dalam rentang waktu tiga tahun ini, peternak rakyat tidak pernah menghitung berapa persis biaya produksi.
Yang jelas, ketika dijual dengan harga Rp 40.000 per kg sapi hidup, harganya berkisar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per ekor, tergantung berat masing-masing sapi. "Secara bisnis, usaha ini tidak menguntungkan," ujarnya.
Selama belum ada hitungan yang pasti, Teguh masih meragukan hitung-hitungan Kemtan terkait simulasi KUR untuk usaha breeding ini. Menurutnya, untuk mengetahui lebih jelas biaya produksi ini, Kemtan bisa memanfaatkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan di sejumlah daerah yang melakukan pengembangan sapi.
Terlebih selama ini, peternak rakyat belum merasakan manfaat dan fungsi dari UPT ini padahal sudah menyedot anggaran APBN. Harusnya, UPT-UPT tersebut bisa menjadi unit percontohan bagi swasta yang ingin terjun ke usaha breeding sapi.*