Upah Perawat Masih Memprihatinkan

Upah yang diterima masih jauh di bawah upah minimum provinsi (UMP).

Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
Pos Kupang
POS KUPANG/AGUSTINUS SAPE PPNI NTT -Para peserta rapat evaluasi program PPNI NTT foto bersama dengan Koordinator Wilayah III (Bali, Nusra) DPP PPNI dan Bendahara Umum DPP PPNI NTT di aula RSU WZ Johannes Kupang, Sabtu (23/7/2016). 

Laporan Wartawan Pos Kupang, Agustinus Sape

POS KUPANG. COM, KUPANG - Upah para perawat yang mengabdi di puskesmas, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya di seluruh NTT masih memprihatinkan. Upah yang diterima masih jauh di bawah upah minimum provinsi (UMP).

Hal ini dikemukakan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPW PPNI) NTT, Aemilianus Mau, S.Kep, Ns, M.Kep, di sela rapat evaluasi program PPNI NTT di aula utama Rumah Sakit Umum (RSU) WZ Johannes Kupang, Jl. Mohammad Hatta, Sabtu (23/7/2016).

Rapat itu dihadiri Koordinator Wilayah III (Bali, Nusa Tenggara) DPP PPNI, Awan Darmawan, S.Pd, M. Kes, Bendahara Umum DPP PPNI, NS Aprisunadi, M. Kep, Ns. Sp. Kep. M.B, jajaran pengurus DPW PPNI NTT, Ketua Dewan Pertimbangan PPNI NTT, Florentianus Tat, S.Kp, M. Kes, Ketua DPD Kabupaten dan Kota Kupang serta Dewan Pengurus Komisariat Kota Kupang. Menurut Ketua Panitia Evaluasi, Sabinus Kedang, S.Kep, Ns, M. Kep, total peserta sekitar 40 orang.

"Kondisi perawat kita di NTT, kecuali yang berstatus PNS, masih sangat memprihatinkan. Masih banyak yang bekerja sebagai tenaga sukarela di puskesmas atau rumah sakit-rumah sakit. Kalaupun ada gaji, cuma Rp 200 - 500 ribu per bulan. Sangat tidak layak," kata Mau, yang biasa dipanggil Wily.

Bendahara Umum DPP PPNI, NS Aprisunadi mengatakan, DPP PPNI sudah mengeluarkan surat keputusan (SK) tentang standar upah (take home pay) para perawat sebesar tiga kali UMP. "Kalau UMP NTT sebesar Rp 1,5 juta, maka upah perawat di NTT harus Rp 4,5 juta per bulan," urai Aprisunadi.

Menurut Aprisunadi, SK mengenai upah ini sudah disebarkan ke seluruh Indonesia melalui pengurus PPNI daerah. SK yang sama juga sudah disampaikan kepada Kementerian Kesehatan RI, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan).

Aprisunadi mengakui sudah ada tanggapan balik dari sejumlah rumah sakit terhadap SK tersebut. Ada yang komplain dan menilai penetapan upah tersebut terlalu memberatkan.

"Upah sebesar itu masih wajar dan berkeadilan karena dia (perawat) sudah menempuh pendidikan yang mahal dan harus memenuhi sekian banyak persyaratan lainnya untuk menjaga kualitas pelayanannya," tandas Aprisunadi, yang sehari-hari dosen di Universitas Respati Indonesia Jakarta.

Wily mengakui, SK tentang upah para perawat itu sudah diterima DPW PPNI NTT dan sudah diteruskan ke dinas-dinas kesehatan kabupaten/kota di seluruh NTT. Dia juga sudah sering mengemukakan ikhwal upah perawat itu pada berbagai forum resmi.

Menduduki Jabatan
Koordinator Wilayah III (Bali, Nusa Tenggara) DPP PPNI, Awan Darmawan, S.Pd, M. Kes, dalam arahannya sebelum membuka rapat evaluasi tersebut, mengajak para anggota PPNI NTT untuk berjuang secara total demi eksistensi PPNI. "Kita harus perlu membenahi PPNI bersama-sama," kata Darmawan.

Dia banyak berkisah tentang pengalamannya sebagai ketua DPW PPNI Nusa Tenggara Barat (NTB) sekaligus sebagai Direktur Poltekkes Kemenkes Mataram. Berkat relasi dan komunikasinya yang baik, dia bisa masuk ke semua lini bahkan bisa mempengaruhi kebijakan Pemda setempat. Alhasil, banyak perawat di NTB yang menduduki jabatan.

Hal yang sama diharapkannya kepada pengurus PPNI NTT. "Ikuti saja gerbong. Kalau gerbong di depan putus, pasti diganti dengan gerbong berikutnya," kata Darmawan.

Namun, dia mengingatkan, setiap jabatan yang diemban pasti ada suka-dukannya. "Kita harus menarik nafas panjang karena tidak semua suka sama kita, tapi kita harus suka semua anggota," katanya.

Ketua DPW PPNI NTT, Aemilianus Mau sependapat dengan Darmawan. Menurut Mau, PPNI NTT sudah siap menduduki jabatan-jabatan struktural, bahkan bisa menduduki jabatan direktur rumah sakit.

"Karena memang sudah didukung oleh tingkat pendidikan. Para perawat banyak yang sarjana, magister, bahkan banyak yang sudah doktor. Apalagi kalau pendidikan magister atau doktornya tentang manajemen rumah sakit, perawat pantas menduduki jabatan tersebut," kata Mau. *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved