Guru di Pedalaman Sering Minta Izin Pulang

Sekolah-sekolah di daerah pedalaman dan perbatasan memiliki masalah yang hampir sama.

Editor: Agustinus Sape
Tribun Kaltim
M Purnomo Susanto Kepsek SMPN 1 Long Alango, Lukas Lahang 

POS KUPANG. COM, MALINAU  - Sekolah-sekolah di daerah pedalaman dan perbatasan memiliki masalah yang hampir sama. Satu di antaranya kinerja guru terutama tingkat kedisiplinan. Kadang mereka pulang ke 'kota' dan 'berlibur' cukup lama sebelum kembali ke pedalaman. Selain minimnya guru juga masalah infrastruktur dan perlengkapan.

Seperti dialami SMPN 1 Bahau Hulu di Desa Long Alango. Lebih parahnya lagi, selain permasalahan tersebut ditambah dengan seringnya beberapa guru selalu meminta izin ke pusat pemerintahan Kabupaten Malinau.

Kepala Sekolah SMPN 1 Long Alango, Lukas Lahang (50) mengungkapkan, ia terpaksa harus mengizinkan beberapa guru yang bukan berasal dari Bahau Hulu kembali ke tempat asalnya. Sebenarnya, Lukas mengungkapkan, ia tidak keberatan dengan kepulangan guru-guru tersebut. Hanya saja, ia meminta untuk tidak terlalu sering meminta izin pulang.

"Kita kan tahu sendiri, kita ini sangat kekurangan. Mulai dari infrastruktur, perlengkapan sekolah dan tenaga pendidik. Kalau tenaga pendidiknya sudah pulang ke tempat asalnya, maka sekolah kita tambah kekurangan personel. Kami minta kepada para guru lebih peka dan perhatian terhadap kondisi kita di pedalaman ini," ujarnya.

Lukas menyadari, banyak guru luar daerah yang belum terbiasa hidup di desa pedalaman seperti di Long Alango. Namun itu sudah menjadi konsekwensi logis bagi para guru yang telah diterima sebagai pegawai untuk bersedia ditugaskan di mana saja di seluruh Indonesia.

"Ya kalau memang tidak mau ditempatkan di mana saja, ya tidak usah mendaftar sejak awal. Kan, semua orang sudah tahu kalau Malinau ini daerah perbatasan dan pedalaman. Otomatis, kalau daerah seperti itu kan banyak keterbatasan. Kalau memang tidak mampu, sebaiknya sejak awal sudah dipikirkan," tegasnya.

Lukas mengungkapkan, di SMPN 1 Long Alango ada 9 guru. Di antaranya 7 Pegawai Negri Sipil (PNS) dan 2 orang pegawai K2. Kemudian, untuk mata pelajaran yang diajarkan di SMPN 1 Long Alango sebanyak 10 mata pelajaran.
"Ada mata pelajaran wajib dan ada mata pelajaran tambahan. Guru kita ada 9 dan mata pelajaran ada 10. Artinya kurang 1. Kemudian, kalau ada beberapa guru pulang ke Malinau maka semakin berkuranglah guru kita. Efektifnya, setiap pelajaran di sekolah itu memiliki satu guru," ungkapnya.

Ketika terjadi kekurangan guru, Lukas mengatakan, ia mengakalinya dengan cara meminta guru yang menguasai mata pelajaran tersebut untuk mengajar sementara pada pelajaran yang ditinggalkan oleh gurunya. Namun, hal ini seharusnya tidak terjadi kalau guru-guru tersebut paham dan mengerti tentang tugas dan tanggung jawab.

"Kadang kita tidak bisa menolak untuk memberikan izin kepada mereka untuk pulang. Alasan ada anak sakit dan lain-lainnya membuat kita tidak dapat berbuat apa-apa. Kalau misalnya, guru-guru tersebut berasal dari daerah sini tidak akan terjadi seperti ini," pungkasnya.

Persoalan ini juga menjadi perhatian khusus Bupati Malinau, Yansen TP. Kerap kali Yansen menegaskan, kepada para guru dari luar Malinau untuk konsisten terhadap pilihan menjadi pegawai di Malinau. Untuk mendapatkan kuota pegawai, sangatlah susah. Oleh karenanya, pegawai tersebut harus maksimal dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab.

"Itulah yang menjadi permasalahan di Malinau ini, banyak pegawai dari luar Malinau itu tidak tahan kalau sudah bertugas di pedalaman dan perbatasan. Kalau seperti ini, yang rugi itu kita. Untuk itu, kita terus memperjuangkan agar kuota pegawai itu diberikan lebih banyak untuk putra-putri Malinau bukan dari luar Malinau. Artinya, kalau orang Malinau sendiri kan lebih tahu tentang daerahnya daripada orang luar Malinau," ujar Yansen. (tribun kaltim/ink)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved