LIPSUS

Kata Thomas Langoday Perlu Edukasi

PEMERINTAH melalui Bank Indonesia (BI) telah mematok down payment (DP) atau uang muka pembelian mobil sebesar 30 persen dari total harga kendaraan itu

Penulis: Yeni Rachmawati | Editor: omdsmy_novemy_leo
KOMPAS IMAGES
Mobil murah keluaran Astra, Agya dan Ayla 

NEWS ANALYSIS : Dr. Thomas Ola Langoday
Dosen Fakultas Ekonomi Unwira Kupang

POS-KUPANG.COM, KUPANG - PEMERINTAH melalui Bank Indonesia (BI) telah mematok down payment (DP) atau uang muka pembelian mobil sebesar 30 persen dari total harga kendaraan itu. Namun dalam praktik masih berlaku penawaran jor-joran atau dealer memberikan harga agak murah meriah.

Disini, dealer mobil mampu memainkan psikologi sehingga konsumen tak berpikir panjang lagi saat membeli mobil. Hanya dengan uang muka Rp 20 juta, misalnya, mobil bisa dibawa pulang dan parkir di rumah.

Sementara di satu sisi, gejolak harga sangat tergantung pada mata uang asing. Ketika gejolak harga naik, konsumen terbebani. Mau tak mau konsumen harus menyesuaikannya. Sementara pendapatan konsumen bisa saja stagnan atau tak mengalami perubahan.

Mungkin saja jauh dari perhitungan konsumen yang memprediksikan cicilan tetap flet.Bila pendapatan mengalami kenaikan maka pembayaran cicilan tak menjadi soal. Semuanya menjadi lancar dan tentu saja tak menimbulkan persoalan.

Pada awalnya konsumen mungkin tak mendapat penjelasan tentang kenaikan suku bunga kredit yang fluktuatif. Rata-rata konsumen tak memikirkan atau mungkin saja tak tahu bila suatu saat pada masa kredit masih berlangsung terjadi perubahan atau gejolak ekonomi dunia yang memengaruhi perekonomian secara makro yang kemudian berdampak secara mikro.

Fenomena yang terjadi saat ini, maraknya penarikan kembali kendaraan roda dua dan empat oleh dealer karena konsumen tak mampu membayar cicilan.

Akarnya, yakni konsumen berada pada suatu situasi yang disebut sebagai asymmetric information atau informasi yang tak berimbang. Yang mengetahui harga kendaraan, tingkat suku bunga, jenis mobil hanya dealer atau salesman atau marketing.

Sedangkan konsumen tak tahu atau tak paham. Konsumen hanya tahu mendapat mobil baru dengan DP yang rendah kemudian membawa pulang mobil ke rumah. Status sosial terangkat di mata tetangga dan masyarakat sekitarnya.

Idealnya pihak dealer atau orang-orang marketing menjelaskan kepada konsumen atau calon pembeli secara berimbang dan transparan. Proses edukasi harus berjalan sehingga konsumen dapat mempertimbangkan cermat dan logis. Supaya semua enak sama enak. Supaya ke depan tak bermasalah atau agar tak terjadi cicilan macet atau kredit macet.

Faktornya bisa jadi karena bunga kredit naik. Berbeda kalau konsumen lalai membayar. Silakan mobil atau motor ditarik saja. Tapi kalau persoalannya ada pada dealer mobil, maka perlu menjadi perhatian serius.

Apakah pihak dealer menjelaskan suatu ketika Toyota, Mitsubishi, Honda atau Suzuki akan hengkang dari Indonesia? Atau misalnya tiba-tiba Bank Central Amerika menaikkan suku bunga atau nanti bank menaikkan suku bunga di Indonesia?

Rasanya belum ada penjelasan sejauh ini. Kecuali bagi konsumen yang paham tren perekonomian kemudian mengajukan pertanyaan seperti ini.

Terkadang pula konsumen yang tak punya rencana tapi karena promosi yang gencar sehingga ia "terpaksa" membelinya (impulsive buying). Karena itu saya berharap konsumen tak cepat tergiur dengan bunga ringan. Konsumen harus tetap kristis dan melakukan perhitungan secara finansial. (pol)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved