LIPSUS

Ternak Sapi Betina Produktif di NTT Dipotong

Selama ini di NTT, sapi yang usianya masih bayi, dewasa, kakek nenek hingga sapi betina yang masih bunting terpaksa ditebas atau dipotong.

POS KUPANG/NOVEMY LEO
SAPI - Ternak sapi yang digembalakan petani di Oesao, Kabupaten Kupang. 

Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Novemy Leo

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Terkait pemotongan ternak sapi di NTT, Aklis mengatakan, selama ini sapi yang usianya masih bayi, dewasa, kakek nenek hingga sapi betina yang masih bunting terpaksa ditebas atau dipotong.

Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar daging sapi dan kebutuhan ekonomi petani ternak di NTT.

Aklis menilai selama ini pemerintah daerah sudah bekerja maksimal untuk menyelamatkan ternak sapi betina produktif. Namun masih terjadi pemotongan ternak sapi betina usia produktif karena tuntutan kebutuhan petani.

Ia menjelaskan, iklim di NTT yang memiliki kemarau panjang, hujan terlambat, mata air kering sehingga pada bulan tertentu terjadi paceklik makanan ternak yang mengakibatkan pertumbuhan ternak sapi lamban dan menurun.

Belum lagi kebutuhan ekonomi keluarga petani. Sementara itu permintaan pasokan daging sapi meningkat. Akibatnya, petani akan merelakan sapi jantan dan sapi betina untuk dipotong.

"Dengan kondisi itu, jangankan sapi jantan, sapi betina yang masih bayi, anak, dewasa, kakek nenek sampai sapi betina yang masih bunting pun dibawa ke pasar untuk ditebas, dijual untuk memenuhi kebutuhan anak sekolah," ungkap Aklis.

Karena itu, Aklis berharap agar pemerintah memberikan bantuan pakan ternak berupa bibit lamtoro atau king grass agar ditanami di lahan kosong sehingga bisa mencukupi kebutuhan pakan ternak sapi.

Sekretaris Himpunan Pengusaha Peternak Sapi Kerbau (HP2SK) NTT, Daniel Para, mengatakan, untuk penyelamatan sapi betina usia produktif , pemerintah harus menerapkan regulasi yang memadai. Pasalnya, selama ini penerapan regulasi yang mengatur dan memberi sanksi terhadap pemotongan sapi betina produktif belum maksimal.

"Kenyataan di lapangan pemotongan ternak sapi betina produktif terus terjadi dan tidak pernah ada sanksi. Tenaga pengawas di lapangan belum maksimal bekerja. Hal ini menunjukkan belum adanya keseriusan pemerintah dalam mengawasi dan melaksanakan regulasi tersebut," kata Daniel.

Ia berharap ada perda dengan menetapkan retribusi yang mahal untuk menekan pemotongan ternak sapi betina usia produktif.

"Bikin perda yang tidak melarang, tapi membolehkan pemotongan ternak sapi betina usia produktif dengan retribusinya yang mahal Rp 500.000 -Rp 1.000.000/ekor. Dengan demikian lambat laun orang tidak lagi mau memotong ternak sapi usia produktif," kata Daniel. (vel)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved