Paul Liyanto: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sangat Dibutuhkan

Perumusannya tidak hanya untuk mengadvokasi korban, tetapi juga untuk mencegah dan memberi efek jera bagi para pelaku.

Editor: Paul Burin
istimewa
Paul Lyanto ketika melakukan pertemuan dengan Kemensos di Jakarta, Rabu (8/6/2016). 

POS KUPANG.COM, JAKARTA - Anggota DPD RI Dapil Provinsi NTT, Ir. Abraham Paul Liyanto mengapresiasi sikap pemerintahan Presiden Jokowidodo yang telah mendeklarasikan kekerasan seksual sebagai tindak kejahatan HAM luar biasa (extra ordinary crime).

Sikap presiden ini dilanjutkan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) Penghapusan Kekerasan Seksual dan pemberatannya termasuk ancaman hukum kebiri bagi pelakunya.

Menurut Paul yang menyampaikan idenya pada forum Rapat Kerja (Raker) antara Komite III DPD RI dengan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Gedung DPD RI, Rabu (8/6/2016), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sangat dibutuhkan.

Perumusannya kata Paul, tidak hanya untuk mengadvokasi korban, tetapi juga untuk mencegah dan memberi efek jera bagi para pelaku serta mengubah kultur hukum di Indonesia.
"Negara haruslah hadir, didasari keprihatinan maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin mengerikan," tegasnya.

Namun, menurut Paul, ada beberapa pasal dalam RUU ini yang masih diperdebatkan. Khususnya menyangkut ancaman hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual, misalnya, Komnas HAM menilai, hukuman kebiri melanggar HAM.
Sementara IDI (Ikatan Dokter Indonesia), berkeberatan tentang pasal dalam RUU yang menyatakan tindakan hukuman kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual dieksekusi oleh dokter, sebab akan melanggar kode etik dokter.

Oleh karena itu, menurut Paul, kasus kekerasan seksual harus diselesaikan dikoordinasi dengan berbagai kementerian terkait seperti dan lintas intansi secara terpadu, sistimatis dan sinergi dengan baik secara komprehensif dari hulu hingga hilir.

"Pengadilan kasus kekerasan seksual juga seharusnya dilakukan secara tertutup agar korban dan keluarganya terlindungi, karena sebagian kalangan menganggap sebagai aib keluarga. Sekaligus saya mengusulkan agar perempuan dan anak-anak ditetapkan sebagai penerima bantuan hukum dalam UU Lembaga Bantuan Hukum (LBH)," imbuh Anggota Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan Indonesia, MPR RI ini.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan yang luar biasa sehingga memerlukan penanganan yang luar biasa pula.

Untuk itu pemerintah berencana memberikan hukuman tambahan kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak berupa hukuman kebiri, selain hukuman penjara.

Peningkatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak lewat pengebirian, penting untuk memberikan terapi kejut bagi pelaku baru. (*/pol)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved