LIPSUS

HP2SK NTT Minta Pemerintah Intervensi Budidaya Ternak

Pemerintah jangan sekadar menurunkan harga daging sapi, tapi juga perlu melakukan intervensi terhadap budidaya ternak sapi di NTT

POS KUPANG/NOVEMY LEO
SAPI - Ternak sapi yang digembalakan petani di Oesao, Kabupaten Kupang. 

Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Novemy Leo

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pemerintah jangan sekadar menurunkan harga daging sapi, tapi juga perlu melakukan intervensi terhadap budidaya ternak sapi di NTT sebagai salah satu daerah pemasok daging sapi untuk Jakarta dan sekitarnya.

Sekretaris Himpunan Pengusaha Peternak Sapi Kerbau (HP2SK) NTT, Daniel Para, mengatakan hal itu kepada Pos Kupang, Selasa (7/6/2016) sore. Daniel menjelaskan, populasi ternak sapi di NTT sekitar 850.000 tersebar di sejumlah daerah. Jumlah itu cukup banyak. Meski demikian, populasi ini harus terus ditambah setiap waktu agar tidak berkurang bahkan habis.

Daniel mengharapkan pemerintah hendaknya rutin memberikan motivasi berupa pendidikan dan latihan bagi para petani peternak, agar mereka dapat memelihara ternak sapi dengan benar. Sebab, lanjut Daniel, selama ini petani masih menggunakan pola tradisional yang kurang efektif.

Dengan pola tradisional, lanjutnya, maka pertumbuhan ternak sapi akan lamban dan akan berpengaruh juga pada kualitas. Akibatnya, meski belum mencapai bobot yang disyaratkan, namun ternak sudah diantarpulaukan atau dipotong karena kebutuhan sangat besar. Intervensi pemerintah terhadap petani sangat diperlukan.

"Petugas lapangan juga harus ditambah agar maksimal melakukan motivasi bagi petani. Petugas harus rutin melakukan pengawasan di rumah potong hewan agar ternak yang dipotong adalah ternak yang memenuhi syarat," tegas Daniel.

Begitupun pengawasan petugas terhadap pengiriman ternak sapi ke luar NTT, agar tenak sapi yang dikirim ke luar NTT adalah ternak yang memenuhi syarat kualitas dan beratnya.

Daniel mengatakan, selama ini belum ada kerja sama yang baik dan maksimal antara pemerintah dengan asosiasi. Jadi, lanjutnya, kesannya semua pihak berjalan sendiri-sendiri dalam upaya meningkatkan pengembangan ternak sapi di NTT.

"Selama ini asosiasi belum pernah mendapat pengarahan dan sumbangan obat-obatan untuk ternak. Koordinasi belum berjalan baik. Susah jika koordinasi tidak dibangun, apalagi jika tidak ada tindakan nyata, bisa saja ternak sapi di NTT punah," kata Daniel.

Padahal, demikian Daniel, seharusnya pemerintah menggandeng asosiasi untuk merancang program yang tepat guna pengembangan sapi di NTT.

"Harusnya asosiasi diajak terjun ke pembibitan agar sapi di NTT tidak punah. Pemerintah jangan jadi pemain, biarkan pengusaha yang memainkan perannya. Beternak sapi perlu kerja serius tidak hanya omong. Butuh tindakan nyata. Pemerintah harus mampu menggairahkan pengusaha dan petani agar terus mengembangkan ternak sapi," tandas Daniel.

Salah satu caranya, lanjut Daniel, memberikan modal kerja atau kredit tanpa bunga kepada petani dan pedagang ternak sapi

Terkait penurunan harga daging sapi di Jakarta dari Rp 120.000/kg menjadi Rp 80.000/ kg, menurut Daniel, hal ini harus dipertimbangkan baik-baik. "Bisa saja harga daging sapi diturunkan menjadi Rp 80.000/kg, tapi harus ada subsidi bagi petani atau pedagang ternak sapi, sehingga mereka tidak rugi," kata Daniel.

Selain itu, tambah Daniel, Presiden Jokowi, harus buka kran impor daging sapi sehingga masyarakat punya pilihan di pasaran. Sebab, dengan impor daging sapi, bisa mengimbangi harga daging sapi lokal. Apalagi daging sapi impor harganya jauh lebih murah.

"Impor harus dilakukan agar bisa menjaga ternak sapi di Indonesia dan di NTT tidak punah. Mengingat perkembangbiakannya lama tapi kebutuhan konsumsi daging sapi oleh masyarakat sangat besar," kata Daniel.

Daniel juga berharap pemerintah menambah armada kapal pengangkut ternak sapi yang disubsidi. (vel)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved