Liputan Khusus
Tersangka Kasus Sagared Merasa Ditipu Jaksa
Namun, pengusaha besi tua yang membeli aset PT Sagared merasa ditipu jaksa dan dirugikan secara materiil.
Penulis: PosKupang | Editor: Dion DB Putra

POS KUPANG.COM, KUPANG - Penanganan kasus dugaan korupsi penjualan aset PT Sagared Team memasuki babak baru. Tim penyidik Kejati NTT optimistis penetapan pensiunan jaksa Djami Rotu Lede, SH dan pengusaha besi tua di Kota Kupang, Paulus Watang sebagai tersangka sudah tepat lantaran keduanya dinilai bertanggung jawab atas penjualan aset tersebut.
Namun, pengusaha besi tua yang membeli aset PT Sagared merasa ditipu jaksa dan dirugikan secara materiil. "Saya buat jahat apa? Mereka jual saya beli. Saya duduk diam-diam, mereka yang tawarkan barang. Penegak hukum bicaralah hukum yang benar. Saya ini korban kriminalisasi dan lebih lucu dianggap korupsi. Saya makan uang negara apa? Barang sudah dikembalikan seratus persen. Saya ditipu dan dibohongi," kata Paulus Watang kepada Pos Kupang, Senin (29/2/2016).
Paulus menjelaskan, kasus ini berawal pada Februari 2015 dia didatangi Edu Nawi, orang suruhan Djami Rotu Lede yang menawarkan besi tua dalam jumlah banyak dan harga yang pantas. Kepada Edu, Paulus menanyakan asal besi tua tersebut. Edu menyebut besi tua itu berasal dari gudang PT Sagared Team.
Paulus sempat menolak karena takut bermasalah. Namun, Edu meyakinkan bahwa barang itu tidak bermasalah secara hukum lantaran ada jaksa Djami Rotu Lede yang menjamin. Keesokan hari, jaksa Djami menemui Paulus dan menyatakan ia bertanggung jawab. Paulus pun percaya. "Total barang yang saya beli seberat 8,6 ton dengan total nilai sebesar Rp 21,5 juta," katanya.
Setelah transaksi pertama, kata Paulus, jaksa Djami sempat ke rumahnya beberapa kali menawarkan aset PT Sagared lainnya. Selang sebulan kemudian ia meninjau lokasi aset PT Sagared di Takari, Kabupaten Kupang. Ia nyatakan siap membeli. Jaksa Djami juga menawarkan aset lainnya. Menurut Paulus, jaksa juga butuh investor untuk beli gunung batu marmer dan tanah. Tanggal 18 April 2015 ada pertemuan antara investor dari China, Aspidsus Gasper Kase, Djami Rotu Lede dan perwakilan Sagared di Hotel Aston Kupang.
Seusai pertemuan itu, kata Paulus, ia ditelepon Djami bahwa Aspidsus ingin bertemu. Saat itu, Gasper Kase menyatakan besi tua yang hendak dijual kepadanya dianggap hilang. Ini disaksikan jaksa Djami Rotu Lede. Setelah itu, atas inisiatif pribadi ia ke kantor Kejati NTT bawa uang Rp 40 juta untuk bantu biaya operasional jaksa yang hendak ke Jakarta perjuangkan aset gunung batu milik PT Sagared. Setelah pembicaraan antara dirinya, Djami Rotu dan Gasper Kase, Paulus dipertemukan dengan Kajati NTT, John Purba, SH di ruang kerja kajati. Kajati menyatakan uang bantuan yang hendak diberikan itu disimpan saja. Kalau suatu saat dibutuhkan Paulus akan dihubungi. "Kalau saya dikatakan mau suap, untuk apa? Padahal saat itu belum ada kasus yang terjadi. Kalau saya suap mengapa saya tidak ditangkap saat itu. Kalau saya dikatakan berusaha menyuap itu bohong," tegas Paulus.
Atas inisiatif kejaksaan dibuat proposal yang diserahkan Djami kepada Paulus untuk ditandatangani. Paulus mengaku tidak tahu persis isi proposal tersebut. Tanggal 6 Mei 2015 keluar surat perintah dari Kajati NTT kepada Djami Rotu Lede untuk angkut barang. Surat itu diserahkan kepada Umar, Udin dan kepolisian di Takari.
Tentang pembayaran, Paulus menyebut dilakukan beberapa kali. Kwitansi pertama Rp 400 juta, kedua Rp 25 juta dan ketiga Rp 25 juta. Total uang Rp 450 juta. Ia membeli gudang yang sudah roboh dengan harga besi tua yang pantas. Ia perkirakan satu gudang sekitar 120 ton. "Saya tidak beli gudang tetapi saya membeli besi tua. Harga besi per gudang Rp 200 juta," kata Paulus Watang. Paulus mengatakan Rp 390 juta diambil langsung Djami Rotu Lede. Sementara uang Rp 10 juta, atas permintaan Djami diserahkan kepada Aspidsus Kejati NTT, Gasper Kase. Ia menyuruh anaknya, Junaldi Watang mengantar uang kepada Gasper Kase bulan Agustus 2015.
Beberapa saat kemudian, saat ia periksa kesehatan di RS Siloam, Gasper Kase menghubunginya dan menyatakan akan mengembalikan uang tersebut kepada dirinya. Namun, ia menolak pengembalian uang tersebut. Ia mulai curiga dengan niat pengembalian uang tersebut. Paulus meminta agar kasus ini tidak diperiksa penyidik Kejati NTT lantaran ada dugaan keterlibatan orang dalam. "Saya merasa tertipu oleh dua jaksa. Ternyata banyak korban lain dengan motif yang sama," ujarnya.
Tentang keuntungan dari pembelian aset PT Sagared, Paulus Watang mengatakan satu gudang utuh dijual Rp 650 juta terima di tempat. Dia mendapat keuntungan satu gudang hanya Rp 100 juta. "Namun, akibat kasus ini kerugian yang saya alami mencapai Rp 904 juta," katanya. Paulus kembali mengatakan dia berani beli aset negara tanpa melalui prosedur lelang lantaran ada jaminan dari jaksa Djami Rotu bahwa barang tidak bermasalah.
Tulus, pengusaha besi tua lainnya di Kota Kupang menceritakan pada pertengahan 2015, ia ditawari jaksa Djami Rotu untuk beli besi tua. Djami juga menjamin akan bertanggung jawab bila bermasalah.Dengan jaminan itu, Tulus pun membeli tujuh ton besi tua berupa potongan-potongan. Sebelum mengambil barang, jaksa Djami meminta uang panjar Rp 5 juta. Sisanya dibayar setelah barang diambil dari Takari. Setelah transaksi pertama, jaksa Djami meminta kembali selembar surat perintah dari Kajati NTT yang diserahkan kepada dirinya. Jaksa Djami berdalih, harga yang diberikan Tulus terlalu rendah dan dinilainya tidak profesional.
H. Khasmari, pengusaha besi tua yang membeli barang dari Tulus merasa heran karena dijadikan tersangka. "Uang kami diambil lalu kami dijadikan tersangka. Habis terima uang terus tangkap kami. Kami berani membeli barang itu lantaran yang menawarkan adalah aparat penegak hukum," ungkap Kasmari, Selasa (1/3/2016) sore. Johanis Semi mengaku membeli besi tua dari Paul Watang lantaran dijamin tak bermasalah. "Dulu kami tumpuk besi tua itu di pinggir jalan karena saya anggap tidak ada masalah," ujar Johanis, Rabu (2/3/2016).
"Kalau beli mobil bisa dicek STNK. Kalau besi tua ya tidak ada surat. Saya rugi banyak karena harga besi turun terus. Dan, saya capek urus ini barang. Mobil truk saya juga ditahan karena muat forklip," kata Johanis. Pengusaha lain memilih tutup mulut lantaran takut terkena imbas kasus ini. Namun, mereka mengaku tertipu.
Penasehat hukum, tersangka Paulus Watang, Fransisco Bessi, SH mengatakan jaksa harus berani mengungkap berapa banyak aset PT Sagared yang sudah dijual.
"Pertanyaan sampai sekarang, mana ada satu aset milik PT Sagared di Kejati NTT. Yang ada hanya eksavator milik Pak Paul. Kajagung harus ambil alih. Kami akan laporkan ke KPK lantaran sudah meenuhi unsur kerugian di atas satu miliar melibatkan pejabat publik dan menjadi perhatian banyak orang," ujar Fransisco kepada Pos Kupang, Senin (29/2/2016).
Informasi yang dihimpun Pos Kupang, beredar informasi Jamwas Kejaksaan Agung memeriksa beberapa pejabat Kejati NTT terkait laporan dugaan keterlibatan oknum aparat Kejati NTT dalam penjualan aset PT Sagared. Para pejabat diperiksa di kantor Kejaksaan Agung di Jakarta. Namun, itu dibantah Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Amir Yanto. "Kejagung tidak menanganinya," kata Amir kepada Pos Kupang, Selasa (8/3/2016) (aly)