Dana Pendidikan untuk NTT Paling Minim
Kasus ini hendaknya menjadi refleksi mendalam bagi para petinggi di NTT. Mungkin selama ini para petinggi kita
POS KUPANG.COM -Petinggi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTT mengungkapkan bahwa alokasi dana pendidikan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2016 paling rendah. Banyak pertanyaan akan menggugat hal ini. Persoalannya, pendidikan merupakan hal vital bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM) handal dan bermutu. NTT yang serba minim dalam banyak hal ini akan makin parah dengan minimnya dana dari pusat untuk pembangunan pendidikan.
Kasus ini hendaknya menjadi refleksi mendalam bagi para petinggi di NTT. Mungkin selama ini para petinggi kita terlalu sibuk mengurus politik lalu melupakan hal yang elementer bagi kehidupan masyarakat kecil. Para pejabat di NTT tidak jarang bepergian ke luar daerah, termasuk ke Jakarta. Apakah para pejabat itu begitu sulit untuk menemui para menteri yang notabene sudah sering datang ke NTT? Para menteri itu toh tahu apa yang menjadi kebutuhan masyarakat NTT dalam pembangunan manusia.
Kalau kenyataan seperti disampaikan pejabat Dinas Dikbud NTT tadi, berarti kunjungan para menteri, termasuk Presiden, ke NTT belum berdampak signifikan melalui alokasi dana yang memadai bagi Provinsi NTT.
Dalam kasus ini, kita juga tidak bisa serta-merta mempersalahkan para pejabat di tingkat pusat. Pejabat di tingkat pusat belum tentu tahu baik apa yang menjadi kebutuhan prioritas masyarakat NTT. Karena itu, pejabat dari NTT seharusnya proaktif untuk menyampaikan kekurangan atau kebutuhan masyarakat NTT kepada Pemerintah Pusat.
Kalau para pejabat dari NTT tidak proaktif, bisa jadi karena mereka juga tidak tahu masalah masyarakat NTT karena mereka hanya lebih banyak jalan-jalan ke Jakarta ketimbang ke desa- desa.
Ini sebenarnya persoalan kita. Persoalan mental, yang seharusnya bisa diubah agar tidak hanya senang pelesiran. Begitu juga anggota DPRD. Mereka suka studi banding ke luar daerah lalu lupa kebutuhan konstituen yang memilihnya sehingga bisa duduk di Dewan.
Menyedihkan buat NTT. Kita tidak pernah bisa bangkit dari keterpurukan dalam bidang SDM kalau dana yang digelontorkan dari pusat terbatas jumlahnya. Dana yang terbatas itu pun lebih banyak terkuras untuk perjalanan dinas pejabat, bukan untuk pembangunan manusia sesungguhnya.
Karena itu, para petinggi di NTT, baik eksekutif maupun legislatif, sebaiknya segera menoleh kepada kehidupan yang sulit di desa. Bukan hanya mau melihat Jakarta dengan segala kemajuannya. Kalau ini tidak kita lakukan, jangan harap kita bisa lepas landas. Kita akan tetap tinggal di landas. Menyedihkan!*