Liputan Khusus
Ande Koreh: Bendungan Kolhua Secara Teknis Layak Dibangun
Tujuh bangunan itu adalah Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang yang sedang dikerjakan
Penulis: PosKupang | Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG.COM - Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTT, Ir. Andre Koreh mengatakan, secara keseluruhan NTT yang memiliki 22kabupaten/kota membutuhkan 70 bendungan. Berdasarkan data potensi yang ada, dalam lima tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tahun 2014-2019, akan dibangun tujuh bendungan di NTT.
Tujuh bangunan itu adalah Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang yang sedang dikerjakan dan sudah mencapai 40 persen pengerjaan. Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu sudah 0,6 persen.
Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka. Bendungan Lambo di Kabupaten Nagekeo, Bendungan Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Bendungan Manikin di Kabupaten Kupang dan Bendungan Kolhua di Kota Kupang.
Andre menyatakan, pembangunan tujuh bendungan itu membutuhkan kesiapan lokasi, pemerintah daerah dan masyarakat. Rencana pembangunan tujuh bendungan, lanjutnya, merupakan komitmen pemerintah pusat. Bahkan mungkin bisa menjadi delapan, yakni satu bendungan lagi di Manggarai Barat.
"Pinsipnya, dari tujuh rencana pembangunan bendungan di NTT, pemerintah dan masyarakat mana yang sudah siap, itu yang akan dibangun duluan. Tahun ini Raknamo dan Rotiklot yang sudah siap sehingga proses pembangunan mulai berjalan," kata Andre.
Menurut dia, pembangunan Bendungan Kolhua menjadi salah satu solusi untuk menambah ketersediaan air baku di Kota Kupang 150 liter/ detik untuk memenuhi kebutuhan air 56.224 jiwa penduduk.
Secara umum, demikian Andre, pembangunan bendungan berfungsi untuk mengendalikan daya rusak air, mengairi daerah irigasi dan menghasilkan energi listrik dengan adanya turbin. Khusus untuk Bendungan Kolhua, ada empat fungsi yang akan didapat. Pertama, sebagai penyedia air bersih untuk warga Kota Kupang 150,55 liter/detik untuk 56.224 jiwa.
Kedua, peningkatan partisipasi masyarakat setempat akan pengembangan sumber daya air secara berkesinambungan atau untuk pengembangan ekonomi regional. Ketiga, fungsi pariwisata perkotaan. Keempat, fungsi pengendalian banjir bagi daerah hilir bendungan.
Andre menjelaskan, untuk membangun bendungan ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dan dilakukan. Pertama, potensi. Potensi bisa diketahui dengan melakukan studi, analisis. Dari situ akan dilihat apa keuntungannya lebih besar dari biaya untuk pembangunan. Namun bisa saja tidak layak, tapi karena dibutuhkan sehingga bisa saja pembangunan tetap dikerjakan.
Kedua, aspek sosial, yakni syarat sertifikasi dari komisi keamanan bendungan di pusat, salah satunya terkait amdal. "Semua kajian sudah dilakukan untuk Bendungan Kolhua dan tidak ada persoalan. Bendungan Kolhua layak dibangun. Namun pendekatan dengan masyarakat harus terus dilakukan," kata Andre.
Mengenai risiko jebol dan semacamnya, Andre mengatakan, setiap pembangunan pasti ada keuntungan dan risiko. Namun, setiap risiko sudah dipikirkan, diperhitungkan dan diantisipasi oleh pemerintah. "Tidak mungkin pemerintah mau mencelakakan masyarakatnya. Konstruksinya benar-benar sudah dikaji dan diperhitungkan, termasuk kemungkinan bendungan itu jebol," kata Andre. Ia mengatakan, kendala yang dihadapi pemerintah dalam rencana pembangunan Bendungan Kolhua, adalah kendala klasik yang hampir terjadi di semua tempat, yakni soal pembebasan lahan dan kepemilikan lahan yang diklaim masyarakat setempat.
"Sampai saat ini masih ada penolakan oleh masyarakat, tapi ada juga yang sudah mendukung. Pemerintah akan terus berupaya melakukan pendekatan, sosialisasi agar pembangunan Bendungan Kolhua yang masuk ke rencana strategis (renstra) pusat bisa terlaksana," ujarnya.
Andre menyebutkan sejumlah kendala dalam proses pembangunan Bendungan Kolhua. Pertama, daerah bendungan dan genangan terletak pada lahan pertanian milik warga dan proses pembebasan lahan oleh Pemkot Kupang masih terkendala pro dan kontra dalam masyarakat.
Kedua, studi amdal gagal dilakukan oleh tim teknis komisi Amdal NTT tahun 2012 dan 2015 karena masih ada penolakan dari masyarakat pemilik lahan. Ketiga, surat Komnas HAM RI Nomor 1.327/K/PMT/VI/2014 tanggal 12 Juni 2014 perihal rekomendasi berkenaan dengan rencana pembangunan Bendungan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.
Pada intinya, demikian Andre, pengadu menyampaikan keberatan atas rencana Pemerintah Kota Kupang untuk membangun Bendungan Kolhua seluas 118,60 hektar (ha) dengan alasan lahan itu merupakan produktif baik lahan pertanian dan perkebunan (hutan jati) maupun sumber makanan ternak (kambing dan sapi). Selain itu, lahan tersebut merupakan tanah ulayat yang merupakan satu kesatuan melekat pada masyarakat adat dan terdapat pemakaman leluhur. Untuk itu, kata Andre, tindak lanjutnya perlu pendekatan sosial budaya dari Pemkot Kupang kepada masyarakat setempat.
Andre menjelaskan, setiap proses pembangunan, termasuk pembangunan Bendungan Kolhua, membutuhkan kesiapan daerah kabupaten/ kota dan propinsi. Juga kesiapan aparatur dan kesiapan masyarakat itu sendiri, termasuk media.
Pemerintah dan aparatur diharapkan melakukan tugasnya dengan baik dalam sosialisasi dan pembebasan lahan. Masyarakat juga diharapkan mendukung pembangunan demi kepentingan masyarakat yang lebih besar. Andre mengatakan, sebagai pejabat pemerintah, ia harus optimistis rencana pembangunan Bendungan Kolhua bisa terwujud.
"Saya harus optimis. Bahwa masih ada masyarakat yang menolak, ada yang menyetujui. Kita tidak menutup mata ada nuansa politik yang selalu mempengaruhi pembangunan. Pemerintah daerah sudah menyiapkan uang ganti rugi untuk masyarakat yang mengorbankan lahannya untuk pembangunan Bendungan Kolhua," kata Andre. (vel)