LIPSUS

Kata Komnas HAM RI: Stop Kebencian Terhadap LGBT

Masyarakat, pejabat dan Negara harus menghentikan membuat pernyataan, opini, sikap dan tindakan yang menjurus pada ajaran kebencian terhadap LGBT.

zoom-inlihat foto Kata Komnas HAM RI: Stop Kebencian Terhadap LGBT
net
Nurkhoiron, Anggota Komnas HAM RI

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Masyarakat, pejabat dan Negara harus menghentikan membuat pernyataan, opini, sikap dan tindakan yang menjurus pada ajaran kebencian dan diskriminasi serta kekerasan terhadap kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transseksual (LGBT) yang tidak didasarkan pada kebenaran dan apa yang dialami kaum LGBT.

"Stop menebar kebencian, kekerasan dan diskriminasi terhadap teman-teman LGBT. Jangan membuat pernyataan dan opini yang menjurus pada ajaran kebencian terhadap LGBT. Karena pendapat yang menyesatkan akan makin memperparah keadaan," kata Muhammad Nurkhoiron S.Sos, M.Si, anggota Komnas Ham RI, kepada Pos Kupang, melalui telepon genggamnya, Rabu (17/2/2016).

Nurkhoiron juga menyesalkan tindakan sebagian besar jurnalis yang terkesan memojokan dan mengucilkan LGBT melalui pemberitaannya. "Pemberitaan yang memojokkan teman-teman LGBT sudah berlangsung lama. Cara seperti ini tidak mendidik masyarakat juga kaum LGBT untuk mendapatkan informasi dan edukasi yang benar soal LGBT," kritik Nurkhoiron.

Nurkhoiron mengatakan, Komnas HAM mendesak Negara untuk hadir guna memberikan perlindungan dan pemenuhan hak kaum LGBT sebagaimana tertuang dalam Konstitusi dan program Nawacita. Karenanya, tanggal 4 Februari lalu, Komnas HAM telah mengeluarkan empat pernyataan sikapnya.

Pertama, pejabat publik dapat menghentikan memberikan pernyaan negatif yang memicu timbulnya kekerasan dan pelanggaran HAM bagi kaum LGBT serta mengambil kebijakan dan program yang mengacu pada prinsip-prinsip Jogjakarta terkait Komunitas LGBT;

Kedua, para penegak hukum agar menghentikan segala bentuk pembiaran tindakan kekerasan yang dilakukan organisasi masyarakat maupun individu kepada komunitas LGBT. Ketiga, media massa untuk memberitakan secara berimbang dan tidak memberitakan hal-hal yang menimbulkan stigma dan kekerasan bagi komunitas LGBT. Keempat, masyarakat untuk tidak melakukan diskriminasi dan kekerasan kepada komunitas LGBT.

Menurut Nurkhoiron, hak atas rasa aman dan hak atas kebebasan untuk berkumpul dan berserikat bagi warga negara termasuk LGBT dijamin pasal 28 UUD 1945. Program Nawacita Presiden Jokowi Jusuf Kalla telah bertekad memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang dialog antar warga.

Namun ternyata, pernyataan sejumlah pejabat publik akhir-akhir ini terkait LGBT, justru bertentangan dengan tujuan Nawacita tersebut dan memicu terjadinya kekerasan terhadap kaum LGBT di berbagai daerah di Indonesia.

"Padahal dalam Nawacita, sebagai janji politik, jelas Jokowi sudah menunjukan keberpihakannya kepada kelompak rentan dan minoritas, termasuk juga LGBT. Pernyataan para pejabat publik, yang kemudian secara terus-menerus dikutip media, memperberat kehidupan komunitas LGBT yang telah mengalami beragam diskriminasi dan stigma," kata Nurkhoiron.

Ke depan Komnas HAM akan meningkatkan upaya yang lebih serius guna memastikan bahwa Nawacita Jokowi bisa dilaksanakan dalam konteks memberikan perlindungan HAM terhadap kelompok minoritas, seperti suku, ras, agama termasuk juga kaum LGBT.

"Saya diberi mandat sebagai pelapor khusus atas situasi dan isu-isu kelompok minoritas di Indonesia ini. Untuk saat ini kami prioritaskan pada isu-isu untuk kelompok LGBT sebagai kelompok yang rentan. Komnas HAM terbuka untuk menerima pengaduan dari kelompok minoritas termasuk LGBT," kata Nurkhoiron.

Nurkhoiron mengaku, akhir-akhir ini pihaknya mendapat banyak pengaduan dari teman-teman LGBT di Sulawesi Selatan dan Jogjakarta terkait banyaknya tekanan dan diskriminasi baik dari keluarga maupun masyarakat. Namun dari kaum LGBT di NTT belum ada pengaduan yang masuk.

Lebih jauh Nurkhoiron mengatakan, penelitian Komnas Ham tahun 2015 menyebutkan kaum LGBT mengalami kesulitan dalam pemenuhan hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan, hak mendapatkan perlakuan hukum yang adil, hak atas kebebasan berekspresi.

Dalam penelitian tersebut juga diketahui bahwa media berperan besar memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait LGBT. Karenanya, seharusnya media bisa memberikan pencerahan terhadap LGBT.

Nurkhoiron juga minta semua pihak mengingat kembali kesepakatan tahun 2006 di Jogyakarta yang dibuat para ahli HAM internasional guna menyikapi berbagai penyalahgunaan kekuasaan, kekerasan, dan diskriminasi terhadap kelompok seksual minoritas. Kesepakatan yang disebut prinsip-prinsip Jogyakarta itu berisi Penerapan Hukum Internasional Hak Asasi Manusia dalam Hubungannya dengan Orientasi Seksual dan Identitas Gender.

Prinsip Jogyakarta ini merupakan panduan universal guna menerapkan hukum hak asasi manusia internasional untuk pelanggaran yang dialami kelompok seksual minoritas, guna memastikan jangkauan universal perlindungan hak asasi manusia.

"Prinsip Jogyakarta menjadi dasar Komnas HAM dalam mendorong terpenuhinya hak-hak kelompok LGBT oleh Negara," kata Nurkhoiron. (vel/*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved