profil

Margareta J Sono: Kembali ke Kampung

Dokter Margareta J Sono, S.Ked, sangat bersyukur bisa melalui proses demi proses dari pelantikan hingga profesi dan selesai sampai seperti sekarang

POS KUPANG/YENI RAHMAWATI TOHRI
Margareta J Sono 

POS-KUPANG.COM, KUPANG --- Tujuh tahun sudah mengenyam pendidikan di bidang kedokteran Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang. Dokter Margareta J Sono, S.Ked, sangat bersyukur bisa melalui proses demi proses dari pelantikan hingga profesi dan selesai sampai seperti sekarang ini.

Eta, begitu akrab disapa, selama menjalani pendidikan teori dan praktik mengalami berbagai kendala. Salah satunya harus banyak menghafal. Namun dengan usaha keras ia bisa menghafal semua ilmu yang berhubungan langsung dengan dunia kedokteran.

Menurutnya, ada hal yang lebih sulit dari menghafal, yaitu ketika sudah bergiat di rumah sakit.

"Kata dosen, ketika masuk rumah sakit, seninya ada di sana. Sebab, akan ada banyak orang dengan keluhan yang sama, namun belum tentu penyebab dan obatnya sama. Sebagai seorang dokter saya harus jeli melihatnya. Itu yang susah, tidak ilmu pasti. Setiap pasien yang datang saya diuji, seperti dikasih soal, diagnosisnya apa, barulah diberi obat. Jika 10 pasien yang datang berarti 10 kali diagnosa," tutur perempuan kelahiran Manggarai, 1 Maret 1991, yang kental dengan dialek Manggarainya.

Ditemui Pos Kupang seusai wisuda profesi kedokteran Undana Kupang, Sabtu (27/6/2015), Eta mengatakan, ia senang saat apa yang dicita-citakan sejak kecil menjadi dokter bisa tercapai saat ini.

Dari senang melayani sesama, membuat Eta ingin menjadi dokter. Alasan lainnya, agar jika terjadi sesuatu seperti kecelakaan atau penyakit yang telah gawat darurat, ia tidak panik dalam menanganinya.
Seusai wisuda di Undana Kupang, anak kedua dari pasangan Gergorius Sono dan Maria Monika Mulyati ini memilih kembali ke kampung halamannya di Satar Mese, Kabupaten Manggarai.

Sebab, Eta memiliki dua pilihan, menjadi dokter berstatus pegawai tidak tetap (PTT) atau pegawai negeri sipil (PNS). Struktural atau fungsional. Eta ternyata memilih menjadi PTT terlebih dahulu dan bertugas di puskesmas.

"Jika sudah profesi, maka dapat menjalankan praktek. Namun dalam pengawasan intensif selama satu tahun barulah PTT. Kalau bisa, saya PTT kembali ke kampung halaman untuk melayani orang di kampung saya. Soalnya di kampung-kampung hampir tidak ada dokter. Biarlah saya memulai mengabdi di kampung halaman saya terlebih dahulu," tuturnya.

Setelah PTT, ada harapan besar bagi Eta untuk melanjutkan S2 mengambil spesialis. Ingin menjadi dokter ahli penyakit kulit dan kelamin. Ini agar tidak terlalu sibuk saat Eta berkeluarga kelak.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved