Victor: JK Tidak Terkait Kasus Kondensat
Menurut Victor, TPPI justru tidak melakukan langkah sesuai arahan Jusuf Kalla.
POS KUPANG.COM, JAKARTA--Pemimpin penyidik dugaan kasus korupsi kondensat, Brigjen Victor Edison Simanjuntak, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan meminta keterangan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait penjualan kondensat ke PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI). Menurut Victor, TPPI justru tidak melakukan langkah sesuai arahan Jusuf Kalla.
Menurut Victor, penyidikan dugaan kasus korupsi kondensat TPPI tidak terkait kebijakan Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden RI periode 2004-2009. "Saya pikir tidak ada kaitannya dengan Wapres, karena Wapres (hanya) mengambil kebijakan. Tapi, kebijakan itu tidak dilaksanakan oleh TPPI," kata Victor di gedung Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri di Jakarta Selatan, Selasa (9/6).
Menurut Victor, menurut saksi dan bukti sementara, pada 2008, Jusuf Kalla mengambil kebijakan agar SKK Migas memberi jatah kondensat (hasil samping tambang minyak dan gas) kepada TPPI untuk diolah menjadi bahan bakar RON 88, solar, dan kerosin untuk selanjutnya dijual ke PT Pertamina. Namun, kata Victor, TPPI justru menjual kondensat ke pihak lain dan tidak menyetorkan hasil penjualan tersebut.
"Nyatanya TPPI tidak menjual ke PT Pertamina. Malah dijual ke luar, seperti ke PT Vitol (perusahaan migas di Singapura -Red)," ujar Victor yang jabatannya adalah Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.
Pada kesempatan itu, Victor juga menjelaskan bahwa pihaknya tak menemukan unsur pidana pada Sri Mulyani dalam perkara kondensat. "Sementara ini tidak ada unsur tindak pidana pada Bu Sri Mulyani," ujarnya.
Kesimpulan itu didapat setelah penyidik Bareskrim memeriksa Sri, Senin (8/6). Menteri Keuangan 2005-2010 tersebut diperiksa lantaran menyetujui cara pembayaran penjualan kondensat oleh TPPI.
Pada pemeriksaan itu, kata Victor, penyidik mendapat penjelasan bahwa tata cara pembayaran kondensat oleh TPPI merupakan usulan BP Migas (sekarang SKK Migas) selaku lembaga negara yang mengurusi sektor hulu minyak dan gas. "Karena sudah ditunjuk seperti itu (oleh BP Migas),
Sri Mulyani merasa berkewajiban untuk menetapkannya," ujar Victor.
Pada Selasa siang, Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan alasannya memberikan izin penjulan kondensat milik negara oleh TPPI. Menurutnya, izin itu diberikan karena TPPI sedang mengalami masalah finansial. "Kalau tidak buruk (keuangannya), tidak perlu dibantu. Jadi justru dia buruk, perlu dikasih kerjaan (jual kondensat)," ujar JK di Jakarta.
Menurut JK, pemerintah saat itu berupaya untuk membantu TPPI agar keuangannya membaik. JK mengatakan bahwa apabila terjadi korupsi dalam pelaksanaan penjualan kondensat, maka si pemberi izin, yaitu pemerintah, bukanlah pihak yang salah.
Pada Senin malam, seusai memberi keterangan kepada penyidik kasus kondensat, Sri Mulyani menjelaskan, sekitar 2008, TPPI memiliki persoalan finansial. Sebagai perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki negara muncul kebijakan untuk menyelamatkan TPPI.
Saat itu, kata Sri, Wapres Jusuf Kalla memimpin rapat penyelamatan TPPI. "Ada rapat yang dilakukan wakil presiden waktu itu, Pak JK, yang secara jelas membahas penyelamatan TPPI dan menunjuk Pertamina memberikan kondensat ke TPPI," katanya.
Setelah itu, BP Migas menyusun skenario pembayaran penjualan kondensat. Tata cara pembayaran itu disodorkan ke Menkeu selaku bendahara negara untuk mendapat persetujuan. "Surat Menkeu mengenai tata laksana itu sesuai fungsi dan wewenang Menkeu sebagai bendahara negara yang diatur di dalam UU keuangan negara maupun UU perbendaharaan negara," ujar Sri. (Tribunnews/coz/kps)