Dokter Maria Chindy Y Mada, Komit Melangkah
Cita-cita seseorang lahir dari dalam diri sebagai motivasi untuk memberi sesuatu yang bernilai bagi diri sendiri, keluarga dan orang lain.
Laporan Wartawan Pos Kupang, Oby Lewanmeru
POS KUPANG.COM -- Cita-cita seseorang lahir dari dalam diri sebagai motivasi untuk memberi sesuatu yang bernilai bagi diri sendiri, keluarga dan orang lain.
Setiap orang dilahirkan dengan ciri khas sendiri dan setelah dewasa pasti berusaha keras untuk mewujudkan cita-citanya. Namun, cita-cita itu ibarat mimpi yang bisa menjadi kenyataan. Pun sebaliknya, bisa tidak.
Seseorang sudah punya cita-cita sejak di bangku sekolah dasar (SD), dan ada yang ketika duduk di bangku SMP baru muncul cita-citanya. Bahkan, ada orang yang cita-citanya muncul karena situasi dalam keluarga.
Berbeda dengan dr. Maria Chindy Y Mada, S.Ked. Chindy, sapaan akrab dr. Maria, sejak kecil sampai di bangku SD dan SMP tidak pernah bermimpi suatu saat akan menjadi seorang dokter.
"Sejak masa kecil saya tidak terpikir dan belum punya cita-cita. Dan, saya mulai punya cita-cita menjadi seorang dokter itu ketika saya duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA)," ujar dr. Chindy, saat ditemui Pos Kupang seusai disumpah dan dilantik menjadi dokter di Aula Lama Universitas Nusa Cendana (Undana) Penfui, Kupang, Jumat (23/1/2015).
Dokter Chindy adalah putri sulung dari tiga bersaudara pasangan Alberthus Mada dan Yuliana P Beyleto-Mada. Perempuan kelahiran Rote pada 19 Juni 1990 ini terlihat tenang selama acara pengambilan sumpah dan pelantikan.
Bahkan, semua mata tiba-tiba mengarahkan kepada alumna SMA Negeri 1 Lobalain, Ba'a, Rote Ndao ini, ketika dipanggil oleh pembawa acara naik ke podium dan menyampaikan sambutan mewakili teman-teman dokter lainnya.
Saat memberi sambutan mewakili lima rekan dokternya, lulusan TK Kristen Metina dan SD Negeri 1 Lobalain, Ba'a, ini mengatakan, mereka yang dilantik adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Undana Kupang angkatan pertama yang masuk pada tahun 2008.
"Melalui doa, tekad dan nekad, kami menjalani semua proses yang ada melalui pendidikan yang cukup panjang. Tentu banyak tantangan, baik dari dalam maupun dari luar. Namun, semua itu kami jalani tanpa beban," ujar Chindy.
Chindy memiliki komitmen untuk melangkah ke arah yang lebih baik guna menggapai masa depan. Setelah pelantikan dan pengambilan sumpah, dr. Chindy akan kembali ke Rote Ndao untuk mengabdi di tanah kelahirannya itu.
Ia mengaku dalam masa pendidikan di FK Undana, hanya satu hal yang selalu terpatri dalam hati mereka, yakni terus berjuang untuk meyakinkan kedua orangtua dengan pendidikan yang dijalani.
Chindy mengatakan, menekuni ilmu kedokteran tidak segampang yang dipikirkan karena berbagai tantangan selalu hadir menghantui mereka. "Setelah kami wisuda dengan gelar sarjana kedokteran (S.Ked), kami harus ikut masa Koas (kepaniteraan klinik) lagi.
Dan, kami harus jaga malam, bahkan harus menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen. Sesudah itu kami harus mengikuti Ujian Kompetensi Kedokteran (UKK) di Surabaya, Jawa Timur," ujarnya.
Soal bagaimana perasaan selama menjalani koas, Chindy mengaku saat itu adalah saat di mana mereka diuji dalam segala hal. Karena itu, lanjutnya, semua rasa ngeri, jijik terhadap darah, kotoran dan takut mayat harus dihilangkan.
"Kami juga harus melayani pasien seperti anak, saudara, adik, kakak, ayah dan ibu kami sendiri. Kami dituntut untuk melayani semua pasien seperti keluarga sendiri," ujarnya.*