RS Sanglah, Saksi Pertemuan Kedua Umbu Landu Paranggi dan Anaknya

HINGGA Jumat (30/10), sudah enam hari penyair Umbu Landu Paranggi (71) dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar

Editor: Ferry Jahang
Tribun Bali/Ni Ketut Sudiani
Umbu Landu Paranggi yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar sedang dijenguk keluarga yang datang dari Sumba NTT 

HINGGA Jumat (30/10), sudah enam hari penyair Umbu Landu Paranggi (71) dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar. Dikabarkan kondisinya sudah membaik dan diperbolehkan kembali ke rumah.
Puluhan sanak saudara Umbu dari Sumba, NTT (Nusa Tenggara Timur) berdiri mengelilingi Umbu yang tengah berbaring istirahat. Senyum terus mengembang di wajah mereka, seakan begitu bahagia bisa bertemu dan melihat Umbu yang selama ini hanya bisa mendengar namanya saja. Begitu pula dengan Umbu, seperti merasakan kembali spirit tanah kelahirannya.
Sejak hari pertama dirawat, para sahabat, anak didik, dan keluarga besar Umbu dari Sumba terus berdatangan. Setelah bertahun-tahun lamanya tidak berjumpa, akhirnya mereka dipertemukan kembali.
Kehangatan persahabatan dan kekeluargaan begitu terasa dalam pertemuan yang mengharukan itu. Sastrawan Emha  Ainun Najib (Cak Nun), bahkan dikabarkan sempat menangis saat menjenguk sahabatnya itu.
Anak didik Umbu yang menyebar di Jawa dan berbagai pelosok di Bali, seakan tak kuasa mendengar guru sekaligus ayah mereka dirawat. Segera setelah mendapat kabar, mereka langsung datang membesuk.
Sebagian besar anak didik Umbu kini telah menjadi pribadi-pribadi yang berhasil, baik sebagai dokter, jurnalis, pelukis, dan puisi tetap hidup dalam sanubari mereka.
"Barangkali alam sudah mengaturnya, sehingga kami dapat berkumpul semua. Momen yang rasa-rasanya hampir tidak mungkin terjadi," ucap Rambu Anarara Wulang Paranggi (36), putri kedua Umbu.
Rambu menyampaikan, dirinya hanya sekali pernah bertemu sang ayah dan kali ini menjadi pertemuan yang kedua kalinya. "Tapi sebelumnya kami tetap saling kontak. Hanya saja bertemu langsung itu pertama kali saat saya baru menikah," imbuhnya.
Umbu yang berasal dari Desa Kananggar Kecamatan Paberiwai, Sumba Timur, NTT, dikenal banyak orang sebagai sosok pendidik yang tidak mudah ditemui, bahkan oleh sahabat terdekat atau sanak saudara sekalipun. Ia memiliki cara tersendiri untuk menemui seseorang, dan seringkali tidak terduga.
Telah lama Umbu meninggalkan tanah Sumba, lalu memutuskan mengelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Sempat lama menetap di Yogyakarta, sebelum kemudian berakhir di Bali. Pilihannya itu seakan tersirat dalam penggalan sajaknya berjudul Melodia, "sewaktu-waktu berjaga dan pergi, membawa langkah ke mana saja."
"Ini seperti reuni. Semua anaknya, baik yang di Bali, Jawa, maupun Sumba dapat berkumpul semua dan menemui ayah," imbuh Rambu.
Semua anak didik yang pernah bersentuhan secara kreatif dengan Umbu menganggapnya sebagai ayah yang sederhana, hangat, sekaligus begitu tegas dalam mendidik. Ia dikenal begitu tulus mendorong anak-anak muda untuk terus berkarya dan merawat pertemuan dengan puisi.
Rambu menambahkan,"ayah punya banyak anak didik di Bali yang dianggapnya seperti anak sendiri. Saya lihat semuanya begitu dekat dengan beliau. Sepertinya di sinilah nafas ayah."
Istri Umbu, Rambu Hana Hunggu Ndami, telah berpulang. Dari pernikahannya dengan Rambu Hana, Umbu memiliki empat anak dan dikaruniai banyak cucu dari mereka.
Putra bungsu Umbu yang dikabarkan karakternya paling dekat dengan dirinya. Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi adalah seorang seniman yang juga senang menulis. Ia juga dinilai sosok yang begitu teguh membela hak-hak kemanusiaan dan lingkungan.
Dalam tradisi masyarakat Sumba, Umbu adalah panggilan yang santun untuk laki-laki, dan Rambu untuk memanggil perempuan. Keluarga Umbu yang menjenguk saat itu, tampak bercakap begitu akrabnya menggunakan bahasa Sumba.
Umbu yang semakin hari kian baik kondisinya, siang itu tampak begitu bahagia saat keluarga besarnya berkumpul. "Saya merasa, sepertinya darah Sumba mengalir dan bergetar dalam dirinya. Ayah benar-benar semangat hari ini," ucap Rambu.
Sejak meninggalkan Sumba, Umbu hampir tidak pernah berkumpul bersama keluarga besarnya. Bahkan cucu Umbu yang lama menetap di Bali tidak mengetahui apabila kakeknya ternyata sudah berpuluh tahun tinggal di Denpasar. Bagi mereka, pertemuan ini menjadi kenangan yang begitu berharga, sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terulang kembali.
"Ayah dari dulu sudah terbiasa sendiri. Mungkin beda rasanya ketika semua keluarganya berkumpul. Tapi saya selalu ingat pesannya, bahwa dalam hidup, kita harus tegar dan tabah. Barangkali karena itu juga ia selalu berusaha mandiri," kata Rambu yang kemarin disusul suaminya, langsung terbang dari Sumba.(tribun bali/ni ketut sudiani)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved